04 - Mad

1.3K 231 204
                                    

"...terimakasih atas kerja keras kalian selama ini. Dan yang terakhir, semoga hotel kita kembali mendapatkan kejayaannya!"

Riuh tepuk tangan mengiringi kepergian Chanyeol dari atas panggung. Jiyeon tak mengikuti, sebab sibuk mengipasi diri. Dengan seenak jidatnya dijadikan asisten pribadi. Berjalan kesana-kemari mencari penanggung jawab tiap seksi. Awas saja jika nanti isi kontrak tak memuaskan hati. Siap-siap saja Jiyeon sunat lagi!

"Jiyeon-ssi," suara Chanyeol tampaknya sudah sangat dikenal oleh telinga Jiyeon hingga tubuhnya begitu saja merespon panggilan, berbalik menghadap sang majikan. "maaf karna tiba-tiba meminta tolong dan terimakasih karna sudah bersedia membantuku hari ini."

Jiyeon merapatkan bibir, umpatan-umpatan yang sudah berada diujung lidah tak boleh begitu saja menyembur.

Satu jam yang lalu keduanya tiba di cabang hotel Crown, dekat bandara Incheon yang tengah merayakan 5 tahun anniversary. Karena sebelumnya mengatakan Chanyeol berhalangan hadir, tak ada penyambutan, membuatnya kesulitan mencari orang. Maka double sial, Jiyeon harus rela dijadikan tumbal.

"Sama-sama," balas Jieon singkat.

Chanyeol takjub pada cara Jiyeon mencari jalan keluar. Berusaha mencari beberapa orang dalam lautan manusia pasti kesulitan. Tak ayal, peluh berlomba meluncur bebas. Lantas Jiyeon mendekati panggung, membawa salah satu mikrofon dan mengumumkan kehadiran Chanyeol pada semua tamu undangan. Cerdas!

"Sekertarisku kelimpungan, sering kali tak bisa menemani. Barangkali Jiyeon-ssi berminat merangkap jadi asisten tiap kali saya bertugas ke luar?" tawar Chanyeol.

"Tidak, terimakasih." jawab Jiyeon langsung, bahkan sebelum Chanyeol menutup mulut.

Chanyeol mengerutkan dahi disaat orang-orang disekitar menyenangkan diri. Pesta yang sengaja digelar di taman hotel dipadati, baik oleh penduduk sekitar, turis, maupun para pekerja hotel sendiri.

Menyadari situasi mendadak canggung, Jiyeon mengibaskan tangan, "Bukannya saya menolak kesempatan. Hanya saja saya merasa tak pantas. Bapak tahu sendiri saya hanya lulusan SMA." terang Jiyeon diiringi dengan senyum canggung. Tentu saja itu hanya alasan. Menjaga satu Park saja sudah kewalahan apalagi dua. Pulang pasti tinggal tulang-belulang.

Seseorang datang menginterupsi, mempersilahkan Jiyeon dan Chanyeol untuk menyantap hidangan yang tersaji. Kemudian sepakat memilih mengikuti, keduanya berjalan menuju tikar di bawah pohon maple yang tengah kembali memuai.

"Silahkan dinikmati!" ucap sang lelaki.

Tatapan aneh dilayangkan sebelum si pekerja melenggang pergi. Kepala Jiyeon mendadak berdenyut nyeri melihat tikar merah muda bermotif hati. Jiyeon hanya tak mengetahui, Chanyeol belum pernah terlihat pergi bersama seorang wanita bahari.

"Apa kau tak terbiasa duduk dibawah, Jiyeon-ssi?" ucap Chanyeol melihat gelagat aneh Jiyeon.

"Ti-tidak. Saya hanya berpikir apa tidak apa-apa jika saya duduk bersama anda,"―Chanyeol menaikkan kedua alis―"maksud saya, anda kan seorang bos sedangkan saya hanya orang yang tak sengaja ikut dengan anda." Dengan kata lain Jiyeon bukan siapa-siapa.

"Tidak apa-apa. Lagipula sekalian mendiskusikan perihal kontrak," ujar Chanyeol. "maaf karna belum membuatnya. Saya pikir anda tidak akan bisa membuat Guanlin pergi ke sekolah."

Perlahan Jiyeon mengikuti gerakan Chanyeol, memposisikan diri menghadap sang atasan dengan hidangan sebagai pemisah jarak. "Sebegitu parahkah dia hingga tak ada satupun orang yang berhasil mengurusnya?"

Chanyeol berdehem, sedikit tak nyaman tiap kali ditanya hal pribadi oleh orang yang tak begitu ia kenal. "Begitulah. Saya pernah mempekerjakan beberapa bodyguard dan asisten rumah tangga, tapi semuanya sama. Gagal."

The NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang