Rose terbangun dengan rasa sakit dan perih yang pada bagian tubuhnya, mereka benar-benar memperlakukannya dengan kasar. Tapi, sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah apa ayahnya baik-baik saja? Apa Yovan masih hidup? Ia seakan tak peduli dengan nyawanya sendiri.
Seseorang datang menghampirinya, Rose tahu dia. Dia seseorang yang sempat ia lihat saat Bram menyekapnya, tapi dia tak tahu siapa namanya dan sebenarnya dia tak peduli.
Lelaki itu berjongkok lalu membuka lakban yang menutup mulut Rose lalu memamerkan senyum terbaiknya. Kemudian tangan lelaki itu mulai mengoleskan obat pada wajah Rose. Heran, memang ada penjahat yang mengobati sandranya?
"Aku paham jika Yovan menyerah pada tugasnya. Ternyata kamu secantik itu." Rose hanya menatap lelaki itu tak bicara sama sekali.
"Jangan khawatirkan ayahmu. Sekarang dia sedang bekerja dengan baik. Kamu bisa melihatnya saat semuanya selesai." Rose menangis ia yakin ayahnya mau menuruti bandit-bandit itu karena dia dan sekarang ayahnya akan menjadi bagian dari para kriminal itu hanya untuknya.
"Kumohon jangan buat ayahku jadi penjahat."
"Sss jangan menangis, aku tak suka melihatmu menangis dan aku bukan orang jahat Rose. Aku sedang mencoba memperbaiki dunia."
"Dengan membunuh banyak orang?" Lelaki itu mengangkat bahunya.
"Banyak manusia tak berguna yang sedang duduk di kursi yang tinggi tanpa melihat di bawahnya Rose." Rose tak merespon dia menangis.
"Kamu tahu berapa banyak orang yang menderita karena mereka? Aku tak bisa membiarkan itu Rose. Kita butuh pembaharuan."
"Tapi, tidak dengan membunuh. Akan banyak orang tak bersalah yang menjadi korbannya."
"Tenang saja setelahnya mereka akan mendapat kehidupan yang lebih baik di surga." Rose menunduk sebentar lalu menatap lelaki di depannya dengan pandangan yang berbeda. Gadis itu melihatnya tanpa rasa takut sama sekali.
"Biarkan aku bertemu dengan ayahku." Hembusan napas terdengar.
"Sure. Kalian bawa dia menemui ayahnya." Lelaki itu tak tahu bahwa hal itu mungkin akan menyulitkannya.
"Dad?" Rose memanggil ayahnya yang sedang mengetikkan sesuatu di komputer dengan beberapa lelaki yang menodongkan pistol padanya.
"Rose, kamu nggak apa-apa?" Josh hendak mendekatkan diri pada Rose, tapi lelaki berpakaian hitam itu menariknya.
"Jaga jarakmu pak tua." Lelaki itu mengangguk lalu tersenyum pada Rose, sangat miris melihat betapa menderitanya anak gadisnya hanya karena dia.
"Calme-toi, papa va nous sortir d'ici. Une fois que tout sera terminé, nous vivrons en paix. (Tenanglah, ayah akan mengeluarkan kita dari sini. Setelah ini semua selesai kita akan hidup dengan tenang.)" Josh mengatakannya dengan bahasa Perancis satu -satunya bahasa yang diketahui Rose setelah bahasa Indonesia, Minang dan Inggris.
"Je ne pourrai pas vivre en paix après avoir tué beaucoup de gens. Je pourrais aussi mourir de regret après avoir tout fini. (Aku tak akan bisa hidup dengan tenang setelah membunuh banyak orang. Aku mungkin juga akan mati karena penyesalan setelah kamu menyelesaikan semuanya.)" Rose membalas senyum ayahnya, tapi semuanya yang melihat juga sadar bahwa senyum itu sangat menyedihkan dan penuh keputusasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔The Perfect Lie
RomanceAgust Dimitri seorang polisi yang ditugaskan untuk mengawasi seorang putri dari ilmuan nuklir yang menghilang tanpa jejak, Rose seorang penulis dongeng anak - anak .Hingga hal tak terencanakan terjadi, dia mulai menggunakan hatinya. Haruskah ia meng...