Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jiyeon mulai frustasi, mengira esok hanya akan bersantai menonton televisi. Pagi selalu penuh dengan ekspektasi, namun di penghujung hari tak ada satupun yang terealisasi. Kerja otaknya harus di refresh sesekali agar tak terserang penyakit jantung dan darah tinggi.
Now, it's Guanlin time.
Entah apa yang terjadi. Saat tengah memesan kopi, gawai tiba-tiba berbunyi. Proses membuat Guanlin berhenti berkelahi ternyata tak akan semulus pantat bayi.
"Yeonji!" sapa Jiyeon kala melihat dua orang remaja yang familiar.
"Tante," Yeonji berdiri, menyambut Jiyeon dengan senyuman.
"Kalian tidak pergi ke sekolah?" tanya Jiyeon.
Belum sampai tengah hari, Guanlin dan Yeonji sudah berada di taman, berdua pula. Untung sepi, bagaimana bila ada paparazi. Usaha Guanlin menjadi anak baik pasti hanya menjadi mimpi.
Biru dipipi, darah di sudut bibir dan dahi. Dimana-mana remaja selalu membuat masalah tanpa memikirkan konsekuensi, orang dewasa yang mencari solusi. Namun begitulah seharusnya jika tak ingin anak labil mengambil jalan sendiri, terperosok tanpa tahu jalan kembali.
"Harusnya kau bertanya tentang keadaanku dulu," protes Guanlin. "eomma!"
Jiyeon menaikkan kedua alis, sempat tercengang untuk beberapa saat.
Baru saja membuka mulut, Yeonji sudah memotong dengan meletup-letup, "Tante Jiyeon bukan ibumu, Guanlin!"
Guanlin langsung menimpali dengan sinis, "Semua orang di Korea tahu Jiyeon itu ibuku!"
Jiyeon berdecak seraya menggeleng pelan. Dilihat dari keadaan, Guanlin dan Yeonji begitu menggemaskan. Saling menggoda, mengabaikan makhluk hidup disekitar, perhatian terpusatkan, juga mengobati luka dengan alasan kasihan. Ah, percintaan anak muda jaman sekarang. Sangat tidak terang-terangan!
Tunggu, sejak kapan Guanlin dekat dengan Yeonji? Jiyeon penasaran.
Ada kesimpulan lain di kepala; Guanlin telah menemukan siapa yang mendapat salinan rekaman, dan Yeonji, keponakan nakal itu pasti telah sengaja membiarkan Guanlin tahu sejak awal.
"Hanya setelah kontrak berakhir, iyakan Tante?" Yeonji mengalihkan pandang, meminta Jiyeon untuk memihak padanya.
"Sudah! ceritakan dulu apa yang sebenarnya terjadi?"
Air muka keduanya berubah masam, sebab tak dapat kejelasan siapa yang menang perihal perdebatan. Lagi pula Jiyeon enggan membuat salah satu dari mereka berang. Percayalah, merajuknya remaja tanggung sangat merepotkan. Bisa sampai seminggu diacuhkan.
Walau dengan sedikit acuh, Guanlin tetap menurut, "Tidak ada yang suka aku keluar, jalan satu-satunya hanya mengalahkan Baekho. Mereka ingin membuatku cedera, seolah mengatakan bahwa jangan pun melawan ketua, melawan mereka saja aku tak bisa,"