Malaikat tak hanya ada di Surga Part 18

46 12 0
                                    

Di tengah perjalanan pulang menuju rumah sakit, kami sempatkan mampir ke mini market untuk membeli sejumlah makanan dan minuman ringan.

"Dhin, loe mau ikut turun nggak? Gue mau jajan nih.."

Ajak gue sambil membangunkan Dhini yang tertidur selama perjalanan.

"Mmm.. nggak mbak.."

Tolaknya, karena mungkin masih mengantuk gara-gara banyak minum tadi.

"Oke deh, gue tinggal sebentar ya.."

Gue pun lansung turun dari mobil meninggalkan Dhini yang kembali tertidur di dalam mobil. Di dalam mini market, gue mulai memilih beberapa makanan ringan kesukaan Dhini. Dan tidak lupa juga ice cream, gue pikir mungkin ice cream bisa mengurangi rasa mabuknya, karena itu salah satu jajanan paling favorite Dhini.

"Yupz, selesai sudah.."

Setelah mengambil beberapa ice cream, gue menuju ke kasir, dan selesaikan pembayaran.

"Bagaimana caranya untuk, meruntuhkan kerasnya hatimu..." (song by d'massiv)

Gue bersenandung lirih, sambil menunggu giliran antrian 2 orang lagi di kasir.

Cuma butuh waktu sekitar 6 menit, akhirnya giliran gue tiba dan lansung bayar semuanya. Setelah selesai, gue bergegas kembali ke mobil.

"Dhin, mau ice cream nggak?"

Goda gue sambil tempelkan ice cream ke pipinya.

"Emm... Ehh.. mauu..."

Sambil mengusap-usap matanya Dhini mencoba meraih ice creamnya, tapi gue tarik lagi dan itu membuat dia kaget membelalakan matanya.

"Idihh, manaa..."

Dhini merengek manja mengejar tangan gue yang memegang ice cream.

"Hahaha, iya iya.. nih."

Akhirnya gue nggak tega melihat tingkahnya, dan memberikan ice cream tersebut. Ternyata benar, kalau itu jurus jitu untuk pulihkan kesadaran dia kembali dari efek mabuk minuman yang di alaminya.

"Nah, gitu dong.."

Dhini pun mencibirkan bibirnya, sambil mengambil ice cream dari tangan gue dan membukannya.

"Mmm...mmm..srupzz."

"Enak nih ice greentea... pintar loe mbak pilihnya."

Dengan lahap dia nikmati ice cream kesukaannya dan puji gue.

"Ahh apa sih loe itu... kalau soal makanan atau ice cream selalu nomor satu.." cibir gue.

"Hehehe, haruslah itu..." jawabnya.

Gue hentikan pembicaraan, lalu mulai memacu kembali mobil menuju rumah sakit. Dan tidak butuh waktu yang lama, kami pun tiba di rumah sakit. Terlihat Dhini belepotan masih asyik makan ice cream yang ke-2 nya. Gue pun ambil tisu dan membantu membersihkannya.

"Dihh, kayak anak bayi saja loe.. belepotan kayak gitu" ucap gue.

"Hehehe, maaf.. Soalnya enak sich mbak"

Dhini menjawab dan berkilah, sambil merebut tisu dari tangan gue, lalu membersihkannya sendiri.

"Ya sudah, ayo masuk.."

Ajak gue sambil keluar mobil, sekalian membawa tas belanjaan tadi. Dan Dhini pun menyusul keluar lalu membantu gue menutup pintu mobil.

Dengan berjalan santai , kami melangkahkan kaki menuju ruangan papi di rawat, dan di sana telah menunggu pak sopir.

"Duh, lupa deh" pikir gue.

Karena gue lupa tidak membelikan makanan juga untuk pak sopir, maka sebagai gantinya gue kasih beberapa lembar uang.

"Ini pak, buat makan siang.." ucap gue.

"Terima kasih bu.." jawabnya.

Lalu dia pamit dan pergi keluar ruangan.

"Loe sih nggak ingatkan gue tadi Dhin."

Gue mengeluh kepada Dhini, karena masih merasa bersalah gara-gara kelupaan.

"Hadeh, gue kira tadi sudah loe bungkusin kok mbak, ya maaf.."

Dhini meminta maaf sambil merebahkan tubuhnya di sofa.

"Hmm, ya sudah nggak apa-apa, lagian tadi juga sudah gue kasih uang"

Jelas gue sembari menenangkan hati, melangkah menuju jendela, lalu duduk di dekat jendela dan melamun

***********************************

"Krinng...kringg...kringg"

Hp gue berdering.

"Mmm.. Hoamz.."

Gue menguap mencoba membuka mata setelah ketiduran di depan jendela sambil mencari-cari HP di tas.

"Halo..."

Gue angkat telepon dan menyapa orang yang menelpon.

"Halo mbak, loe kemana saja sih kok gue chat hampir 2 jam nggak ada balasan."

Ucap orang di seberang sana dan ternyata itu laki-laki.

"Ini siapa ya?"

Tanya gue yang memang belum sadar betul dari efek tidur tadi.

"Gue Andre.. Dih, baru 2 jam sudah pikun loe ya mbak."

Jawabnya, dan ternyata dari Mas Andre.

"Eh..Maaf mas..Gue ketiduran tadi dan ini kebangun karena telepon, jadi belum genap ini nyawa gue..Maaf"

Gue meminta maaf dan salah tingkah, karena kebodohan gue. Kenapa tadi nggak lihat nicknamenya dulu di HP, dan malah tanya. Jadi merasa malu gue.

"Oh begitu ceritanya, ya sudah nggak apa-apa mbak.. Maaf ya kalau gue sudah ganggu tidur loe." Jawabnya.

"Nggak apa-apa kok mas, lagian juga harusnya gue tadi kasih kabar loe dulu." jelas gue lagi.

"Iya sudah santai saja mbak.. di lanjut dulu tidurnya, gue sudah lega kok, kalau kamu baik-baik saja mbak."

Ucap Mas Andre dan ternyata dia mengkhawatirkan gue.

"Iya mas, terima kasih ya.. Sudah mengkhawatirkan gue disini.."

Gue berterima kasih sambil senyum-senyum sendiri.

"Ya sudah, gue mau masak dulu mbak.. Lapar nih, hehehe." pamitnya.

"Oke mas, masak yang enak ya.. gue juga mau pulang dulu, buat siap-siap besok pagi ke jakarta." Jawab gue.

"Iya mbak, hati-hati.. See you again."

Mas Andre mengingatkan gue, lalu mengakhiri teleponnya.

Gue menengok ke arah sofa, ternyata Dhini tidak ada di sana. Perlahan samar-samar terdengar suara nyanyian dari arah kamar mandi dan itu suara Dhini dan itu membuat gue lega.

Kalau semisal tadi dia dengar telepon antara gue dengan Mas Andre, mungkin dia akan berpikiran yang macam-macam soal kami. Dan bakal kena bully habis-habisan darinya. Gue pun lansung menghela nafas panjang, lega.

Sambil menunggu Dhini selesai mandi, gue mulai bermain game sendiri tanpa partner. Karena partner yang gue tanggapi serius di dunia game cm Dhini dan Mas Andre.




(to be continue part 19)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malaikat tak hanya ada di SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang