10.49—15 Maret
Haechan membuka kedua netranya setelah tertidur berjam-jam lamanya karena dokter mengatakan jika ia terkena Demam Berdarah.
Lelaki itu menoleh ke kanan dan kiri. Mencari keberadaan Shuhua. Namun yang ia temukan malah beberapa ranjang lain yang sudah ditiduri pasien di dalam ruang rawatnya.
Ternyata benar apa kata Shuhua. Mungkin sekarang rumah sakit ini sudah dipenuhi oleh korban tsunami.
Haechan mengerjap. Ia bangkit dari ranjang miliknya kemudian menyeret tiang infusnya keluar dari kamar.
Sepertinya tidak terlalu banyak korban yang dipindahkan ke rumah sakit ini, karena terbilang kecil dan fasilitasnya tidak selengkap rumah sakit di daerah lainnya. Setidaknya, korban di sini mungkin tidak sebanyak korban di rumah sakit lain.
Lelaki itu menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencari seorang gadis diantara kerumunan orang-orang yang berlalu lalang.
"Shuhua kemana, sih?" gumam lelaki itu sambil menggaruk rambutnya walau tidak merasa gatal sama sekali. "Mana lemes banget gue."
Bruk!
Haechan membalikkan badannya. Lelaki itu segera membantu seorang perawat pria yang tidak sengaja menabrak bahunya tadi sehingga berkas-berkas yang ia bawa berantakan ke lantai.
"Mas gak papa, kan?" tanya Haechan. Sedikit khawatir karena perawat didepannya itu sama pucatnya dengan dirinya. Mungkin karena kelelahan.
Perawat itu mengangguk sambil tersenyum simpul. "Maaf ya dek."
"Gak papa, mas." Haechan membantu merapihkan berkas-berkas yang lumayan banyak tersebut. Tiba-tiba lelaki itu membeku ketika dirinya mendapati beberapa lembar kertas yang sudah di jepit oleh penjepit kertas.
"Ini apa mas?" tanya Haechan tepat ketika perawat itu sudah merapihkan berkas-berkas. Sebenarnya ia sudah tahu, hanya sekedar memastikan jika apa yang ia baca tidak salah.
"Daftar korban, dek. Ambil aja saya udah ada banyak fotocopy-annya." Perawat itu sedikit mebungkuk. Membuat Haechan mau tak mau ikut membungkuk hormat. "Makasih, ya, dek."
Se kepergian perawat tadi, lelaki itu menundukkan kepala. Mulai membaca beberapa lembar kertas yang dijepit tersebut.
Seketika lelaki itu tahu mengapa ia tidak melihat Shuhua sama sekali.
09.17—15 Maret
Sanha terdiam di ranjang miliknya dengan perasaan yang bercampur serta tatapannya yang kosong.
Perasaan yang paling mendominasi adalah bingung dan frustasi.
Lelaki itu merapatkan bibirnya. Ia menatap Chaewon yang masih mondar-mandir menghampiri tiap perawat yang lewat di depan ruang rawat Sanha sambil meminta sesuatu.
Entah apa yang gadis itu cari. Tadi Chaewon mengatakan sesuatu padanya. Namun kapas yang menutup kedua telinga menghalanginya untuk dapat mendengar perkataan Chaewon.
Selang beberapa menit, setelah ia membungkuk kepada salah satu perawat, Chaewon menghampiri Sanha dengan senyum sumringah. Ada selembar kertas dan sebuah bolpoin di tangan gadis itu.
Chaewon duduk di tepi ranjang. Ia melirik Sanha sambil menunjukkan barang yang dibawanya. Gadis manis itu tidak kunjung menghilangkan senyumannya.
Chaewon kembali mengatakan sesuatu. Namun Sanha tetap terdiam. Alasannya, lelaki itu tidak mendengar apa-apa.
Gadis itu mengerjap. Menatap Sanha yang hanya terdiam. Tiba-tiba ia menunduk menatap selembar kertas yang ada di atas pahanya. Senyumannya luntur. Sanha jadi ikut sedih.
![](https://img.wattpad.com/cover/171244891-288-k673857.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sea Swallows Everything
Science Fiction❰WTSSE➖00's❱ ❝Apapun yang terjadi, we have to survive.❞ ©Shiyuma_chan, 2019