Suara bising mengusik hati, membuyarkan lamunan angan yang melayang terlampau tinggi.
Tak ada lagi kicauan burung pagi, terdistorsi oleh kerasnya deru mesin kendaraan ibukota.
Aku kembali ke ksadaran nyata. Transjakarta, saat ini aku berada. Kuedarkan pandang ke seluruh penjuru ruang.
Di ujung sana, kulihat sepasang muda-mudi bercanda asmara, tak peduli banyak mata yang memandang mereka, seolah dunia hanya milik berdua.Bus sampai di shelter kedua setelah aku di dalamnya, pintu terbuka, sekelompok mahasiswa masuk dengan santai. Di belakangnya seorang ibu tua melangkah sedikit tergesa, lalu dengan tertatih wanita hamil pun menyusul dengan gontai.
Aku berdiri sudah cukup lama, tempat duduk sudah terisi semua. Si ibu berpegang erat pada tiang, pun wanita hamil yang sedikit bersandar di pintu kaca. Di sebelahnya kulihat seorang perempuan muda duduk santai memandang layar kecil di genggamannya.
Lalu, dia tertawa. YA! DIA TERTAWA!
Di sampingnya seorang pemuda bersikap acuh tak acuh pada suasana yg ada, dan pura-pura tertidur.
Aku ingat ibuku...
Aku marah dalam hati, kemana cinta di negeri ini? Mau di bawa kemana nasib negeri jika anak mudanya tak lagi punya rasa dan hati?Kalian tahu update film terbaru, hafal lirik-lirik lagu, bahkan hafal artis drama sampai ke ulang tahunnya, tapi memberi duduk untuk orang tua saja kalian tak mau.
Seolah kehidupan hanya hidup di layar kaca dan kalian tak butuh siapa-siapa di dunia.
Di layar ponsel murahan, kita berteriak sosialis, komunis dan mengaku nasionalis lewat lini masa, tapi menjadi apatis di dunia realita.Tapi kalian tahu apa yang lebih menggangguku? Ternyata kita telah mengkotak-kotakan Indonesia. Ini cina, kamu arab, dia kebarat-baratan, mereka boneka Amerika! kita sibuk bermain SARA.
Ingatkah kalian?
Ingatkah PANCASILA?
Ingat?
Atau hanya cantik artis korea yang kalian ingat?MERDEKA, MERDEKA, MERDEKA !!!
Sadarkah kalian, dulu pendahulu kita berteriak kata yang sama. Tak peduli Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali sampai Papua, mereka mengaku bersaudara lewat SUMPAH PEMUDA. Berbeda suku bangsa dan agama namun tetap satu nusantara, Indonesia.Bus berhenti di shelter kelima.
Aku turun dengan hati teriris, pedih, sesak.
Dengan tangis yang hampir meledak.Nasionalisme kalian bilang? Nasionalisme HAMPA!
Aku mungkin tak punya hak apa-apa untuk mengakimi.
Tapi izinkan aku sedikit berbicara, Aku ingin meminta maaf pada semesta, pada Indonesia.Indonesiaku, maafkan aku yang tak dapat memberi apa-apa.
Maaf, jika pada kenyataannya aku seperti mereka juga. Mengaku cinta, tapi tak berani berkorban dan memberi.
Tuhan seolah tak adil, DIA berikan negeri yang terlampau kaya namun menempatkan orang-orang bodoh macam kita di dalamnya.Bersabarlah negeriku. Jangan kau tumpahkan air matamu.
Biar bagaimanapun, aku meyakini satu hal,
Sampai kapanpun, SAMPAI KAPANPUN ! dan apapun yang akan terjadi.INDONESIA akan tetap ada.
INDONESIAku akan tetap abadi.
YOU ARE READING
Coretan usang pengembara makna
PoesieBerisi tulisan, puisi, catatan dll dengan susunan kata yang berantakan, pemilihan diksi yg tidak beraturan, dan terkadang sedikit picisan.