HOW WE MET

3K 253 7
                                    

March 2016, Seoul

Aku menutup telingaku kuat. Seluruh teriakan dan pukulan yang aku terima darinya masih terasa. Ini sangat menyiksa. Mulai dari pisau hingga cambuk, aku pernah merasakan semuanya. Mulai dari olokan hingga umpatan, semuanya telah aku terima dan dengar dengan baik.

Bertahun-tahun hidup seperti itu tak membuatku menjadi orang yang dapat menerima itu dengan mudah. Aku masih menangis saat mendapat jambakan kuat pada rambutku dan lilin panas di kulitku. Semua itu sudah dimulai sejak aku umur sepuluh tahun dan sekarang aku— hey, ada yang tahu berapa umurku sekarang?

Hah, untuk apa tahu umur? Setiap saat aku merasa waktuku semakin memendek. Itu membuatku takut, tetapi juga ingin tahu. Kenapa aku tidak mati saja? Terdengar lebih menyenangkan daripada hidup tersiksa oleh orang itu.

Kalian, hhh, kuharap tidak ada di antara kalian yang sama sepertiku. Ini sangat mengerikan daripada yang kalian bayangkan. Lebih sakit daripada tergores pisau saat memasak. Karena tidak hanya fisikmu saja yang terluka, tetapi juga psikismu. Ya, aku gila.

Mungkin.

Mataku terbuka, menatap kakiku yang sudah tak lagi telanjang. Mataku terus menyusuri tubuhku sendiri. Luka-lukaku sudah dibalut plester dan bebat. Aku tidak ingat kapan aku diobati dan siapa yang mengobatiku. Apa psikopat itu sudah berubah? Atau ini adalah salah satu rencananya untuk menyiksaku lebih lanjut?

"Han Yeona."

Suara berat seorang pria membuatku memberingsut mundur hingga menabrak pintu mobil. Mobil? Sejak kapan aku berada di dalam mobil? Apa psikopat itu akan membawaku ke tempat penyiksaan lain?

"Hey, hey. Tak perlu takut. Kau aman bersamaku."

Aku tak yakin. Suara itu berasal dari depan tetapi suara lain menyuruhku untuk terus menghindarinya. Aku tak tahu mana yang nyata.

Tubuhku kembali bergetar, aku tidak pernah siap untuk dipukul lagi.

Aku tidak pernah siap untuk disiksa lagi.

"Han Yeona. Tidak ada yang akan menyakitimu, okay? Aku akan membantumu."

'Hai, gadis manis. Mari ikut Bibi. Bibi memiliki permen di rumah.'

Aku menutup telingaku erat. Kepalaku terus menggeleng kuat.

Tidak, aku tidak mau permen-permen. Permen itu lah yang menggiringku menuju penderitaan tanpa ujung. Aku tak mau!

Sebuah tangan kekar tiba-tiba menarikku lembut. Aku semakin memberingsut mundur. Tak ada lagi percaya pada orang lain. Semuanya gila.

Namun, kuasa pria itu sangat besar hingga aku bisa merasakan tubuhku dengan mudah terhempas ke dada bidangnya. Aku ingin berontak, tetapi yang terjadi tubuhku hanya bergetar hebat. Ya, selama ini aku tumbuh untuk menjadi lemah, bukan menjadi kuat.

"Han Yeona, kau baik-baik saja bersamaku. Aku pastikan kau tidak akan pernah melihatnya selama-lamanya. Aku janji kau akan baik-baik saja bersamaku."

Seperti sihir, ucapan lembutnya membuatku tenang. Aku bisa merasakan sebuah pegangan di dalam ucapannya. Semuanya melebur jadi satu, teriring dalam aroma vanila yang menguar dari kemejanya.

"Namaku Jung Jaehyun. Kau bisa mengandalkanku dan aku lah yang akan selalu berada di sisimu."



***



Parastudio, Seoul, February 2019
"Jung Jaehyun, nama terindah yang pernah aku dengar selama hidupku. Seindah suara lembutnya dan aroma vanila dari tubuhnya. Semua yang ada dalam dirinya sangat menyenangkan. Sayangnya, saat itu aku tidak bisa melihat wajahnya. Aku masih terlalu takut jika ternyata dia adalah yang kutakutkan."

Aku menunduk, menatap bagaimana kakiku melayang karena kursi yang ku duduki begitu tinggi. Aku tertawa getir sebelum kemudian melanjutkan, "Ya, begitu lah. Pertemuan kami sangat tak terduga."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Next chapter >>

AFFECTION - Jung Jaehyun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang