Kebiasaan bangun tidur yang selalu dilakukan Rose adalah mengecek HP dan pagi ini seperti biasa dia kembali mengecek hpnya untuk melihat apakah ayahnya jadi datang atau tidak. Bukan apa-apa dia hanya belajar dari pengalaman masa lalu dimana saat dia sudah senang bukan main untuk menjemput sangat ayah bahkan ia harus bolos bersama dua kancrut saat tiba di sana ternyata ayahnya tak jadi pulang. Dan itu menjadi trauma sendiri karena mereka dalam hal ini Rose, Bastian dan juga Juna harus membersihkan kamar mandi yang baunya hampir membuat Rose pingsan sebagai hukuman mereka bertiga karena membolos.
"Ternyata bener nggak pulang," katanya lesu saat melihat pesan yang dikirim ayahnya.
"Ada apa?" Dimi keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah dan juga handuk kecil yang menggantung di lehernya.
Dimi memang tak pulang semalam dia menunggui Rose dan itu jelas membuat keduanya berdebat. Kejadian luar biasanya adalah Rose mengalah! Bayangkan seorang Gabriella Rose Vadger mengalah itu bagaikan menantikan komet Hayley yang datang hanya 76 tahun sekali.
"Kamu mandi?" tanya Rose pada Dimi yang menguarkan bau khas sabun
"Seperti yang kamu lihat," jawabnya sambil kembali duduk di sisi ranjang Rose.
"Ingin sesuatu?" tanya Dimi setelah melihat raut wajah Rose yang sedikit kusut, tapi tetap cantik pikirnya. Gadis itu tetap terlihat menawan walaupun rambutnya sudah tak rapi dan lepek.
"Bisa ambilkan aku sisir aku pasti seperti singa sekarang," katanya sambil memegang rambutnya.
"Sebentar." Dimi mengambil sisir bergigi jarang yang berada di atas lemari yang tingginya tak melebihi dada Dimi.
"Makanan datang," seru Rose saat melihat suster datang dengan nampan yang penuh makanan untuk sarapan Rose.
"Cuci muka dulu," suruh Dimi, tapi seperti yang kita tahu Rose tak suka mendengarkan orang. Dia tersenyum pada makanan dan membuka plastiknya dan itu membuat Dimi berdecak sementara suster yang sekalian mengganti infus itu hanya bisa berteriak dalam hati melihat Dimi yang mengelap wajah Rose dengan tisu basah sementara Rose sibuk membuka plastik yang membungkus mangkok sup. Namun, serangan boyfriend goal ala Dimi belum selesai, pria itu menyisir rambut Rose yang jika diibaratkan seperti rambut Anna di film frozen yang baru bangun tidur.
"Suster nggak pergi?" tanya Dimi sedikit aneh dengan tatapan perawat yang melihat mereka dengan senyum-senyum seperti perawan baru mau ditembak.
"Iya Mas," kata suster itu lalu pergi dari ruangan itu.
"Kamu mau makan juga?" tanya Rose sambil menyuapkan sup tahu dari rumah sakit yang ternyata enak, mungkin efek lapar.
"Aku nggak biasa sarapan berat."
"Emang biasanya sarapan apa?" tanya Rose tampak begitu nyaman saat Dimi menyisir nya dengan hati hati.
"Kopi." Rose menaruh sendoknya dan berbalik menghadap Dimi.
"Kopi nggak bagus buat lambung. Kalau diterusin bisa bisa kamu sakit. So, stop it." Dimi tersenyum dia tahu Rose sudah sedikit membuka hati untuknya.
"Aku akan berhenti minum kopi di pagi hari," kata Dimi lalu membawa kepala Rose untuk kembali melihat ke depan agar dia bisa kembali melakukan pekerjaan menyisir rambut coklat Rose.
"Kenapa semudah itu? Setahuku kalau kebiasaan sulit diubah."
"Aku akan berusaha karena kamu yang meminta." Ucapan Dimi hampir saja membuat Rose tersedak.
"Berhenti bersikap manis itu membuatku takut," ujar Rose yang malah mendapat tawa dari Dimi.
"Baiklah aku tak akan bersikap manis padamu," kata Dimi akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔The Perfect Lie
RomanceAgust Dimitri seorang polisi yang ditugaskan untuk mengawasi seorang putri dari ilmuan nuklir yang menghilang tanpa jejak, Rose seorang penulis dongeng anak - anak .Hingga hal tak terencanakan terjadi, dia mulai menggunakan hatinya. Haruskah ia meng...