Siang hari tampak begitu terik. Pangit cerah tanpa awan sebagai penyumbat sinar matahari membuat udara sekitar begitu gerah. Jam istirahat kedua. Kantin dipenuh sesak oleh para murid yang hendak mengisi rasa lapar dan haus. Ada juga beberapa yang menjadikan Kantin tempat tongkrongan. Untuk catatan, Kantin di SMAN Garuda 01, alias Sekolah paling unggulan se-Jakarta memiliki fasilitas yang tidak bisa diragukan. Kantin di sana layaknya Restoran dengan harga menu yang menyesuaikan kantong siswa. Tempatnya berada di gedung yang terpisah dengan bangunan utama. Ada air conditioner yang membuat suhu ruangan begitu sejuk. Itu mengapa hampir setiap hari Kantin ramai, apalagi di hari yang seterik ini.
Caramel adalah salah satu dari sekian banyak murid yang hobi menangkring di sana. Caramel memang tipe cewek yang tidak tahan jika berada di ruangan sepi. Sekitarnya harus ramai. Atau jika tidak, dia yang akan membuat sekitar menjadi ramai. Memang jenis cewek yang barbar.
"Mel, gue penasaran nih."
Gerakan Caramel yang hendak menyendok baksonya terhenti. Gadis itu mendongak, menatap tepat di manik sahabatnya dengan sebelah alis terangkat. "Penasaran apaan, Va?"
Eva, atau cewek yang merupakan sahabat satu-satunya Caramel yang paling awet itu tampak mengendikkan kedua bahunya. "Ya ... lo itu suka nggak sih sama Alfian? Perasaan kemana-mana lengket terus. Dan lo tau 'kan kalau Alfian itu banyak banget yang naksir? Para cewek yang naksir Alfian itu nggak bisa deketin Alfian."
"Kenapa?"
"Ya karena takut sama elo!"
Caramel mendengus. Menyendok baksonya, lalu menyeruput susu cokelat dingin. Tampak tidak sedikitpun peduli dengan topik yang dibawakan Eva.
"Mel, lo kalo suka sama Alfian, kenapa nggak coba tembak aja?" saran Eva yang begitu mendadak. Sukses membuat Caramel hampir tersedak susu cokelatnya.
"Hah?" Caramel melongo. "Seriously? Masa iya cewek yang nembak duluan?!"
Eva berdeham, layaknya orang bijak. "Gini Mel. Zaman udah berubah. Sekarang, cewek sama cowok itu udah sederajat. Lagian, 'kan anti-mainstream tuh kalau cewek yang nembak duluan. Coba aja. Siapa tahu Alfian peka."
"Ian lagi bisa peka," Caramel bersungut-sungut. "Gue udah sering nyoba kayak gituan, Va. Nggak berhasil."
"Maksudnya?"
Caramel mencoba mengingat-ingat. Pikirannya berputar ke kejadian beberapa waktu lalu. "Ya ... kayak waktu itu ..."
"Ian, do you want to be my boyfriend?"
"Boyfriend? Bukannya gue emang udah jadi temen cowok lo ya?"
"Gitu ..." Caramel menghentikan ceritanya sesaat. "Ada lagi sih. Waktu itu ..."
"Ian, liat deh itu cewek sama cowok mesra banget ya? Coba kalau kita kayak gitu."
"Itu namanya dosa, Mel. Mereka masih pake seragam SMA dan udah melakukan hal yang seharusnya dilakukan oleh orang yang udah menikah. Di negara berkembang seperti Indonesia ini seharusnya―"
"YAK! Stop," Eva memotong cerita sebelum Caramel benar-benar mengatakan hal yang sempat Alfian katakan padanya. Ingatan Caramel terlalu bagus hingga bisa mengingat setiap kata yang keluar dari mulut Alfian.
Mata Caramel mengerjap dua kali. "Kenapa?"
"Ehm, gini," Eva membenarkan posisi duduknya. Dia menatap Caramel serius. "Alfian itu ... tipe cowok yang nggak peka, ya?"
Caramel mengangguk mantap. "Betul!"
"Nah, kalau dengan lo kasih kode kayak gitu aja dia nggak pernah bisa peka. Gimana kalau lo to the poin aja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Be Friend
Teenfikce"Karena kita memang tidak ditakdirkan untuk bersama." Kisah tentang Caramel, si cewek yang cuek bebek dan hits abis. Meski begitu, dia tidak suka sembarangan bergaul, apalagi berteman dengan banyak orang. Satu-satunya teman laki-lakinya hanyalah Alf...