Rose benar-benar sampai di tempat yang sudah dijanjikan untuk bertemu. Tak ada rasa takut apa pun saat dia memasuki kawasan gedung tua yang sepi dan terkesan seram itu. Yang dia pedulikan saat ini hanyalah keselamatan Juna, teman yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri.
"Kamu benar-benar datang." Muncul sebuah suara, namun Rose tak bisa melihat saking gelapnya dalam gedung itu.
"Dimana Juna?" teriak Rose hingga suaranya menggema.
"Tenanglah nona manis dia pasti akan selamat selama kamu mematuhi permintaan kami," katanya sementara Rose semakin waspada dia menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri walaupun ia tak bisa melihat dengan jelas sekarang.
Tak lama dari suara itu Rose dikagetkan dengan suara pintu yang ditutup dengan kencang lalu tak lama kemudian lampu yang menyala mendadak membuat matanya harus menyesuaikan cahaya yang datangnya tiba-tiba.
"Juna." Rose langsung berlari ke arah Juna yang terikat di kursi dengan wajah dan tubuh yang penuh luka.
"Ya Tuhan. Apa yang kalian lakukan padanya."
"Hanya sedikit main-main."
"Brengsek," katanya sambil menangkup wajah Juna dan Juna berusaha keras membuka matanya yang juga membengkak karena pukulan.
"Jangan mengumpat." Di antara banyak kata di dunia ini Juna malah mengatakan itu dengan senyum miliknya.
"Kenapa bisa gini sih?"
"Kenapa kamu ke sini?" kata Juna sambil mengernyit kesakitan saat Rose berusaha melepaskan tali Juna.
"Kenapa? Tentu saja karena kamu di sini! Dasar bodoh."
"Sana pergi," suruh Juna tapi jelas, sekali Rose masuk dia tak akan dengan mudah pergi.
"Aku nggak akan pergi tanpa kamu."
"Rose pergi aku mohon. Pergi dari sini." Kali ini raut putus asa benar-benar tergambar di wajah Juna.
"Aku nggak bisa maafin diri aku kalau kamu kenapa-napa," tambah Juna, tapi Rose seakan tak peduli. Tangannya sedang sibuk melepas ikatan Juna.
"Diamlah," suruh Rose tanpa peduli bahwa lelaki berwajah seram itu tersenyum ke arahnya.
"Sekarang aku ragu kalau hubungan kalian hanya sekedar sahabat." Rose sama sekali tak menggubris dia baru saja selesai membuka ikatan Juna dan kini ia membantu Juna untuk berdiri.
"Tapi, sayang sekali apa pun hubungan kalian, kalian nggak bisa keluar dari sini tanpa pertukaran."
"Kalian butuh aku kan? Bukan Juna, lepasin dia dan aku akan ikut kalian."
"Seperti yang sudah kuduga, kamu memang cepat mengerti situasi," kata lelaki itu yang kini mendekati Rose.
"Handphone," pinta lelaki itu dan Rose langsung memberikan salah satu hpnya.
"Pintar," katanya lalu menjatuhkan ponsel Rose ke lantai semen.
"Kamu ikut kami." Dia menarik Rose hingga Juna yang tadi disangga oleh Rose terjatuh.
"Juna," pekik Rose sementara Juna hanya bisa meringis kesakitan.
"Kalian nggak bakal dapet apa-apa kalau bawa dia, lepasin dia aku lebih berguna dibanding dia," kata Juna.
"Jangan dengarkan dia." Lelaki seram itu tersenyum meremehkan rasanya dia baru saja melihat drama di depannya.
"Tentu saja aku tak mendengarkannya, aku hanya mendengarkanmu cantik," katanya sambil memegang dagu Rose.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔The Perfect Lie
RomanceAgust Dimitri seorang polisi yang ditugaskan untuk mengawasi seorang putri dari ilmuan nuklir yang menghilang tanpa jejak, Rose seorang penulis dongeng anak - anak .Hingga hal tak terencanakan terjadi, dia mulai menggunakan hatinya. Haruskah ia meng...