Ahsanul Aini
Akun wattpad :
Aini Rachel"Taniaaa." Suara Ibu terdengar nyaring membangunkanku dari mimpi. Aku mengangkat setengah kepalaku sedikit malas juga memelas.
"Ada apa sih, Bu?" kataku dengan sedikit berteriak agar terdengar olehnya, diluar hujan lebat menyebabkan suara berisik yang berasal dari genteng.
"Adikmu mana?" tanya ibuku.
Aku cemas kemana lagi adikku yang satu ini. Apa mungkin dia sedang melakukan kebiasaannya saat terjadi hujan yaitu hujan- hujanan sambil lari dan melompat ke sana kemari.
"Mungkin main hujan Bu."
Aku sudah yakin Ibu pasti menyuruhku mencari Fathan yang entah kemana anak itu. Perasaan tadi sedang main di teras.
"Cari sana!"
"Baik bu," jawabku dengan malas.
Sebenarnya aku begitu malas keluar saat cuaca dingin seperti ini. Aku harus menembus hujan dengan menggunakan sebuah payung.
Kulangkahkan kaki keluar rumah untuk mencari dimana keberadaan adik kecilku itu. Mencari dimana tempat biasa dia main hujan-hujanan. Karena setiap kali turun hujan, dia akan melakukan segala cara untuk bisa keluar rumah dan hujan-hujanan.
Pernah sekali Ibu mengurangnya di kamar tapi dia tidak habis akal ia melompat lewat jendela. Yang pada akhirnya aku juga yang kena imbasnya untuk mencari dia.
Aku melirik hampir ke setiap sudut jalan, sebab jika kutemukan anak itu tak segan ku jewer kupingnya, terkadang juga memukulnya hingga menangis. Akhirnya kutemukan juga ia yang sedang asyik hujan-hujanan.
"Fathaaan!" teriakku memanggil nya di antara riuk piuk air hujan membasahi bumi. Dia malah terkejut saat melihatku.
"Awas kamu Fathan cepat pulang nanti dimarahi ibu." Aku berlari mengikuti langkah kecilnya yang baru berumur tujuh tahun. Ia berlari cukup cepat sampai aku kualahan mengejarnya.
Kuraih tangan mungilnya, menggenggamnya erat, sambil menarik telinganya. Dia terus berontak dan teriak minta tolong sambil meringis kesakitan.
"Diam! gara-gara kamu aku harus hujan-hujanan begini, tuh dari tadi Ibu ngomel- ngomel dirumahnya," ucapku tak henti-hentinya. Hampir kucakar wajahnya. Tapi kuurungkan saat melihat wajah polosnya yang terlihat kesakitan Karena tanganku masih berada di telinganya.
"Mbak lepasin sakit tahu."
Kulepaskan tanganku dan berjalan mendahuluinya. Fathan menyusul dari belakang, aku yang kedinginan dari tadi karena payung yang kubawa sudah kubuang saat mengejar Fathan.
Sesampai di rumah aku langsung masuk ke kamar mengganti pakaian yang basah.
"Kemana saja kamu hah?" bentak Ibu di luar terdengar sampai ke kamarku.
"Aku hanya suka dengan hujan, Bu apa salahnya jika aku suka hujan?" jawab Fathan dengan nada lemah.
"Jangan pernah main hujan nanti kamu sakit Ibu juga yang susah. Sekali lagi Ibu peringati kalu kau tetap nekad main hujan Ibu tidak segan-segan akan mengurungmu satu Minggu di dalam kamar." Kali ini suara ibu terdengar lantang. Baru pertama kali aku melihat Ibu semarah ini. Fathan hanya diam dia tidak bisa berkata apa-apa dan berlalu pergi ke kamarnya.
Fathan sering membuat ibu marah dengan sikap bendelnya yang tidak pernah mau menurut. Ia sangat suka hujan meski ia tahu ujung-ujungnya aku mencarinya kemudian di marahi Ibu. Ia bersikeras mencari jalan yang penting dapat bermain hujan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Member SPW
RandomJangan ragu ungkapkan isi hatimu. Kertas putih bahkan tidak melarang tinta hitam menodai dirinya, jadi kenapa kamu harus takut dan ragu untuk menuangkan apa yang kamu alami ke dalam kertas puisi yang setia menemani? Ttd -Admin Mayla.