10 - Yeonji

1K 174 107
                                    

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

Ada ketegangan pada otot, terutama bagian kepala. Jiyeon ingin sekali melebur ke busa yang lembut, lalu terbungkus selimut eider-down dan melayang ke dunia mimpi. Namun, dalam otak sedang terjadi pusaran kebodohan yang kejam, mencoba bagaimana mengatur kekacauan. Makanan mahal di atas meja benar-benar diabaikan.

“Maaf Jiyeon-ssi harus terseret,” ujar Chanyeol di kursi seberang.

Ada Guanlin di samping sang ayah tengah menyantap makanan. Terlihat tidak merasa bersalah, tapi dalam hati sangat gelisah. Berurusan dengan media seharusnya tak boleh sembarangan. Sekali salah bicara, bisa saja dibenci satu negara. Bahkan jadi incaran orang-orang yang tak suka.

Jiyeon mengedikkan bahu,“Tidak apa-apa,” ungkapnya, “lagipula aku merasa tidak berhak marah pada Guanlin.”

Chanyeol menaikkan alis, menunggu Jiyeon melanjutkan. Setelah konferensi pers, tidak terasa matahari sudah berada di atas kepala. Lanjut bekerja pun percuma, sebab kelelahan pada fisik dan mental terasa berkali lipat menghantam. Maka dari itu Chanyeol memutuskan untuk makan sebelum pulang.  

“Dulu juga aku mengaku sebagai ibu Guanlin tanpa meminta pendapatnya dulu. Jadi, yah, kurasa kita impas.” ujar Jiyeon. Seperti dipaksa untuk mencoba makanan yang tidak Jiyeon suka, kata-kata seruan dan makian tercekat di tenggorokan. Meskipun ini untuk kebaikan, tetap saja Jiyeon yang dirugikan.

Jiyeon menghela napas, “Lagipula Guanlin melakukan hal itu demi kebaikan, ia tidak ingin apa yang anda bangun susah payah hancur begitu saja.”

Guanlin tersedak. Perkataan Jiyeon seperti kepalan tangan yang menghantam tepat ke dada,”M-mwo?!”

Chanyeol berdehem untuk menenangkan degup kencang. Perubahan besar yang tergambar dalam tindakan Guanlin membuat sang Ayah salah tingkah. Dalam waktu singkat dapat perhatian besar. Sangat dadakan. Rasanya aneh tapi Chanyeol senang. Inikah yang namanya kebahagiaan?

“Be-gitukah?” jawab Chanyeol terbata. “tadinya A-ayah akan menyebarkan tes DNA untuk membuat orang perca--”

“Jangan!” potong Guanlin tanpa menatap sang Ayah.

Jiyeon menyimak dalam diam. Sebuah drama keluarga, dimana ayah dan anak tengah berinteraksi sepanjang ini untuk pertama kali selama hidup di dunia. Lucu dan menggemaskan, keduanya merasa malu untuk saling menatap. Bisanya curi-curi pandang bak anak muda yang tengah kasmaran. Ya, Tuhan, bolehkah Jiyeon pergi saja sekarang.

Guanlin kembali berucap, “jangan sampai media tahu jika punya anak berandalan. Nanti saja kalau aku sudah jadi anak yang membanggakan,”

Jiyeon menaikkan salah satu bibirnya. Secara tidak langsung Guanlin mengungkapkan bahwa Jiyeon hanyalah tumbal untuk amukan massa. Lain halnya dengan Chanyeol yang tersenyum samar. Merasa bahagia lantaran Guanlin benar-benar berniat untuk berubah dan meninggalkan dunia hitam.

The NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang