Pertemuan

371 167 15
                                    


Nah lansung saja ya gaes. Singkat cerita, gue benar-benar bingung, bolak balik Indonesia Singapore cuma cari yang mau dan cocok. Berapa pun itu gue bayar. Setelah 3 bulan, sudah hampir menyerah rasanya , iseng gue buatlah pengumuman di semua medsos yang ada.

Dan berselang 2 hari berikutnya ada notif WA yang membawa angin segar, gue baca dan benar ternyata ada orang yang rela donor ginjal tanpa syarat. Sebut saja Andre dari Indonesia. Akhirnya kami pun banyak bicara lewat chat WA dan menentukan kapan, dimana akan bertemu untuk membicarakannya. Sepakatlah kita untuk ketemu seminggu lagi di Jakarta.

Seminggu lamanya gue menunggu, dan lansung bergegas berangkat ke Jakarta di saat waktu yang sudah di tentukan datang. Di restoran yang di tentukan dengan bahagia lansung pesan saja semua yang enak disana, tapi kok dia datangnya lama ya, 2 jam gue nungguin gak datang juga, apa dia bohong ya? Itu yang ada dalam pikiran waktu itu.

Sudah setengah badmood, ternyata dari belakang ada yang nepuk pundak mengagetkan gue ,yang memang aslinya gampang kaget sih, hehehe.

Gue menoleh, lansung mata ini tertegun menatap seorang cowok yang tadi menepuk pundak gue, tampilan biasa saja tapi tetap keren menurutku.

"Hai, Vina ya? Salam kenal gue Andre.."

Dia mengawali menyapa terlebih dahulu.

"Eee.. ehh iya mas, silahkan duduk."

Gue menjawabnya dengan hati yang campur aduk rasanya.

"Lama ya mbak nunggunya?"

Lanjutnya bertanya sambil duduk di kursi samping gue.

"Iya lama banget sih loe, sudah 2 jam gue nungguin, hampir saja menyerah dan pulang, hufth...."

Gue menjawab pertanyaannya dengan sedikit jengkel.

"Maaf tadi jalanan macet, tau sendirilah mbak.. Jakarta gimana, kan gue dari Semarang.."

Dia mencoba menjelaskan sambil senyum. Dan manis juga sih menurut gue. Hehehe.

"Woy mbak... Kok melamun sih, ini boleh gue minum nggak minumannya?" sambungnya.

"Eehh, maaf.. boleh kok.. silahkan mas, dimakan lansung nggak apa-apa daripada nanti kelamaan malah jadi tidak enak makanannya."

Jawab gue kaget karena memang melamun sih gara-gara dia.

Mas Andre pun mulai minum dan makan dengan lahapnya. Mungkin dia laper ya, kan perjalanan Semarang-Jakarta itu melelahkan. Gue jadi kagum, kok ada juga lelaki yang baik seperti dia di dunia ini.

Selesai makan, gue mulai membuka pembicaraan yang serius.

"Mas, apa benar loe mau donorin ginjal loe?" tanya gue.

"Yapz, benar lah.. Ngapain gue bohong.. " jawabnya sambil senyum.

"Tapi kan nanti hidup loe tidak akan sama lagi kayak kemarin, apa siap kamu?" lanjut gue.

"Yakin, tenang saja gue ikhlas kok, walaupun tidak di bayar tetap ikhlas, kan hidup cuma sekali, manfaatkan sebaik mungkin hidup kita ini dong, loe butuh bantuan, gue cuma bisa bantu ini doang kok" jawabnya lagi.

Gue terharu, nggak sadar airmata sedikit menetes di sudut mata. Seumur hidup gue pun tidak akan bisa bayar budinya.

"Mbak.. kok malah diam.. gimana mbak? Kapan mulai operasinya?"

Dia bertanya lagi dan menyadarkan gue yang saat itu sedang melamun.

"Mungkin 2 minggu lagi mas, semua akomodasi dan fasilitas gue yang tanggung kok."

Gue menimpalinya sambil menyeka airmata yang tiba-tiba mengalir sedikit di sudut mata.

"Siap, nanti hubungi saja ya mbak, kapan pun gue selalu siap" lanjutnya.

"Makasih mas, sekali lagi makasih.. Oh iya nanti loe lansung pulang atau gimana?"

Gue mencerca dengan pertanyaan lagi untuk mencairkan suasana biar lebih akrab.

"Gak mbak, rencana gue mau nyewa tempat di daerah sini sih, biar besok cepat responnya" jawab nya singkat.

"Oh gitu.. Iya deh, gimana kalau nyarinya bareng gue nanti habis ini mas, kan kebetulan juga masih banyak waktu kok."

Lanjut gue sekaligus nawarin buat nyari kontrakan bareng, kan nanti bisa gue bayar sekalian, lagian tidak jadi masalah juga sih, karena dia sudah baik.

"Baiklah kalau loe mau barengin gue asal nggak repoet saja.. Hehehe."

Candanya sambil mengiyakan permintaan gue.

"Siipp.. Bentar ya mas, gue mau bayar dulu bon makanannya"

Kata gue lagi dan dia mengiyakan dengan anggukan kepala.

Setelah beres semua, kami lansung meluncur keliling Jakarta mencari kontrakan. Di dalam mobil, kami pun diam tanpa bicara, mungkin masih sungkan. Lalu tibalah kita di sebuah gang di sana ada rumah dengan tulisan di sewakan.

"Besar sih, cukup kalau untuk Mas Andre."

Itulah yang ada di benak gue sambil menghentikan laju mobil perlahan.

"Mas, maaf itu rumah kayaknya bagus untuk loe, gmn mau gak?" tanya gue.

"Waduh mbak, itu kan elite banget.. Gue tidak ada uang buat menyewanya." jawabnya.

"Nggak apa-apa kok ,nanti gue sewakan buat loe.. Kan loe udah bantuin gue.." rayu gue.

"Hmmm, baiklah.. Kalau memang tidak merepotkan sih.." jawabnya lagi.

"Okelah.."

Tanpa pikir panjang lagi , gue lansung ambil ponsel dan menelepon nomor yang tertera.

Sambil menunggu yang punya rumah datang untuk membahas soal rumah, kami pun tetap di dalam mobil sambil mainan ponsel masing-masing, karena suasana masih belum mencair seutuhnya.


(Thanks for support all😊😊)

Malaikat tak hanya ada di SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang