Anak-anak pelangi

39 1 0
                                    

Langit Swarnabhumi begitu cerah, tidak menunjukan sebuah kesedihan.
Alamnya begitu istimewa dan selalu setia menyajikan berbagai pemandangan yang nyaman dipandang oleh mata. Tanah Sumatra, warisan Tuhan yang kaya namun, tidak dengan seluruh penguninnya. Sejarah membuktikan bahwa tanah ini adalah tanah surga Nusantara, di sinilah Sriwijaya lahir sebagai kerajaan terbesar bergelar Nusantara Satu kala itu. Rakyatnya, Rajanya dan seluruh komponen kerajaan hidup selaras penuh kebahagiaan di bawah pemerintahan Feodal. Namun kini, tidak semua masyarakat bisa menikmati warisan kekayaan yang melimpah itu,
keserakahan para kapital telah menjadikan mereka hanya sebagai budak produksi
dan tak banyak dari mereka lebih memilih tinggal di tanah kelahiran, kampung
halaman dan hidup dengan sumber hidup seadanya.

Nagari Janganti, sebuah desa kecil yang terletak diserangkaian Bukit
barisan di tanah Swarnabhumi, tepatnya Minangkabau Sumatera barat. Sebagaian keindahan ciptaan Tuhan di Swarnabhumi dapat aku lihat setiap hari. Sungai, danau, ladang, dan hutan masih tersenyum ramah terhadap seluruh masyarakat di sini. Tidak seperti di kota, sungai menjadi tempat pembuangan kotoran, danau begitu menakutkan, ladang hampir mustahil ditemukan, dan hutan begitu akrab dengan kebakaran. Semua masih begitu asri, alamnya, manusianya, dan eksistensinya. Aku bangga alamku masih sanggup tertawa ria.
Orang-orang sekitar sering memanggilku Dahlan, lebih lengkapnya adalah Dahlan Djamaris. Siswa tingkat akhir Sekolah Menengah Pertama Mungka 1
Minangkabau, Sumatera Barat. Seorang yang masih akrab dengan dunia kanak-kanak dengan ambisi yang begitu besar.

Aku dibesarkan oleh sebuah keluarga yang begitu sederhana dan memegang kuat ajaran agama islam. Ibuku seorang penjual nasi padang bungkus di Pasar Sangha, ia bernama Asda Harry. Perempuan kuat yang
membesarkanku seorang diri semenjak aku duduk di bangku sekolah dasar. Ayahku bernama Ahmad Hasan Djamaris, pria tangguh, tampan, dan gagah berani kata
ibuku yang meninggal sebelum aku mengenal lebih dalam arti keberadaan seoarang ayah.

Kami hidup dengan sangat sederhana dan penuh keterbatasan, dua rumah di ujung desa yang tepat berada di depan mushola menjadi tempat tinggal kami dan satu-satunya kerabat kami yang masih kami miliki. Kakak ibuku, Paman Idris beserta anak perempuannya Siharina. Hidupku dan ibu sangat sederhana, gubuk tua beratapkan tanah liat dan beralasakan tanah telanjang menjadi tempat yang sudah sangat nyaman untuk melindungi dari segala bentuk kekhilafan alam.

" Tidak mengapa, masih banyak orang diluar sana yang lebih tidak punya dari kita. Teruslah bersyukur nak!."
Wejangan ibuku yang selalu terngiang dalam benakku yang menjadikan diriku dengan mudah mengerti dan memahami hidup kami yang serba kekurangan ini.

Setiap hari, tepat setelah pulang dari mushola pukul 9 malam aku selalu membantu ibu memasak nasi padang bungkus untuk dijual keesokan harinya. Seharusnyaa, setelah sholat maghrib, mengaji, dan sholat isya pukul 7 malam aku bisa saja langsung pulang dan lebih awal membantu ibu, tapi aku harus belajar terlebih dahulu menginggat aku ini siswa tingkat akhir Sekolah Menengah Pertamma yang tidak lama lagi akan menghadapi ujian. Aku harus belajar di mushola, bersama sahabat-sahabatku Syahrir, Syahrizal, dan Arumnia Yoserizal karena hanya di sanalah tempat di desa kami yang di aliri listrik selama 24 jam.

Masing-masing rumah kami hanya di aliri listrik pada siang hari, selebihnya dialirkan ke Mushola yang lebih membutuhkan untuk kepentingan peribadatan masyarakat.

Malam membuat mata buta jika tanpa cahaya, ibu menghidupkan lampu teplok untuk menerangi kegelapan dirumah kami sebelum malam tiba. Setelah kembali dari mushola, seperti biasanya aku membantu memasak, segala bumbu telah diracik oleh ibuku sementara aku dengan pipa bambu menghidupkan api untuk memasak di dalam tungku.

Seandainya kelak aku menjadi orang sukses tentu tidak akan seperti hidupku ini, rumah mewah pasti kumiliki, kompor gas, sepeda motor, listrik dan semua dapat kubeli. Menjadi orang kaya, merawat diri ke salon untuk rebonding rambut dan pemutihan kulit , tentu aku akan lebih tampan dan dikelilingi permpuan-perempuan cantik dan seksi. Sangat menyenangkan sekali me jadi orang kaya.

" Dahlan, sudah belum itu apimu. Jangan suka melamun! " Tegur ibu melihat aku melampun kegirangan.

" Iyo mak, sebentar lagi ini."
Ibu datang menghampiri dengan bahan-bahan masakan di tampah gendongannya.

" Kamu ini mengalamunkan apa, tidak baik melamun malam-malam seperti itu."

" Hehe tidak amak, tidak ada apa-apa. "

" Nanti kesambet kau Dahlan " Ujarnya dengan setengah tawa terlihat pada wajahnya.

" Enak ya mak bila kita ni jadi orang kaya, tidak susah-susah seperti kita saat ini. "

" Bersyukur Lan, ingat pesaku. Masih banyak yang lebih susah dai kita ini. "

" Iyo mak, aku ingat selalu tu. Aku hanya ingin menjadi orang kaya kelak mak, tidak susah dan akan aku kelilingi dunia ini. Tidak mentok hanya lihat ladang, sungai, hutan dan gunung setiap hari, aku ingin melihat gedung-gedung besar di kota. "

" Haha Dahlan-Dahlan, makanya belajar terus sampe pintar biar bisa jadi orang kaya. "

" Tentu mak, belajar di musola dan berdoa juga di musola itu kan harusnya Allah mengabulkan doanya karena aku usaha dan doa sekali di rumahnya. "

" Aamiin ya Allah "

" Jangan lupa diri kalau sukses, ingat itu ya Lan apalagi dengan amakmu ini. " Imbuhnya dengan pandangan tetap teruju pada bahan-bahan masakan yang dihadapnya.

" Tentu mak aku tidak akan lupa diri, amak akan aku ajak ke luar negeri Singapore, Malaysia, Inggris dan semua. Amak boleh pilih mau kemana ? "

" Amak cukup Mekah Madinah. " Jawabnya sembari tersenyum manis kepadaku.

" Aku akan berusaha untukmu mak. "
" Aamiin"

" Itu air sudah panas belum, " imuhnya menanyakan air dalam manci yang terpanggang di atas tungku.

" Sudah mak,"

" Segera masukan daun talasnya ! kalau sudah, jangan lupa untuk di tiris bila sudah matang, setelah itu pergi tidur. "

Begitulah kegiatanku di malam hari. Ibuku tidur larut dan bangun pagi-pagi buta, sungguh hebat perjuangannya, sebenarnya bisa saja ia menikah lagi dengan usia yang masih muda dan wajah masih cantik namun dia memilih tetap dalam kesendiriannya. Entah ingin fokus untuk membesarkanku atau memang rasa sayang dan cintanya kepada suaminya yang begitu besar dan tak tergantikan, singkatnya dia luar biasa dan aku sangat bangga kepadanya.

Anak-anak Pelangi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang