EX 23

450 13 4
                                    

"Ayah?" Ucapku kaget.

Bukan aku saja yang kaget, Heldi juga.

Pria paruh baya itu memicingkan matanya lalu tersenyum dan menghampiriku. Pelukan hangat yang sudah beberapa tahun tidak pernah aku rasakan lagi kini mendarat di tubuhku.

Aku melepaskan pelukannya. "Ayah kenapa disini?" Tanyaku.

"Ayah ada kerjaan disini dan ngga sengaja ketemu sahabat Ayah."

Mulut ku menganga. "Kamu, ngapain kesini?" Ayah balik bertanya.

Aku menengok ke arah Heldi dan Heldi masih diam. Sama terkejutnya denganku. Semenjak pacaran dengan Heldi, memang Heldi tidak pernah bertemu dengan Ayah. Dan ini awal pertemuan Heldi dengan Ayah. Menarik bukan? Dipertemukan dengan tidak sengaja saat semua nya begitu rumit. Bagaimana tidak? Tidak disangka Ayahku dan Papah nya Heldi bersahabat?

Ada sekiranya dua sampai tiga menit suasanya begitu canggung. Bahkan tidak ada yang mulai berbicara. Heldi, aku, ayah, orangtua Heldi semua nya diam. Hingga tiba-tiba suara gadis yang dipanggil Okta itu memecahkan keheningan. Setelah basa-basi dan bicara ini itu akhirnya sekarang kita disini. Dimeja dengan beberapa makanan yang sudah tersaji rapi.

***

"Are you okay?" Tanya Heldi lirih. Aku hanya menggidikan bahuku.

"Kamu marah?" Tanya nya lagi.

"Marah? Untuk?" Jawabku dingin tanpa menoleh ke Heldi.

"Yaudah istirahat ya. Kamu butuh waktu sendiri." Ucapnya lagi. Aku terdiam. Melihat jalanan Ibukota yang masih ramai.

"Nggak perlu jawaban sekarang. Fikirkan baik-baik. Jangan terlalu dibawa susah."

***

Beberapa hari sudah berlalu. Dan aku masih belum menemukan jawaban yang aku inginkan. Apakah aku seyakin itu dengan Heldi? Apakah keluarga Heldi semudah itu menerimaku? Bukankah seharusnya ada pertengkaran disana? Ya seenggaknya Papa Heldi marah dengan keputusan anaknya yang membatalkan pertunangan nya begitu saja? Tapi? Apakah gara-gara Ayah bersahabat dengan Papa Heldi? Semudah itu? Kalau memang semudah itu kenapa tidak dari dulu?

Aku menghela nafasku panjang. Akhir minggu seperti ini bukannya aku bersenang-senang malah bergelut dengan fikiranku sendiri. Yang aku tidak tau jalannya akan kemana. Bukannya selama ini ending seperti ini yang aku mau? Atau perasaanku selama ini dengan Heldi hanyalah penasaran karna sikap dinginnya? Apakah itu hanya sebuah obsesiku saja? Atau masih ada rasa cinta disana? Mengingat obrolan kemarin yang lurus tanpa ada kerikil bahkan debu sekalipun. Lurus bak jalanan tol.

Flasback...

"Pah, Mah Heldi mau bicara hal yang penting." Ucap Heldi memecahkan keheningan.

Sontak semua pasang mata menoleh ke arah Heldi, termasuk aku. Aku mencoba menggenggam erat tangan Heldi. Heldi menatapku seakan meyakinkan, tapi lewat mata aku mencoba bilang, "jangan sekarang."

"Heldi sama Okta udah mutusin nggak bisa lanjutin hubungan ini." Seketika tanganku melemas. Please menurutku ini waktu yang tidak tepat. Aku merasa sebagai wanita pelakor disana. Apa kata Ayah?

"Bukan masalah Salsa yang tiba-tiba masuk dihubungan kami. Tapi karna dari awal, aku sama Okta sepakat jika pertunangan ini hanya bohongan. Dan menunggu waktu yang pas untuk menyelesaikan ini semua. Mungkin malam ini bukan waktu yang tepat. Tapi mungkin secepatnya lebih baik. Okta dan aku sama-sama mencintai oranglain. Dan kami tidak bisa memaksa untuk menikah dengan orang yang tidak kami cinta."

"Iya Tante, Om. Mungkin ini salah, tapi Okta juga udah nggak bisa. Maafin Okta ya tante." Timpal Okta.

Tidak ada jawaban dari orangtua Heldi. Mereka masih menandang satu samalain.

MY COLD EXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang