Bab 18. Alone in Love

3.7K 626 72
                                    

Rena tersenyum lebar, saat matanya terbuka, Galuh sudah berada di depannya, duduk menemaninya hingga sadarkan diri. Hatinya tersentuh, cinta yang selama ini dipertahankan, seolah tidak sia-sia. Galuh selalu setia kepadanya. Walau lelaki itu memiliki pacar, tetapi cintanya pada Rena ternyata tidak pernah berubah.

"Kamu sudah siuman? Bagaimana keadaanmu?" tanya Galuh saat menyadari Rena sudah sadar. Gadis cantik itu tidak segera menyahut, larut dalam perasaan bahagia yang dirasakannya sekarang.

"Aku yakin, kamu masih mencintaiku, Gal." Rena meraih tangan Galuh. "Setelah ayahku meninggal dunia, hanya kamu yang aku miliki sekarang." Genggaman tangannya menguat.

Galuh menghela napas panjang sembari menatap mantan kekasih yang sudah lama diinginkannya kembali. Walau pernah ditinggalkan, tidak mudah untuk membenci seorang Rena, kekasih yang sudah bersamanya bertahun-tahun.

"Jika kamu sudah membaik, sebaiknya aku pergi," ujar Galuh lantas mencoba melepaskan tangan Rena darinya.

Rena tertegun, kaget dengan perkataan yang tidak terduga dari Galuh.

"Apa maksudmu, Gal? Aku membutuhkanmu, kamu tahu kan? Aku baru saja berduka dan kamu satu-satunya yang aku butuhkan." Rena sedikit melebarkan pupil matanya, suaranya menekankan setiap kata yang diucapkannya.

"Ren, awalnya aku memang sangat berharap bersamamu lagi, aku mengakuinya." Galuh menatap serius ke arah Rena, "Tetapi, entah sejak kapan, aku merasa, itu bukan tujuanku lagi. Lagipula, aku bukan hanya ingin dibutuhkan, aku juga butuh dihargai, Ren." Galuh mendesah berat. "Kamu tahu kan? Itu yang tidak pernah bisa kamu lakukan. Kamu meninggalkanku demi Han, demi ayahmu, dan sekarang kamu menginginkanku? Apa itu arti cinta bagimu?"

Mulut Rena sedikit terbuka, ternganga. Gadis itu menggeleng cepat. "Tidak, kamu salah paham, Gal. Dari awal, aku hanya berniat memanfaatkan Han untuk ayahku lalu kembali padamu. Aku sangat mencintaimu, sungguh." Air mata Rena mengalir tanpa diminta.

"Maaf, Ren. Aku nggak bisa bersamamu, perasaanku sudah tidak seperti dulu padamu. Ini bukan balas dendam, melainkan kejujuran." Galuh bangkit dari duduknya. "Semoga kamu menjalani hidupmu dengan baik, berhenti berpura-pura bunuh diri. Aku tidak melihat luka sayatan atau bekas jeratan tali di lehermu. Aku juga sudah bertanya pada dokter, obat yang kamu minum, masih dalam batas normal. Jadi, berhenti berakting."

Galuh melangkah kakinya menuju pintu. Sebelum keluar, lelaki tampan itu menoleh ke arah Rena lantas berucap, "Han pemuda yang baik. Aku bisa melihat ketulusan di matanya. Jangan sampai kamu juga kehilangannya."

Pintu kamar ditutup. Rena mengepalkan tangannya, marah dan kesal. Namun, yang keluar hanya air mata dan perasaan sesak yang terus meronta untuk dilampiskan.

***

Han menatap sendu ke arah Rena yang terengah-engah. Gadis cantik itu baru saja melepaskan amarahnya dengan membuang semua barang-barang di ruangannya. Dia juga sempat berusaha menyakiti dirinya sendiri, tetapi Han berhasil mencegah.

"Kenapa? Kenapa semua tidak berjalan sesuai rencanaku?" Rena geram.

Han tidak menjawab. Laki-laki dengan kulit bagai batu Marmer itu hanya bungkam. Tidak ada jawaban atau alasan yang bisa dikatakan. Bahkan, sebatas kata sebagai hiburan pun tidak terlintas. Otaknya seakan beku.

"Galuh sialan," umpat Rena sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ada darah yang sudah mengering di tinjunya. Amarahnya telah memuncak sehingga membuatnya melampiaskan hal itu dengan cara salah, meninju tembok.

Han yang berdiri di sampingnya mendekat lalu berucap, "Ulurkan tanganmu." Rena bergeming membuat pemuda cantik itu meraih paksa tangan Rena.

"Aku nggak mau kamu obati," ketus Rena.

PACAR DISKON 30% [ New Version ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang