Dinihari, Dalam sunyi
23 Juni 2019Di Televisi, Sidang Isbat baru saja purna dan menetapkan besok telah memasuki bulan Syawal menurut penanggalan Hijriah, dan itu berarti Lebaran telah telah didepan mata, tak lama kemudian gemah Takbir berkumandang beriringan dengan tabuh beduk bertalu-talu.
Ucapan selamat lebaran mulai
berdatangan melauli Pesan Whatsapp yang berjibun menuntut untuk di balas dengan ucapan yang sama. Tapi aku hanya membalasnya melalui snap yang kubuat dengan kata "Mulai dari nol lagi ya". Iya, hanya kata sesingkat itu dan aku rasa semua yang membacanya juga akan mengerti itu sebuah ucapan selamat hari lebaran.Di sepanjang jalan kenangan, eh salah maksudnya di sepanjang jalan Yos Sudarso (nama jalan utama di kota Lubuk Linggau), susana riuh oleh deru kendaraan yang berkonvoi mengelilingi kota di iringi suara Takbir menandakan kemenangan telah tiba. Sungguh malam itu menjadi malam yang penuh semarak dan menjadi momen kegembiraan bagi mereka yang telah menyempurnakan puasanya sebagai kewajibannya, seorang muslim yang beriman.
Jam 6 pagi, Aku dan keluarga sudah siap dengan pakaian terbaik, menuju masjid yang sekitar seratus meter dari rumah demi menjalankan ibadah shalat Ied. Takbir tak henti-henti bergema, membuat semesta ikut merasakan aura kemenangan dengan menyuguhkan kesejukan mengiri langkah kaki yang berjalan menuju sumber suara takbir yang seolah memanggil setiap jiwa kembali menjadi fitrah. Hari ini masjid akan sesak dipenuhi manusia yang entah sudah berapa lama ia tak menapaki kakinya di tempat suci ini, "Tuhan akan terpesona melihat momen ini, dan malaikat akan bahagia oleh suasana yang langkah ini".
Shalat Ied telah usai, semarak Lebaran semakin sempurna dengan terbukanya semua pintu rumah menyambut kedatangan sanak saudara dan tetangga untuk bertamu, bertemu merajut kembali tali silaturahmi, saling maaf-memaafkan dan bergugurlah semua salah dan khilaf yang pernah tersirat diantara aku kau kita dan mereka.
Kakiku rasanya hampir tak bisa lagi melangkah sebab sedari tadi sejak keluar dari masjid para tetangga telah menunggu di beranda rumah, mengajak setiap orang yang di kenalnya singgah dan mengajak sedikit bercengkrama sambil memakan makanan yang terhidang di meja ruang tamu. Mungkin hampir belasan rumah kami singgahi, aku tak mungkin menolak sebab aku sedang bersama keluargaku.
Akhirnya sampai pula aku di rumah, memerlukan waktu sekitar satu jam lebih dari masjid yang berjarak seratus meter dari rumah, padahal di hari biasa aku hanya butuh waktu sekitar lima menit. "Ah, setiap Lebaran memang selalu begitu, semua orang mendadak baik dan ramah dari biasanya. andai saja tradisi seperti lebaran di pertahankan dan menjadi suatu kebiasaan sehari-hari, alangkah indahnya manusia menjalani kehidupan." Sudahlah aku memang jago berkhayal.
Seperti biasa, Wulan datang selalu dengan tiba-tiba. Padahal tadi saat aku mampir kerumahnya usai shalat Ied, ku ajak untuk main ke rumah ia seolah-olah tak mengiyakan ajakan ku, Dasar Aneh.
"Damaaar!!" Panggilnya dari balik pintu kamarku dengan suara manja
"Kan, kebiasaan ngageti wong". Jawabku jengkel
"Ngapo, nak marah? yo dem aku balek be man dak boleh maen kesini." Dengan nada cengengesan
"Tadi pas diajak serempak kesini dak galak." sambutku sambil keluar dari kamar dengan wajah agak kesal.
"Nengok raih wong kesal ah, senang nian aku nengok kau marah." Ia menimpali sembari menatapku dengan wajah puas.
"Dem lah, kegalaan. Mentanglah aku nih dak pacak marah laju tambah jadi ngucaki".
Lalu, kamipun duduk di sofa ruang tamu. Ayah dan Ibu juga duduk bersebelahan sedang aku dan Wulan duduk tepat berhadapan dengan mereka. Ibu memulai percakapan dengan melemparkan pujian lalu menanyakan beberapa pertanyaan pada Wulan yang berkaitan dengan kuliahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lubuk Linggau pada Rembang Senja
Teen FictionLubuk Linggau, Kota kecil dengan seribu makna dan sejuta kisah yang mengiringi perjalanannya, tak terkecuali dengan kisah Damar, Bella, Vieri, Wulan dan teman-teman lainnya. Kisah persahabatan yang terselip rasa cinta menjadikan kisah mereka berliku...