Ana Dewi A
Akun IG & Wattpad : Dew_penulisrecehan dan DewpenulisRecehan
.
.
.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, berjuang berlebihan membantu orang lain yang kesusahan membuatku sedikit frustasi. Ditambah dengan hujan yang turun dengan lebat, sinyal yang tiba-tiba hilang dan adanya sosok Dewa di sampingku, yang selalu saja menganggap diriku adalah miliknya."Hujan berhentilah, aku lelah basah kuyup atau bertemu dengannya lagi," gerutuku.
"Dewi!" Dewa memanggilku dan aku pura-pura tidak pernah mendengar panggilannya.
Kali ini dia tidak menyerah, dengan kasar menahan tanganku lalu menyeret dngan lembut tubuhku yang mungil, memaksanya masuk kedalam mobil. Masih teringat jelas beberapa kejadian yang hampir membuatku mati kutu. Yang paling parah adalah membatalkan kencan butaku. Hukuman apa yang akan menimpaku kali ini?
"Apakah dingin?" tanyanya dengan suara sangat lembut.
Kepalaku hanya mampu bergerak sedangkan bibirku bungkam seribu bahasa.
Dewa adalah anak pemilik perusahaaan tempatku bekerja dan aku adalah pegawai biasa yang bekerja di dalam pabrik miliknya. Aku malu, lebih baik jangan mengenal seorang penguasa atau akan bernasib sama seperti saudara kembarku Cinta.
Hujan semakin lebat, "Aku benci hujan tapi entah kenapa aku lebih membencimu," gumamku pelan.
"Membenciku? Tanpa alasan?" tanyanya.
"Kau mencuri kalung peninggalan Cinta, mengambil buku diaryku lalu membacanya bahkan kemarin kau mengatakan cinta melalui pesan radio milik perusahaanmu," gumamku.
"Dew ... Kau adalah embun, yang akan membasahi hatiku, kering keronta ini," bisiknya.
Aku diam, matanya terpancar jelas sebuah kepedihan, kejujuran dan ketulusan. Aku harus mengatakan apa padanya? Apakah aku akan mengatakan bahwa ayahnya yang telah membunuh saudara kembarku? Atau aku harus mengatakan pada saat hujan turun deras tahun lalu, dia meninggal tepat di sini, dalam mobil yang bentuknya masih sama, keadaan sama namun dengan tubuh tanpa nyawa.
"Aku bukan anaknya," gumam Dewa.
"Anaknya? Anak siapa?" tanyaku.
"Aku mencintaimu," ucap Dewa.
Deg deg deg
Jantungku, ada apa dengan jantungku, kenapa ada sesak yang semakin sakit, apakah oksigen dalam mobil ini berkurang hingga aku tidak bisa bernapas dengan sempurna?
"Aku mencintaimu, Dewi," ucapnya lagi.
"Tidak!" teriakku.
"Tidak?" tanyanya.
"Kau tidak boleh mencintaiku, begitu juga sebaliknya, aku tidak boleh mencintaimu," ucap Dewi.
Dewa menghentikan mobilnya, setelah menepikannya terlebih dahulu.
"Jawab jujur, apakah ada alasan yang tepat," gumam Dewa.
"Aku tidak mencintaimu," bisikku.
"Bohong! Semua ucapanmu bohong, apakah kau lupa bahwa dengan masuk kedalam mobilku, kau adalah milikku?" tanya Dewa.
Plaakkk
"Kau memaksaku masuk kedalam sini, jika itu yang kau pikir, baiklah ... Baiklah, aku pergi sekarang!" teriakku. Dengan kasar ku buka pintu, kubiarkan hujan mengguyur tubuhku, samar-samar aku melihat bayangan Cinta tersenyum.
"Baiklah, jika kau tidak ingin menjadi milikku atau aku tidak bisa memilikimu, alangkah lebih baiknya aku pergi, jaga dirimu," ucap Dewa. Aku masih mendengarnya.
Lalu aku melihat mobil melaju dengan kecepatan tinggi, apakah dia gila? Apakah dia tidaj mampu mencari wanita yang jauh lebih baik dariku?
Kakiku berlari mengejarnya, menembus hujan yang kian melebat, seharusnya aku mengatakan hal manis agar dirinya tenang, dan mengantarkan aku pulang dengan selamat. Aku bodoh! Jelas aku bodoh.
Beepp beepp beepp
Teleponku berdering.
"Hallo,"
"Apakah benar ini Dewi, keluarga Cinta?"
"Ya,"
"Kematian Cinta murni kecelakaan, bukan pembunuhan seperti yang anda duga beberapa waktu ini, pria tua itu adalah orang yang ingin menyelamatkannya, dia bahkan rela menyumbangkan beberapa kantong darahnya untuk menolong Cinta,"
Bllleeeedddaaarrr
Tanpa mengatakan apapun aku menutup teleponnya sepihak. Dengan buru-buru aku menelpon taksi, dan memaksa sopirnya untuk melaju dengan kecepatan tinggi.
"Dewa! Dewa!" teriakku berulang kali.
"Sepertinya ada kecelakaan di depan sana," ucap supir taksi itu.
"Ini pak,"
Setelah menyerahkan selembar uang ratusan aku turun dan menyaksikan kejadian yang harusnya tidak aku lihat. Dewa, bukan, mobil Dewa masuk kedalam jurang dan beberapa alat derek berusaha mengambilnya. Lututku lemas, mulutku terlalu munafik untuk mengatakan bahwa aku mencintainya, hujan telah reda, tapi mataku terus mengalir penuh airmata. "Aku mencintaimu Dewa," gumamku.
"Aku salah! Aku pikir ayahmu yang membunuh Cinta, padahal dia yang berjuang menolongnya," gumamku lagi.
Aku menundukkan kepala, tak sanggup menyaksikan jasad Dewa yang ada didalam mobil.
"Aku tau," gumam seorang Pria.
"Dewa!" teriakku.
"Ya... Sayangnya aku belum meninggal," ucapnya.
Aku melihat kepalanya berdarah, tubuhnya juga mengeluarkan darah.
Aku memeluknya.
"Aku mencintaimu," bisikku.
"Aku tau, karena kita adalah pasangan yang terpisah, aku adalah Dewa dan Dewa selalu saja milik Dewi," bisiknya.
"Rumah pohon?" tanyaku.
Dewa mengangguk.
"Apakah kamu sudah lama tau bahwa itu aku?" tanyaku.
Dia hanya menganggukkan kepala.
"Kenapa kau tidak pernah mengatakan itu, bahkan ketika aku mengatakan sangat membencimu," ucapku.
"Karena cinta tidak butuh balasan, cinta hanya perasaan yang sama membahagiakan, bukan saling mengirim balasan," bisik Dewa.
*End*
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Member SPW
De TodoJangan ragu ungkapkan isi hatimu. Kertas putih bahkan tidak melarang tinta hitam menodai dirinya, jadi kenapa kamu harus takut dan ragu untuk menuangkan apa yang kamu alami ke dalam kertas puisi yang setia menemani? Ttd -Admin Mayla.