Setelah itu kami lanjutkan perjalanan menuju rumah sakit. Dan gak butuh waktu yang lama karena jarak mini market ke rumah sakit termasuk dekat.
Sesampainya di rumah sakit dan masuk, gue lihat Dhini sedang berada di kantin, karena letak kantin ada di ruang depan rumah sakit, jadi otomatis mudah terlihat pelanggan, dan kebetulan malam itu sepi, jadi gue bisa lansung mengetahui kalau itu Dhini.
Gue lansung mendatanginya dengan perlahan, lalu menepuk pundaknya, "Hayoo.. loe lagi ngapain?"
Tubuh Dhini melunjak kaget, "Astagaa.. loe itu ngagetin aja bisanya mbak.." teriaknya sambil mendengus kesal."Maaf..hehehe.. habisnya sih loe gak peka keadaan sekitar." kata gue sambil merangkul pundaknya dan melihat ke depan ,ternyata barang yang di belinya minuman soda dingin, dan permen karet.
"Hemat sekali ini anak" itu yang tersirat di pikiranku saat ini, antara bangga dan kasihan.
"Sudah gak tambah lagi tuh jajannya?" tanya gue sambil menawarkan makanan ringan yang lain.
"Gak deh, kan loe jg pasti sudah bawa banyak camilan toh mbak." jawabnya.
"Oke deh.. sini biar mbak yang bayar itu minuman sama permennya." kata gue sambil menyambar belanjaan dia lalu menuju ke kasir.Dhini hanya melihat tingkah gue sambil senyum-senyum sendiri. Setelah selesai, kami pun lansung menuju ruangan papi dirawat. Ternyata disana banyak dokter beserta perawat yang sedang memberikan obat dan makanan, karena biar steril memang sengaja gue minta mereka yang menyuntikkan makanan ke dalam selang alat makan untuk papi. Dan jujur selain itu kalau yang nyuapin makanan gue atau Dhini, juga gak bakalan sanggup. Itu malah akan membuat dada kami sesak dan nyeri pilu menahan rasa sedih juga takut.
Kami pun memberikan kesempatan mereka menyelesaikan tugasnya sambil duduk menunggu di sofa pojok kamar. Raut wajah Dhini yang tadi ceria berubah menjadi cemberut hendak menangis. Lalu gue berinisiatif menawarinya minuman yang tadi beli di kantin. Dhini menerimanya sambil senyum polos lalu meminumnya sambil menonton video dari HP-nya untuk mengalihkan suasana hatinya yang cemas.
Berselang waktu 10 menit, akhirnya selesai juga pelayanan dan perawatan dari pihak rumah sakit. Lalu dokter beserta perawat berpamitan kepada kami dan keluar ruangan. Setelah itu gue hampiri papi yang tergolek tidak berdaya di atas ranjang. Sampai ditepi ranjang gue genggam tangan papi, kecup keningnya, sambil berkata, "tetap kuat dan semangat ya pi.. waktunya sebentar lagi akan datang untuk kita kumpul di rumah.. untuk itu bersabarlah."
Dan gue baru sadar kalau Dhini sudah menangis di tempatnya. Lansung bergantian gue hampiri dia dan peluk untuk menguatkan hati adek kesayangan gue. "Sudahlah Dhin, jangan nangis terus.. nanti kalau di dengar papi, beliau jadi tidak bisa tenang pikirannya.. Dhini anak baikkan? dan tidak mau papi kenapa-kenapa?"
Dhini pun mengangguk perlahan sambil menyeka airmata dan ingusnya pakai jaket gue.
"Dihh, cantik-cantik jorok pula loe.." geram gue sambil menarik jaket hingga terlepas dari genggamannya. Seketika kami terdiam dan saling pandang, lalu tertawa lirih menyadari kekonyolan kami tadi."Oh ya mbak, loe sudah kabari belum teman loe buat on game 1 jam lagi." tanya Dhini.
"Duhh.. Kelupaan gue, bentar.." jawab gue sambil pencet-pencet HP mengirimkan chat ke Mas Andre tentang main bareng gamenya nanti. Dan sesuai perkiraan gue, dia lansung mengiyakannya."Sudah Dhin.. Rebesss.. Ehh beres.. Hehhehe" canda gue.
"Sipplah.. Mbak memang yang terbaik." jawabnya.Sambil menunggu 1 jam lagi, kami berdua saling senda gurau. Entah itu kami main tebak-tebakan, saling usil sana sini, yang penting itu asyik menurut kami. Karena jarang-jarang kami merasakan kebersamaan seperti ini.
(To be continued part 14)
KAMU SEDANG MEMBACA
Malaikat tak hanya ada di Surga
Non-FictionPerkenalkan gue vina, gadis tomboy abis. Tau gak kalian, malaikat itu bisa berwujud siapa saja, dan dimana saja. Contohnya yang gue alami, di saat ayah mengalami masalah di ginjalnya, dan perlu donor ginjal yang cocok. Ini sempat membuat frustasi gu...