CLBK 14

21.1K 2.9K 248
                                    

Duduk bersebelahan tapi terasa berjauhan. Mereka saling diam hanya sesekali saling melirik. Tak ada yang membuka suara terlebih dahulu karena bingung untuk memulai. Selalu saja begitu.

"Gue bakal cari tahu siapa yang nyebarin chat lo," ucap Langit.

"Nggak perlu. Gue nggak mau nginget lagi. Jadi nggak usah dibahas lagi." Lovatta menutup telinganya. Benar-benar tak mau membahas sejarah kelam itu.

Langit mengangguk miris.

"Gue janji bakal bikin lo senyum lagi."

Sore ini terasa panjang, detik waktu yang berlalu seolah melambat. Tak Lovatta duga begini rasanya hampa hati. Langit senja tak lagi terlihat indah di matanya. Dekat di mata jauh di hati. Itulah keadaan saat ini. Lovatta meremas ujung roknya. Tak kuasa dengan situasi saat ini.

"Apa menurut lo jatuh cinta itu lelucon?" tanya Lovatta.

"Hah?"

"Kalau lo mikir gue masih suka sama lo, lo salah. Makasih udah pernah kasih pengalaman terbaik buat sisi romansa gue," ucap Lovatta sembari menunduk.

"Nggak perlu lo jelasin."

"Emang nggak penting sih buat lo. Tapi pmbelajaran banget buat gue. Gue sadar, gue harus tahu diri."

Langit mendengkus. "Sadar diri? Lo itu nggak tahu diri. Kalau lo suka Senja dari awal ngapain lo deketin gue? Biar ngerasa hebat? Lo lagi taruhan atau apa?"

Seketika Lovatta tercengang oleh ucapan Langit. Matanya merebak merah tanpa aba-aba. Dia menoleh menatap Langit yang menatap matanya dengan tajam. Dia kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Langit padanya.

"Lova," panggil Senja.

Lovatta menoleh sedangkan Langit memilih melihat ke arah lapangan.

"Kenapa?" tanya Senja yang melihat mata Lovatta yang memerah.

"Nggak pa-pa, tadi cuma jatuh." Lovatta tersenyum lebar tapi matanya tak bisa berbohong.

"Sakit?"

"Nggak. Lo udah selesai?" Lovatta mengalihkan pembicaraan.

"Iya, cuma bahas hal biasa."

"Lo nggak main?" tanya Senja pada Langit.

"Dia lagi sakit." Lovattalah yang menjawab.

"Oh. Kenapa lo?" Senja menepuk bahu Langit.

"Gue main dulu," ucap Langit lalu bangkit dari posisinya dan kembali bergabung di lapangan.

"Langit ngapain lo?"

"Nggak ko. Dia cuma diem dari tadi.

"Oh. Jangan benci sama Langit. Gue yakin bukan dia yang nyebarin."

Lovatta hanya mengangguk dan memberikan senyum lebar. Meski dari awal dia mencurigai Langit tapi dalam hati kecilnya dia juga masih tak percaya Langit setega itu. Langit tak mungkin sekejam itu.

Sekarang keadaan semakin seperti benang kusut yang sukit diuraikan. Ada nyeri saat Langit menuduhnya seperti tadi. Tapi dia tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Karena tak semua orang menginginkan penjelasan saat mereka telah meyakini sesuatu.

"Lova." Panggil Senja kedua kali karena Lovatta hanya diam menatap lapangan.

"Ya?" Lovatta menoleh.

"Sabtu besok main gimana?"

"Sorry. Sabtu gue udah ada rencana sama Via."

"Khusus cewek?"

"Yap! Khusus cewek," jawab Lovatta lalu terkekeh sendiri.

LANGIT KALA SENJA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang