Busan, South Korea
07.54—14 Maret
Dua buah mobil dengan warna senada —hitam— melaju sepanjang jalan distrik Haeundae-Gu, Busan. Setelah sebelumnya berputar-putar mencari, sampailah mereka di salah satu supermarket, tepatnya —mungkin— satu-satunya supermarket yang buka saat itu.
Pintu sebelah kiri dari kedua mobil tersebut terbuka dan keluarlah beberapa orang.
Dari mobil pertama, turun seorang gadis berdarah campuran. Ia menatap lelaki yang duduk di kursi supir. "Lix, nitip mobil gue, ya?"
"Yoi." Pemilik suara bass tersebut menjawab singkat. Kemudian ia menutup kaca mobil dan kembali melaju memasuki Basement bawah tanah yang telah disediakan, diikuti satu mobil di belakangnya.
Enam pasang kaki tersebut melangkah memasuki bangunan di depan mereka. Suasana khas supermarket menyambut.
"Gue gak pernah kesini sebelumnya," celetuk pemuda berkulit tan bernama Kim Sunwoo. "Kenapa harus kesini, sih? Kan banyak supermarket kota yang lebih deket sama rumahnya Heejin."
Na Jaemin yang berjalan tepat di samping Sunwoo berdecak. "Alah bilang aja Lo miskin."
Nancy —gadis berdarah campuran itu terkekeh. "Ini supermarket terbesar dan terlengkap di Busan, loh. Perkiraan gue gak akan meleset."
"Denger tuh miskin. Eh Lo ngerti bahasa anak konglomerat, kan? Takutnya bahasanya gak level gitu."
"Banyak bacot Lo, Hwang Hyunjin." Lee Nakyung bersuara. "Kas nunggak 4 bulan aja sok punya duit segudang."
Sunwoo tertawa renyah. Merasa puas karena ada yang membelanya dengan cara memojokkan lelaki jangkung sipit bermarga Hwang tersebut.
Nakyung menatap dua orang di sampingnya dengan galak. "Gak usah ketawa woo. Lo juga sama aja."
Jaemin tersenyum senang. "Marahin terus, kyung. Seger banget pagi-pagi udah ada yang ribut. Gak demen gue kalian damai."
Nancy menarik lengan gadis dengan wajah polos nan menawan yang sedari tadi hanya tertawa kecil melihat perdebatan di sekitarnya ke arah barisan troli. Gadis bernama Kim Hyunjin itu tersentak pelan. Gemas sekali.
"Jin, menurut lu trolinya satu atau dua?" Tanya gadis itu bingung. Kim menoleh ke belakang, ke arah empat temannya, kemudian kembali menatap Nancy.
"Tanya yang lain aja."
Nancy menggeleng. Menolak saran Kim mentah-mentah. "Gak, gak. Ribet. Dua aja, deh, bawanya."
Supermarket itu di bangun dekat dengan pantai Haeundae, Busan. Saat mereka masuk ke dalam tempat pembelanjaan, di belakang ada beberapa barang yang terjatuh secara tiba-tiba.
Namun tidak satupun dari mereka yang menyadarinya.
🌊🌊
07.59—14 Maret
Bug!
"AW!"
Kim Chaewon tidak dapat menahan pekikannya ketika memar biru yang ada di dahinya kembali menabrak sesuatu yang keras. Gadis yang duduk di kursi penumpang itu segera meninju jok supir di depannya.
"Mau ngerem bilang-bilang dong!" Keluhnya. Chaewon meringis ketika jari-jari tangannya menyentuh dahinya yang berwarna kebiru-biruan di balik poninya tersebut.
Lelaki berdarah Australia yang memegang kendali setir melirik kaca spion singkat. "Sorry, sorry. Mobil depan berhenti tiba-tiba. Tapi gak benjol, kan?"
Chaewon mengangkat poninya ke atas. Matanya melirik kaca spion. "Gak benjol gimana biru gini."
Felix —lelaki yang duduk di kursi supir— mengernyit. "Siapa yang nanyain lo? Gue nanya itu jok mobil si Nancy benjol gak? Mahal nih."
"Si bangsat."
"Itu kepala lo kenapa lagi? Gak mungkin kejedot jok empuk sampe memar gitu."
Chaewon mendengus. "Semalem jatoh dari tempat tidur. Padahal gue kalo tidur, kan, diem."
"Alah." Lelaki bersuara bass itu berdecak. "Lo kalo tidur gak ada bedanya sama jarum jam."
"Tau darimana lo?! Ngintip gue tidur?!"
Felix terkekeh pelan. "Gak, ya. Keliatan dari muka Lo. Gak tidur aja ribet, gimana pas tidur."
"Ish!"
Felix tertawa setengah meringis ketika jari-jemari milik Chaewon menjambak rambutnya dari belakang.
"Eh iya maaf— anjir, won! Sakit— lepas dulu itu mobil depan udah jalan!"
Tepat di belakang mereka, Yoon Sanha mengetuk-ngetukkan kukunya pada setir mobil. Bibirnya bersenandung pelan mengikuti irama dari lagu yang dikeluarkan oleh radio. Sesaat kemudian lelaki kelewat jangkung itu mendengus.
"Lama banget," ujarnya. Sanha menatap ke depan, dimana mobil milik Nancy yang ditempati oleh Felix dan Chaewon.
Lelaki bermarga Yoon itu membuka kaca di sebelahnya dan mengeluarkan setengah badannya untuk melihat sesuatu yang menghalangi sehingga mobil di depannya berhenti.
Namun mobil berwarna putih yang jadi penghambat lajunya tersebut sudah berada jauh di depan mereka.
Sanha berdecak kemudian kembali memasuki seluruh badannya ke dalam mobil. "Si kembar-kembaran ngapain, sih, anjir?? Jangan-jangan in cast?"
Tangannya menekan tombol klakson berkali-kali dengan sedikit campur tangan dengan emosinya. Sanha itu mengantuk, semalaman bermain game sampai jam tiga pagi. Jadi lelaki itu ingin sekali cepat-cepat memarkirkan mobil kemudian tidur hingga teman-temannya selesai berbelanja.
Kembali lagi ke pasangan kembar-beda-ibu kita. Chaewon menarik kembali tangannya dan menoleh ke belakang. "Si Sanha berisik amat. Yaudah buru jalan, lix."
"Dari tadi juga gue mau jalanin mobilnya, nyet," gumam Felix pelan, takut jika Chaewon mendengarnya.
"Hah? Lo ngomong apa tadi?"
"Gak, kok. Gak ngomong apa-apa." Felix menginjak pedal gas
Chaewon menatap sekitar. Raut wajahnya bingung sekaligus heran. Persis seperti anak anjing yang baru lahir.
Lalu, apa yang gadis itu bingungkan? Jawabannya adalah basement yang sepi. Semua orang juga tahu —kecuali Sunwoo— jika tempat ini ramai pengunjung tiap harinya, bahkan di pagi dan malam hari sekalipun. Tapi kali ini berbeda. Hanya ada beberapa mobil di dalam sini.
Chaewon menatap ke depan. "Lix ini kita gak kedaleman? Banyak yang kosong itu ngapain ke dalem?"
Felix mengernyit. "Kenapa emang? Biasanya juga kalo main parkirnya di dalem, bahkan di pojok basement, kan?"
Benar juga. Chaewon sendiri bingung kenapa firasatnya mengatakan jika memarkirkan mobil di pojok basement adalah ide yang buruk? Setidaknya untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
When The Sea Swallows Everything
Ciencia Ficción❰WTSSE➖00's❱ ❝Apapun yang terjadi, we have to survive.❞ ©Shiyuma_chan, 2019