2012: The Dead Body

13 2 0
                                    

note:

jadi ini adalah pertama kalinya aku mulai mempublikasikan ceritaku, this thing means a lot for me. Padahal abal dan kalo dibaca ulang agak gak jelas. But im a proud mama XD

***

[09:00]

Mataku membuka perlahan. Merah, seperti biasanya. Hal pertama yang kulihat ketika kedua iris ungu dan merah muda milikku ini terbuka bersamaan. Aku tidak terkejut, begitu mendapati diriku melayang-layang dalam tabung raksaksa berisi cairan berwarna merah sewarna darah yang memenuhi tabungnya untuk menopang tubuhku.

Aku menarik napas, memulai hari baru ini. Selamat pagi, Felix. Aku berkata pada diri sendiri, memang biasanya begini. Aku memutar tubuhku. Dihadapkan pada sebuah layar besar sampai ke langit-langit yang dari permukaan beningnya memencarkan cahaya putih. Profesor tidak ada di tempat ya? Gumamku dalam hati. Biasanya bangku depan layar itu selalu duduk pria paruh baya dengan kacamata tebal berframe bulat yang memperhatikan layar dengan saksama. Profesorku, majikanku.

Orang yang membuat seorang Felix Fears lahir ke dunia ini.

Kakiku yang lemas kupaksa bergerak memutar dalam tabungku. Tabung yang selalu setia bersama-sama denganku sejauh ingatanku menerawang. Dari dulu aku sudah ditempatkan disini. Aku, sebuah robot prototipe bahan percobaan ilmuwan yang dirancang seperti manusia normal. "Felix, kau sudah bangun?" Suara profesor tua itu mengejutkanku.

Dia ini profesor yang baik. Aku mengangguk padanya sopan. Meski dirancang seperti manusia dan memiliki mulut, pita suara ini tak mau bergetar juga.

Toh, dengan cairan merah darah ini sepertinya suaraku bakal teredam. Entahlah, aku belum pernah mencobanya.

Profesor bilang, jangan berbuat tidak-tidak. Maka aku takkan pernah melakukannya selain diperintah oleh profesor sendiri. Aku terlalu patuh pada pria ini. Kutunjuk-tunjuk layar yang menyala itu. Profesorku mengerti.

"Ah, apa yang kulihat hari ini?" tanyanya. Aku mengangguk lagi, mengiyakan. Setiap hari aku memperhatikan profesorku, duduk menghadap layarnya dan hanya menonton. Kadang menonton kehidupan seorang pemuda, atau anak kecil, atau seorang pria kantoran, atau bahkan lansia yang hanya duduk di kursi goyangnya sambil merajut. Seperti stalker yang mengikuti segala aktivitas mereka.

Katanya untuk penelitian. "Coba kita lihat..." Tangan profesor yang lincah menari-nari diatas keyboard dan mouse kecil seukuran milik komputer. Keluar data-data yang tidak bisa dimengerti otak sejatiku ini.

Pet!

Sepertinya profesor menemukan 'target'nya lagi. Target itu selalu diambilnya secara acak. Layar berhenti dimana ada empat orang anak, berwajah gembira dan tertawa. Yang mana yang akan diintai profesor? Aku bertanya dalam hati. Mereka duduk dalam sebuah gazebo dengan pemandangan natural pepohonan serta bunga dan rumput liar disekitarnya. Sepertinya masih usia SMP. Tubuh mereka yang sedikit lebih besar dariku mungkin menandakan bahwa usia mereka lebih tua dariku juga—sedikit.

Aku, prototipe buatan profesor yang dibuat tiga belas tahun yang lalu. Aku bukanlah robot dengan tubuh dewasa tapi baru berumur sekitar satu tahun atau robot berumur ratusan tahun. Tubuhku juga berkembang seiring berjalannya waktu, persis manusia. Bedanya, aku tidak butuh makan atau minum, tidak banyak bergerak dan—Oh...

"Robot laki-laki tidak boleh mengeluarkan air mata. Itu tidak dibutuhkan, Felix."

...Aku tidak boleh menangis.

Stars in a JarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang