CLBK 13

21.5K 3K 300
                                    

Lovatta menyelesaikan cuci tangannya ketika Tiara berdiri di sampingnya dengan senyum asimetris. Lovatta melihat Tiara dari cermin toilet di hadapannya. Terlihat wajah penuh cemoohan. Ingin mengabaikan tapi Tiara mengusiknya.

"Masuk kelas unggulan tapi ternyata lo itu stupid!"

"Bukan urusan lo."

"Urusan gue kalau menyangkut Langit. Tapi makasih ya, berkat kestupidan lo, semua tahu yang layak bareng Langit itu emang cuma gue."

"Mumpung ada cermin gede. Ngaca! Lo itu nggak cocok sama Langit. Mau lo memohon sampai jungkir balik juga nggak akan bisa. Lo cuma jadi boneka Langit buat bikin gue cemburu. Asal lo tahu aja," ucap Tiara lagi.

Lovatta menggigit bibirnya menahan diri untuk tidak menangis dan marah. Dia memamerkan senyum yang dipaksakan yang terlihat tidak alami.

"Oh ya, gue saranin ati-ati. Siapa tahu Senja juga cuma main-main. Makanya jadi orang jangan suka gede kepala. Ngaca dulu ok? Bye bye."

Kepergian Tiara meninggalkan luka. Air mata Lovatta tidak bisa dibendung lagi, dia segera mengusap air mata dan membasuh mukanya. Dia keluar toilet setelah yakin wajahnya sudah lebih baik. Tidak lagi memerah dengan mata penuh air mata.

"Lo dari mana aja? Gue cariin," tanya Senja dengan ekspresi khawatir.

"Gue baru dari toilet," jawab Lovatta tidak berani menengadah hingga Senja menundukkan sedikit badannya agar bisa melihat wajah Lovatta.

"Habis nangis?" Senja menggenggam sebelah tangan Lovatta.

"Nggak." Lovatta menggeleng.

"Pacaran jangan di jalan. Ganggu," ucap Langit yang lewat bersama Kala.

Lovatta langsung menarik tangan yang digenggam Senja.

"Lo dicari Kepala Sekolah," ucap Kala pada Senja.

"Gue ke ruang Kepsek dulu ya. Jangan nangis, Baby," bisik Senja lalu mengusap kepala Lovatta seperti biasanya.

"Baby?" ulang Langit sembari mendengkus setelah Senja pergi.

Tidak mau meladeni, Lovatta memilih pergi. Dia marah dan malu jika harus berhadapan dengan Langit. Marah pada dirinya sendiri yang terlalu cinta dan terlalu bodoh. Sungguh jadi pengalaman yang sangat berharga buatnya. Cukup sekali dia menjadi cewek terbodoh di dunia.

"Tunggu." Langit meraih lengan dan dagu Lovatta.

"Siapa yang gangguin lo?" tanya Langit sembari melihat kedua mata Lovatta yang meninggalkan jejak bengkak di bawah mata.

"Nggak ada." Lovatta menepis tangan Langit di dagunya.

"Lo nggak bisa bohong."

"Jangan ganggu gue lagi, bisa? Lo yang ganggu gue. Oh bukan, gue yang ganggu lo. Tapi gue udah nggak mau berurusan sama lo. Jadi lepasin gue!" Lovatta menarik tangannya tapi genggaman Langit lebih kuat darinya.

"Bukan gue yang nyebarin."

"Gue udah nggak peduli. Gue nggak mau inget itu lagi. Lepasin gue, Langit!"

Langit memejamkan matanya menahan diri. "Kenapa harus sahabat gue?" tanyanya putus asa.

Lovatta diam, memalingkan wajahnya.

"Gue lepasin lo. Tapi kalau lo bikin sahabat gue ngerasain apa yang gue rasain. Gue nggak segan-segan bikin lo nyesel kenal gue."

Langit melepaskan tangan Lovatta dan pergi dengan hati remuk. Matanya bahkan memerah tapi dia berusaha menutupi dengan mengambil napas panjang-panjang. Dengan begitu matanya bisa kembali normal dengan cepat.

LANGIT KALA SENJA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang