3

794 113 10
                                    

"Jadi sudah ada perkembangan?" Dimi berdecak kesal dia baru menjalankan tugas selama 3 hari dan sudah ditanya entang perkembangan. Ya jelas belum ada perkembangan lebih lanjut. Bahkan saat dia masih mengintai di depan rumah seseorang yang berbeda dengan alamat rumah gadis itu. Badannya rasanya begitu sakit harus tertidur di atas mobil ia merindukan kasur dan sekarang omnya menanyakan perkembangan yang benar saja bahkan tim yang dibentuk omnya dulu sampai sekarang belum membawa progres apa pun.

"Sudah, badanku remuk karena harus tidur di mobil dan balok dry es ini benar-benar sangat membantu," jawab Dimi sekenanya yang ia pun tahu itu akan membuat omnya, marah tapi dia tak peduli dia sangat lelah sekarang.

"Sudah kukatakan ada tim lain yang mengintainya dari jauh kamu cukup dekati dia cari tahu tentang ayahnya."

"Kalaupun kami dekat dia tak akan memberitahukan tentang ayahnya."

"Itu berarti tak cukup dekat."

"Memang harus sedekat apa? Menjadi temannya? Aku sedang berusaha sekarang dia bukan gadis yang mudah."

"Tidak, tapi menjadi kekasihnya."

"Om, om bener-bener udah gila."

"Dimi ini bukan sesuatu yang sepele. Kenapa aku memilihmu dibanding Jaeden karena aku tahu Jaeden mungkin akan menyukai gadis itu, tapi kamu. Kamu berbeda Dimi." Dimi menghela napas jelas sekali maksud omnya yang secara tak langsung mengatakan bahwa Dimi tak punya perasaan yang bernama cinta.

"Baiklah aku akan menyelesaikan ini secepatnya," ujarnya lalu pergi melajukan mobilnya sambil berpikir langkah selanjutnya untuk mendekati gadis itu.

Langit sore yang berwarna jingga dan juga hangatnya mentari sore yang hendak berpulang menjadi perpaduan yang sempurna untuk Rose menghabiskan diri duduk di bangku taman dekat tempat dia mengajar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langit sore yang berwarna jingga dan juga hangatnya mentari sore yang hendak berpulang menjadi perpaduan yang sempurna untuk Rose menghabiskan diri duduk di bangku taman dekat tempat dia mengajar. Dia memang belum pulang sejak jam mengajarnya selesai dengan alasan dia tak suka sendirian di rumah besar yang begitu sepi walupun kenyataannya sekarang dia duduk sendiri dan hanya beberapa orang saja yang tengah melakukan lari sore itu pun kumpulan manula.

Dia menghembuskan napas panjang seolah baru saja mengeluarkan beban bebannya lewat karbondioksida yang keluar dari mulutnya. Ya manusia ceria yang kadang judes ini juga memiliki masalah sendiri yang sampai sekarang belum bisa ia katakan pada siapa pun bahkan kepada Tian sekalipun.

"Sendiri aja Non?" Rose membuka mata dan menemukan seorang lelaki mungkin diusia awal 20an dan menurut Rose itu sangat mengganggu. Dia tak suka jika sore harinya tercemar oleh tukang genit seperti orang di depannya itu.

"Mas bisa liat saya?" Lelaki itu tampak tersentak kaget.

"Syukurlah saya udah duduk di sini berhari-hari, tapi nggak ada manusia satu pun yang bisa melihat saya. Pasti mas anak indigo ya?" Wajah orang itu langsung memucat dan berpikir pasti wanita di depannya ini adalah hantu, tapi dia perlu mengeceknya lalu tanpa sengaja dia melihat dua orang lelaki yang tengah jogging lalu memanggil keduanya.

✔The Perfect Lie Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang