-—bagian kesebelas—
Jadi, dia suka padaku atau tidak?
Untuk yang kesekian kalinya pertanyaan itu muncul di otak Nana. Wanita itu bertopang dagu sambil menatap lurus ke ponselnya. Pesan yang ia baca sejak satu jam yang lalu belum berubah sama sekali. Nana bahkan sudah menghafal isi pesan itu.
ibamigoodnight: aku senang jika kau menjadi galaxy-ku
Setelah satu minggu sejak pembahasan mereka tentang bintang dan galaxy, pria itu baru membalas pesan Nana. Wanita itu sudah hampir menyerah dan berniat melupakan eksistensi pria itu—walaupun mustahil.
Nana menghela nafas kasar. Ia merebahkan kepalanya ke atas meja. Suara lembut Lauv mengalun dari playlist Spotify teman sekamarnya. Nana mengangkat kepala dan melihat Soohyun tengah selesai mengecat kuku-kukunya. Wanita itu meniup-niup kukunya yang berubah menjadi warna biru laut.
"Soohyun-ah"
"Hm" Soohyun menggumam tanpa menoleh ke arah Nana. Ia sibuk menatap puas ke arah kukunya yang cantik.
"Kau sibuk?"
"Tidak"
"Boleh bertanya sesuatu?"
"Mm-hmm"
Nana menarik napas dan menghembuskan pelan. Ia mendekati Soohyun dan duduk bersila di depannya. "Eung.. kau tahu ini tentang temanku."
Soohyun mengangkat wajahnya. "Ada apa dengan temanmu?"
"Jadi temanku ini mempunyai teman lelaki. Kalau teman lelaki itu tiba-tiba mengatakan bahwa dia senang menjadi galaxy-nya apa menurutmu dia menyukainya?"
Dahi Soohyun berkerut dalam. "Ceritamu membingungkan. Ada apa dengan galaxy?"
Nana menggigit bibirnya. Ia menimbang apakah harus menceritakan secara detail kepada Soohyun.
"Eung... Kau mau mendengarkan kalau kuceritakan secara detail?"
"Tentu saja. Akan punya cukup banyak waktu luang untuk mendengarkan cerita temanmu." Ucap Soohyun sambil memberi penekanan pada kata "temanmu"
Nana menarik nafas lalu mulai bercerita. "Temanku mengenal seorang lelaki dari aplikasi Talk. Kau tahu Talk?"
Sebagai jawaban, Soohyun menggeleng.
"Pokoknya itu aplikasi mengobrol. Ada semacam topik yang bisa kau pilih lalu kau akan diberikan sebuah pertanyaan. Apabila ada orang lain yang memiliki jawaban sama denganmu kalian berdua akan dialihkan ke ruang obrolan. Kau bisa berdiskusi banyak hal dengan orang yang match denganmu."
"Seperti aplikasi dating?"
Nana berpikir sejenak. "Entahlah, aku belum pernah memakai aplikasi dating. Mungkin mirip dengan itu. Tapi aplikasi ini tidak memberikan identitas aslinya."
"Lalu? Bagaimana temanmu bisa tahu kalau temannya itu lelaki?"
"Selama hampir tujuh bulan mereka mengobrol temanku yakin sekali dia pria. Dia tidak terlihat seperti wanita. Maksudku, kalau hatimu sangat yakin kau tak mungkin tak percaya kan?"
"Aku lebih percaya logikaku." Jawab Soohyun sambil terkekeh. "Omong-omong kalau sudah selama itu mengapa mereka belum pernah bertemu?"
Nana terdiam.
"Dia tak pernah mengajak bertemu?"
Nana menggeleng pelan.
"Kau saja yang mengajak bertemu."
"Mana mungkin!" Kata Nana cepat. "Aku tak mau terlihat seper—" Nana tersadar dengan ucapannya. Ia membuka mulutnya namun tak ada suara yang keluar.
Soohyun tertawa. "Ketahuan kau! Teman apanya. Cerita itu tentangmu."
Nana tertawa sembari menutupi mukanya yang memerah.
"Jadi... Kau menyukainya?" tanya Soohyun setelah tawa mereka reda.
"Bukankah aneh kalau aku menyukai seseorang yang belum pernah aku temui? Aku sendiri tidak yakin dengan perasaanku. Aku hanya nyaman berbicara dengannya. Dia teman bicara yang menyenangkan."
"Saat dia tak menghubungimu pernah tidak kau merindukannya?"
"Selalu..." Nana menjawab pelan. "Tanpa aku sadari dia membuatku terbiasa dengan keberadaannya. Ketika dia tiba-tiba menghilang beberapa hari tanpa kabar aku merasa khawatir. Lucu juga ya dia bukan kekasihku tapi aku merasa takut kehilangannya."
"Nana-ya maaf harus mengatakan ini kepadamu. Tapi menurutku kau jangan terlalu percaya sama pria itu. Kalau dia memang sungguh menyukaimu atau paling tidak ingin mengenalmu dia akan mengajakmu untuk bertemu." Soohyun menghela nafas. "Kau memang tidak bisa mengatur hatimu untuk jatuh cinta dengan siapa. Tapi kau bisa mengatur perasaanmu untuk tidak terlalu mencintainya."
Nana sadar betul semua ucapan Soohyun benar. Dia sudah pernah memikirkannya. Hanya saja selama ini dia menolak untuk mempercayai logikanya.
"Aku hanya bisa memberi saran. Semua keputusan ada di tanganmu."
Nana tersenyum. "Aku percaya denganmu, Soohyun-ah. Kau tak akan menceritakan ceritaku ke siapapun. Ini rahasia kita ya"
"Jadi kita sudah berbagi rahasia" Soohyun tersenyum kecil.
Nana menganggukkan kepalanya dengan bersemangat. Ia merasa senang bisa dekat dengan Soohyun. "Kau boleh berbagi rahasiamu denganku"
"Kau tak akan menyukai rahasiaku."
"NANA" Suara keras Hyesun disusul pintu kamar yang mendadak terbuka membuat Nana dan Soohyun terkejut. "KAU BELUM BERSIAP?"
Nana menatap Hyesun dengan bingung.
"Kau lupa? Kau kan sudah berjanji akan menemaniku membeli kado."
"Astaga, Eonni! Maafkan aku. Tunggu lima menit aku akan bersiap-siap."
Hyesun bersedekap dengan menggerutu. "Kutunggu di depan."
Nana mengangguk dan mengganti pakaiannya dengan terburu-buru. Ia tidak mau Hyesun mengomel sepanjang jalan.
Saat membuka pintu kamar Nana berhenti sejenak dan menoleh ke arah Soohyun. "Terimakasih sudah mendengar ceritaku, Soohyun-ah. Akan kupikirkan baik-baik nasehatmu."
Untuk pertama kalinya selama mereka tinggal satu kamar, Park Soohyun memberikan senyum hangat kepada Nana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairdín La Luna
FanfictionBahkan jika sakit, kami tidak akan merasakan sakit. Jika itu sedih, kami tidak akan sedih. Jika itu akan menjadi menakutkan, kami tidak akan takut. Karena kami BTS. -Kim Namjoon Bahkan jika kita bersama, maka padang pasir pun akan terasa seperti la...