Bab 1 Dunia Berbeda

2K 99 0
                                    

Gus Fatih menatap bangunan tiga lantai di depannya sambil merentangkan tangan dan menghirup udara kuat-kuat, SMA N 45 Mojokerto akan menjadi tempat dirinya berproses menuju dewasa. Keinginannya untuk melihat dunia luar akan dimulai di sini, membuka pandangannya tentang berbagai macam karakter manusia.

Rasanya lebih nyaman saat dia mengenakan seragam putih abu-abu seperti ini, bebas dari sarung yang selalu melilit pinggangnya. Rambut sedikit acak-acakam dengan backpack hitam yang  tersampir di bahu kanan telah menyempurnakan penampilannya.

Gus Fatih harus mulai terbiasa melihat siswa perempuan dengan berbagai model seragam ketat yang melekat di tubuh mereka, juga harus terbiasa melihat tatapan-tatapan kekaguman para gadis itu pada dirinya. Karena dia tidak akan menemukan semua itu di lingkungan rumahnya.

Sebenarnya dari semalam dan terus diulang sampai tadi pagi, dia sudah mendapat wejangan-wejangan dari sang umi. Jaga pandangan, jaga ucapan, jaga sikap dan jangan menunda-nunda sholat adalah inti dari wejangan tersebut. Walaupun susah tapi Gus Fatih akan tetap berusaha untuk mematuhinya.

Gus Fatih terlihat menghampiri gerombolan siswi yang duduk di depan kelas dengan senyum ramah. "Assalamualaikum ... Kelas X B di mana ya?"

Nampak jelas tatapan terpesona dari ke lima gadis tersebut, bahkan lengan mereka terlihat saling menyenggol satu sama lain. Lalu salah satu dari mereka yang terlihat paling cantik mulai berdiri, menampilkan senyum semanis mungkin sembari menjawab, "Aku Mutia, dan kebetulan kita sekelas."

Gus Fatih hanya menatap tangan Mutia yang terulur ke arahnya. "Aku nanya kelas, bukan ngajak kenalan."

Mutia terlihat cemberut, ditambah ejekan dari teman-temannya membuatnya semakin kesal. "Ini kelasnya," jawab gadis itu dengan tatapan tajam dan kaki menghentak kesal.

Pemuda beralis tebal itu hanya tertawa lebar lalu berjalan ke arah pintu yang ditunjuk oleh Mutia. Suasana kelas tampak masih rame karena belum ada guru yang masuk, para siswa masih asik bercengkrama satu sama lain. Tanpa basa-basi Gus Fatih mengucapkan salam di depan kelas, membuat seluruh penghuni kelas menatapnya heran. Alih-alih malu atau canggung, pemuda itu malah menampilkan senyum lebar sembari memperkenalkan diri.

"Kenalin namaku Fatih, aku murid baru sama kayak kalian cuma kemarin gak ikut MOS."

"Hai Fatih...." seru beberapa siswa cewek, sedangkan para siswa cowok tampak tak peduli.

Gus Fatih berjalan ke arah bangku deret sebelah kiri, matanya tak lepas dari seorang gadis yang menutupi wajahnya dengan sebuah buku, walaupun sebenarnya dari tadi dia sudah melihat wajah gadis itu.

Gus Fatih berdiri di samping bangku nomor dua dari depan, tangannya terulur untuk sedikit menarik buku yang dipegang gadis itu. Dengan senyum manis ia berucap, "Assalamualaikum Naila."

"Waalaikumsalam," jawab Naila gugup sambil memundurkan duduknya. Naila masih ingat jelas dengan cowok tampan yang tiba-tiba menggodanya di pemakaman beberapa hari yang lalu, dan dia tak pernah menyangka bahwa mereka akan kembali dipertemukan.

"Gak nyangka ya kita ketemu lagi di sini," ucap Gus Fatih sambil melirik kursi kosong di sebelah gadis itu. "Ini kosong kan? aku duduk sini ya?"

Belum sampai pantatnya menyentuh kursi itu, tiba-tiba terdengar teriakan dari depan. "Wait ... Enak aja, ini kursiku." Seorang gadis berambut panjang menarik lengannya menjauh.

Segera Gus Fatih menepis tangan gadis itu. "Gak ada namamu di sini, gak ada barangmu juga."

"Aku sudah booking kursi di sebelah Naila, bahkan sebelum daftar di sekolah ini," bantah gadis itu sambil berkacak pinggang.

Assalamualaikum NailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang