Perpustakaan, tempat lain di sekolah yang enak dijadikan tempat singgah. Dingin, free wifi, dan ruangannya tertata rapi. Dinding putih dengan interior minimalis membuat ruangan jadi terlihat lebih luas. Ada meja oval besar di tengah-tengah yang bisa dijadikan tempat membaca. Serta meja kecil-kecil di dekat jendela lebar yang memamerkan pemandangan langit di luar.
Lovatta memilih duduk di meja dekat jendela dengar earphone di telinga yang sebenarnya tidak mengeluarkan suara, hanya saja dia sedang dalam mode malas mengobrol. Lovatta fokus membaca novel yang disediakan perpustakaan sendirian. Via tengah bertemu wali kelas di ruang guru. Ketukan di meja membuatnya mengangkat kepala.
"Gue duduk sini," ucap Langit.
Lovatta kembali membaca mengabaikan Langit. Terserah Langit mau duduk di depannya atau duduk di lantai dia tidak peduli. Tapi Lovata kesal saat Langit mengetuk lagi mejanya. Dia hanya melirik sekilas lalu membaca lagi. Lovatta tidK mau merasa besar kepala atas apa yang terjadi semalam. Di mana Langit mengaku sebagai pacarnya dan keluarga sangat mendukung serta semua kenangan yang masih disimpan oleh Langit.
"Lov," panggil Langit, kali ini sembari menarik novel yang dia baca.
"Apa?"
"Jangan harap lo bisa nonton berdua Senja," ucap Langit lirih dengan wajah dicondongkan ke depan.
"Apa urusan lo?"
"Lo pacar gue."
"Mantan lebih tepatnya."
"Tapi lo kemarin minta balikan. Sekarang gue jawab ayo balikan."
Lovatta mengerutkan keningnya dengan mata kini fokus menatap Langit. "Lo sehat?"
"Sehat."
Seketika Lovatta terkekeh dengan reaksi Langit yang menjawab sehat dengan ekspresi serius.
"Kenapa?" tanya Langit.
"Ini hati bukan bola basket yang bisa lo mainin."
"Ini juga hati bukan novel yang bisa lo buka tutup seenak lo," balas Langit dengan nada dan ekspresi datar.
"Lo ngajak balikan apa mau ngajak ribut sih?" Lovatta sudah mulai kesal.
"Gue jawab ajakan lo yang minta balikan bukan ngajak balikan."
Lovatta diam beberapa saat, berpikir. Sebenarnya jantungnya sudah memompa lebih cepat sejak tadi hanya saja dia menahan diri untuk tidak berekspresi girang. Mengingat Langit pernah menyebutnya kambing. Tapi hati kecilnya tidak bisa bohong kalau dia masih sayang banget. Dia tidak mau gegabah dengan menolak, takut menyesal lalu tidak ada kesempatan lagi.
"Mikir apa?"
"Mikir mau jawab iya apa nggak."
"Yang kemarin minta balikan kan lo. Gue jawab iya. Apanya yang masih mau dipikir? Inget lo pacar gue!"
"Hah?"
"Nih, gue ke kelas dulu ya." Langit menyerahkan coklat choki-choki kesukaan Lovatta dan mencubit gemas cewek mungil di depannya. Langit meninggalkan Lovatta yang masih bingung dengan apa yang tengah terjadi.
Setelah Lovatta memahami, Langit sudah tidak terlihat. Seketika Lovata tersenyum lebar dan tertawa sendiri. Buru-buru dia mengetikan pesan pada Via mengabarkan statusnya yang mungkin sudah kembali berpacaran dengan Langit.
Lovatta menggigit bibir bawahnya menahan bahagia. Keluar perpustakaan masih dengan senyum dikulum. Dia lupa akan sakit hatinya tiba-tiba. Yang ada hanya rasa senang bukan kepalang.
"Heh, bucin! Gimana bisa lo balikan hah? Lo nggak ngemis-ngemis lagi kan?" Omel Via yang lari dari ruang guru setelah menyelesaikan urusannya.
"Nggak sama sekali." Lovatta menggeleng cepat. "Serius! Lihat nih muka gue, nggak bohong kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT KALA SENJA (Revisi)
Teen FictionVERSI REVISI Lovatta Zanna sangat mencintai kekasihnya yang sekarang sudah berstatus MANTAN. Lovatta menyesal telah meminta putus dari Langit Zayyan Edzard. Ingin kembali tapi Langit jelas-jelas telah menolak untuk kembali. Ingin melupakan tapi buk...