Bab 3

3.3K 408 26
                                    

Indra merasa dirinya lebih baik hari ini. Meskipun kemarin belum mendapatkan jawaban yang tidak sesuai keinginannya, dia merasa cukup lega. Setidaknya dia tidak hanya sebagai kurir saja hari ini. Sebagai calon suami bos konveksi ini, mungkin?

"Ini." Indra menyerahkan resi pengiriman kemarin kepada Sabila. "Mbak Adri ada?"

"Hem? Mbak Adri? Ada di rumah produksi." Sabila menjawab apa adanya sambil mengerutkan alis. Tangan kanannya terulur menerima kertas yang disodorkan Indra.

Tunggu. Indra bertanya tentang Adriani? Tidak biasanya si kurir ini bertanya tentang keberadaan pemilik konveksi ini. Apalagi, Indra tidak melanjutkan tujuannya mencari bosnya itu. Namun, Sabila tak ingin ambil pusing. Paket yang akan dibawa Indra belum selesai dia siapkan. Lagi pula, Indra datang terlalu cepat. Biasanya pukul 12.30 Indra baru tiba, tapi, sekarang, baru pukul 11.45 sudah duduk manis di depan ruang admin.

Sabila agak tergesa mengurus paket yang akan dikirim ke agen Magelang. Seharusnya dia bisa agak santai jika Indra belum datang.

"Mas, tunggu, ya. Ada satu yang belum siap ini." Sabila memberi tahu Indra ketika menyuguhkan minum. Kurir itu sepertinya sudah selesai merekap seluruh paket yang akan dia bawa siang ini. "Lagian tumben banget, sih, Mas, datang cepet," lanjut Sabila sambil meletakkan minuman ringan dan toples camilan.

"Iya e. Lha, udah semua yang sana. Aku numpang sholat, ya. Boleh?"

"Boleh. Boleh. Sekalian nunggu 1 paket yang belum."

"Oke." Indra beranjak dari duduknya, berjalan menuju musala kecil yang biasa digunakan para partner kerja konveksi untuk salat dan beristirahat. Musalanya memang kecil, tapi teras depannya cukup luas.

💞💞💞

"Bil, paket hari ini sudah semua, 'kan?" tanya Adriani sambil mngecek jumlah resi yang dibawa Indra hari ini dan jumlah paketan yang kemarin dikirim. Adriani selalu mencocokkan jumlahnya sendiri. Jika jumlah sesuai, barulah diserahkan kepada Sabila untuk dicek kesesuaiannya dan dientri pada sistem web agar seluruh agen dan pelanggannya bisa mengecek sendiri sesuai nomor pesanan yang mereka terima.

"Sudah, Mbak. Tinggal yang di depan pintu itu belum direkap sama Mas Indra."

"Lho? Udah dateng?"

"Udah, Mbak. Tumben banget, ya. Sekarang lagi di musala. Numpang sholat katanya."

"Oh ...." Hanya itu yang mampu dikeluarkan Adriani. Ada sedikit debar halus di dadanya ketika mendengar penjelasan Sabila tentang Indra yang datang lebih cepat, tapi Adriani lagi-lagi tak tahu itu apa. Dia gugup atau takut ditagih jawaban? Yang pasti, Adriani tidak berniat menjawabnya hari ini.

"Sab, mana paketan yang belum tadi?" Indra tiba-tiba muncul di ambang pintu. Wajahnya sudah segar karena air wudu. Matanya menatap Sabila sebentar kemudian mengerling ke Adriani. Dia memasang senyum yang tidak biasanya.

Adriani yang merasa tertangkap basah karena baru saja membicarakan lelaki itu seketika bungkam. Matanya mengamati setiap gerak-gerik kurirnya itu. Saat kerlingan mata Indra mengarah padanya, dia melebarkan mata seketika. Adriani sulit mengartikan makna kerlingan itu, tapi ... kenapa tiba-tiba agak jengkel, ya.

"Itu, Mas. Di depanmu itu."

Mata Indra mengikuti arah yang ditunjukkan Sabila. Sambil mengangkat paket tersebut Indra menyempatkan berbalik badan dan tersenyum sekali lagi. Kali ini senyuman itu ditujukan khusus pada Adriani.

Sabila yang masih mengikuti gerak tubuh Indra dibuat makin heran. Sikap Indra yang tak biasa itu memunculkan pertanyaan dan kecurigaan. Sabila memutar tatapannya pada Adriani.

Adriani salah tingkah menanggapi senyuman Indra dan tatapan heran Sabila. Rasa jengkel yang sempat bercokol itu muncul lagi dan terasa makin kuat. Sungguh, Adriani tak suka ini. Indra tak seharusnya sefulgar ini di depannya. Apalagi, ada Sabila di sampingnya.

"Mbak, jangan tegang. Aku tidak terburu-buru." Indra berkata santai sambil tetap tersenyum kemudian melangkah keluar. Meninggalkan Adriani yang makin tegang dengan raut wajah merah dan menahan malu.

"Mbak, kalian ...."

Adriani sudah menduga. Sabila adalah admin cerdas yang tidak perlu penjelasan detail untuk memahami situasi di sekelilingnya. Adriani memejamkan mata untuk meredam emosinya yang sedang naik. Indra keterlaluan.

Ketika membuka mata, Sabila sudah berdiri tepat di depannya. Menuntut jawaban. Adriani harus menjawab apa?

"Apa, Bil?" Adriani memutari meja. Memosisikan diri duduk di kursi kerjanya. Dia butuh duduk untuk benar-benar menghilangkan emosi yang tersisa.

"Kalian ada sesuatu? Aku udah dibuat heran karena dia datang sebelum waktunya. Terus ... yang barusan .... Mbak nggak lupa, 'kan, kalau aku ini suka kepo?"

Dalam keadaan emosi, Adriani masih bisa tersenyum lebar mendengar pengakuan Sabila. Iya. Adriani tidak pernah lupa. Sabila memang cerdas dan kepo.

"Kamu pikir aku tahu maksudnya Indra tadi? Aku juga nggak tahu."

"Masak?"

"Hem ...." Adriani tidak berani membalas tatapan Sabila. Dia berpura-pura menulis sesuatu. Adriani tidak suka berbohong, tapi, kali ini, tidak punya pilihan. Dia butuh melindungi diri dari fitnah.

"Kalian kemarin juga bicara berdua, 'kan?" selisik Sabila.

Adriani makin tertawa lebar. Dia sama sekali tidak tersinggung Sabila bersikap begitu. Sabila adalah partnernya yang paling lama dan paling dekat dengannya. Sabila juga paling tahu dirinya.

"Ah, iya. Untung kamu ingatkan. Pembahasan kemarin belum selesai. Panggilin Mas Indra bentar, ya."

"Mau bicara berdua lagi?"

"Iya. Dia kemarin minta tolong. Aku belum jawab. Ini mau aku jawab. Sekalian aku mau tanya maksudnya tadi apa."

"Oke, deh." Sebenarnya Sabila belum puas dengan jawaban Adriani. Namun, dia juga tak enak terlalu mendesak bosnya itu. Bagaimanapun dia juga takut Adriani tidak nyaman dengannya. Jangan sampai karena itu dia dipecat. Meskipun, Sabila tahu Adriani tidak akan melakukannya.

💞💞💞

"Kenapa tidak dipikir matang dulu, Mbak?"

"Tidak ada yang perlu tak pikir lagi, Mas. Aku sudah memutuskan."

"Tapi, ...."

"Sudah cukup, Mas. Apa pun itu, tidak bisa mengubah jawabanku. Sekarang, kamu silakan keluar. Aku nggak mau partnerku berpikir macam-macam kalau kamu terlalu lama di sini."

Indra menghela nafas kecewa. Apa salahnya sampai Adriani gegabah menolak. Sejak tiba di rumah produksi sebelum zuhur tadi, Dia merasa tidak ada yang salah.
Adriani pun sejak tadi bersikap biasa saja. Lalu, kenapa sekarang tiba-tiba ditolak? Apa yang mendasari?

Indra keluar ruang admin dengan hati kacau. Wajahnya mungkin sudah tak enak dipandang. Dia langsung masuk mobil. Untung saja Agus segera masuk juga. Terlambat sebentar saja, mungkin dia sudah ditinggal karena Indra langsung melajukan mobil boksnya sesaat setelah menutup pintu kemudi.

💞💞💞

Halo ....
Aku up malam lagi.
Setelah ini deh aku up pagi.
Suasana lebaran masih tersisa. Jadi, masih ke sana kemari bersama keluarga.

Selalu ingatkan aku jika ada yang salah, ya ....

15 Juni 2019

Jangan Dekat-dekat!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang