Bab 6

2.5K 319 18
                                    

"Mbakmu sudah makan?" Lelaki jangkung yang kehilangan seperempat bobot tubuhnya dalam beberapa bulan terakhir itu berdiri di ujung ranjang. Matanya yang dalam menatap sedih pada perempuan yang berbaring di ranjang dengan mata terpejam. Sudah beberapa bulan terakhir ini juga tubuh itu hanya mampu berbaring.

"Sudah, Mas. Baru saja tidur." Gadis yang ditanya menjawab singkat kemudian meninggalkan kamar, tidak ingin mengganggu kakaknya. Dia tak ingin larut dalam kesedihan saat menatap kakaknya yang terlampau mencintai istrinya, tapi hanya bisa melihat saja. Sama sekali tak tega.

💞💞💞

"Masuk!" jawab Adriani saat mendengar pintu admin diketuk dari luar.

Beberapa detik kemudian daun pintu terbuka dan memunculkan sosok Indra. Tangan kanannya masih memegang handle pintu sedangkan tangan kirinya memegang beberapa lembar kertas warna kuning dan putih. Lelaki bertas selempang itu masuk, berjalan menuju meja Adriani.

Sabila yang duduk di mejanya yang tepat berada di belakang pintu hanya menoleh sebentar kemudian kembali menekuri layar laptopnya. Kedatangan Indra di ruangan itu untuk bertemu Adriani pun tak ada yang aneh karena itu sudah menjadi jadwal mingguan. Setiap hari Sabtu Indra akan menemui Adriani untuk menyerahkan rekap bukti terkirim. Jika bosnya itu sedang berada di luar rumah produksi, Sabila yang akan mengambil alih.

"Ini resi kemarin dan laporan terkirim, Mbak," ucap Indra saat menyerahkan kertas-kertas yang ada di tangannya. Indra langsung duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adriani, meskipun tanpa dipersilakan. Kali ini Indra tidak menggoda atau berucap macam-macam. Dia sudah memahami situasi kalau Adriani tak suka digoda di depab partner kerjanya. Kalau di belakang partner kerjanya mungkin ... lain cerita. Indra membayangkan.

"Baik. Sudah aku terima. Ada lagi?"

"Enggak dicek dulu, Mbak? Mungkin ...."

"Oh, oke, Im. Aku ke sana." Ucapan Indra terpotong kalimat Sabila yang menerima telepon entah dari siapa. Yang jelas, tatapan Indra dan Adriani, kini, mengarah padanya. Tanpa meminta izin Adriani, Sabila berjalan menuju pintu keluar.

"Eh, mau ke mana, Bil?" Adriani panik melihat Sabila membuka pintu dan melangkah keluar pintu.

"Ke ruang produksi bentar, Mbak. Naima bingung pesanan seragam yang eksklusif kemarin. Kuatir keliru aku." Tanpa menunggu persetujuan Adriani, Sabila sudah menghilang di balik pintu.

Tinggallah Adriani dan Indra berdua di ruang admin. Padahal, Adriani sudah berusaha tidak lagi berdua-duaan seperti sekarang dengan Indra. Namun, entah kenapa, semakin dia menghindar, semakin Indra mendekat di sekitarnya. Seperti sekarang ini.

"Gimana, Mbak?" tanya Indra menyadarkan Adriani dari pikiran kusutnya. Indra menunggu jawaban sambil mengangkat kaki kanannya yang ditumpukan pada kaki kiri. Tangannya memegang pegangan kursi dengan sempurna. Menunggu jawaban bos manis di depannya.

"Apanya?" Adriani balik bertanya tanpa menatap lawan bicaranya.

"Dicek dulu."

"Sudah, Mas. Biar aku cek ini di sini. Kamu tunggu di luar, ya." Masih sambil menunduk dan membolak-balikkan kertas yang dibawa Indra, Adriani menjawab. Rupanya, Adriani memang sedang mati-matian menghindari Indra. Bahkan, hanya untuk menatap Indra sekali saja dia tidak mau.

"Kamu menjaga jarak sekali kalau sama aku, Mbak. Kemarin beda gitu sama Pras." Entah angin apa yang mendorong Indra mengeluarkan kalimat protes. Kekanak-kanakan sekali, tapi, ya, mau bagaimanana lagi? Mumpung Sabila sedang keluar juga, 'kan?

"Heh?" Adriani heran dengan kalimat aneh yang diucapkan Indra. Lelaki dewasa ini bisa berkata selabil itu?

"Hati-hati, Mbak. Kamu belum tahu siapa Pras. Jangan sampai menyesal karena terlalu dekat dengannya," lanjut Indra.

Adriani tidak menjawab, tapi wajahnya yang merah padam cukup menjadi jawaban.

"Oke. Aku keluar. Tapi, ingat kata-kataku tadi."

Adriani geram. Indra benar-benar keterlaluan. Tidak seharusnya dia berkata seperti itu. Apa urusan Indra jika dirinya dekat dengan seseorang. Selama ini dia merdeka. Tidak ada yang melarang dia dekat dengan siapa pun, termasuk dengan Pras.

Tenang. Tenang. Mood tidak boleh rusak. Biarkan Indra berkata sesuka hatinya. Dia pun akan menikmati hidupnya sendiri. Sekarang, waktunya bersiap menyambut Pras. Usai jam kerja konveksi, lelaki itu akan datang untuk menjemputnya. Ini akan hal pertama baginya. Makan dengan lelaki selain bapaknya dan hanya berdua saja.

💞💞💞

Biarkan Adriani menikmati masa labilnya. Dia sebenarnya bingung dengan perasaannya. Hanya saja dia nggak merasakan itu. Dia selalu menolak Indra. Padahal, dia juga nggak tahu Pras itu siapa.

26 Juni 2019

Jangan Dekat-dekat!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang