Bab. 10 Kill it

4.8K 688 49
                                    

Honey sedang berbaring di kasur sembari menatap langit-langit kamar berwarna biru langit seperti warna Doraemon. Di telinganya terpasang earphone yang sedang memainkan sebuah lagu dari The Band Perry, If I Die Young. Walau begitu, pikirannya tidak terfokus pada lagu itu. Dia masih memikirkan tentang F, pacarnya.

Apa dia memang dasarnya dari keluarga kaya raya? Apa dia pernah punya pacar dan merampok uangnya karena berhasil membuat cewek itu jatuh cinta padanya? Apa jangan-jangan, dia baru saja memenangkan undian atau lotre satu triliun? Dugaan-dugaan semacam itu yang bermunculan di kepala Honey sejak tadi.

Honey bingung. Jika memang F berasal dari keluarga kaya raya, seharusnya laki-laki tampan seperti dia tidak perlu bergabung di situs jual-belipacar.com. Apalagi F sampai membuat price tag untuk setiap kontak fisik di antara mereka. Hal itu membuat Honey berpikir kalau F berasal dari kaum duafa selama ini. Meskipun pemikiran itu segera tersingkir setelah melihat mobil mewah yang dibawa F tadi. Pasalnya, harga mobil itu 5,4 miliar. Itu dalam bentuk rupiah, bukan daun singkong.

Penjelasan masuk akal lainnya, Honey menduga F sudah berhasil mengambil seluruh harta dari gadis yang menjadi klien F sebelum dirinya. Jika benar begitu, dia ingin tahu siapa gadis malang itu. F memang memesona, jatuh cinta padanya bukan hal mustahil. Suara F terdengar dalam dan lembut, memberikan kenyamanan hanya dengan mendengar suaranya saja. Selain itu, bentuk tubuh F—meskipun terbalut pakaian sepanjang waktu—masih memperlihatkan keatletisannya—terutama lengannya yang berotot dan otot perutnya yang terkadang terbentuk di kaos ketat yang dikenakannya. Senyuman lelaki itu sangat manis, ditambah dengan dua gigi kelinci membuatnya semakin menawan.

Akan tetapi, Honey tidak boleh sampai jatuh cinta, di dalam kontrak, cinta lokasi terlarang. Kedua pihak akan dikenakan denda. Mengingat F masih aktif, tidak diberhentikan, artinya dia belum pernah terlibat skandal cinta lokasi.

Honey mengacak-acak rambutnya frustrasi. Tadi dia sempat bertanya, tetapi F sama sekali tidak memberikan jawaban apapun, malah sengaja mengalihkan pembicaraan dengan mengatakan untuk dua hari ke depan, mereka tidak bisa bertemu karena ada urusan.

"Honey! Sayang!"

Panggilan itu membuat Honey melepas earphone, bangkit lantas membuka pintu. Sindy segera menunjukkan sekotak kue tart mini kepadanya.

"Mau makan bareng?"

Honey mengangguk lantas mengikuti Sindy yang segera berjalan menuju ruang makan.

Sindy segera memotong kue tart dengan potongan buah di atasnya itu menjadi beberapa bagian. Wanita berambut blonde itu kemudian meletakkan satu potongan ke piring kecil dan memberikannya pada Honey.

"Thanks, Bun," ujar Honey sembari menerima kue yang disodorkan Ibu tirinya.

"Welcome, Dear."

Keduanya kemudian sibuk memakan kue tart mini itu. Honey tahu Sindy bukan tanpa alasan mengajaknya mengudap malam-malam. Gadis itu yakin kalau pasti ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh Sindy padanya.

"Kenapa, Bun?" tanya Honey membuat kening Sindy mengernyit.

"Apanya?"

"Honey tahu, Bunda pasti mau berbicara sesuatu, kan? Ada apa?"

Sindy menyengir, memamerkan barisan giginya yang tertata rapi."Ketahuan?"

Honey mengangguk."Banget," jawabnya. "So?"

"Ayolah, Sayang. Temui anak Pak Hartono ya. Dia pemuda yang baik, kok."

"Bun, kan Honey sudah bilang, Honey nggak bisa. Honey sudah punya pacar, Bun," sahut Honey berusaha meyakinkan Sindy bahwa dia benar-benar tidak bisa menerima perjodohan bisnis antara dirinya dengan anak Pak Hartono.

PACAR DISKON 30% [ New Version ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang