Pagi-pagi benar, dengan cahaya matahari yang masih malu-malu menunjukan diri kepadaku. Sepeda bekas yang baru saja dibeli oleh ibu mulai aku kayuh dengan penuh semangat. Semangat untuk belajar dan semangat untuk selalu berdekatan dengan Arumnia di atas sepada ini.
Semenjak kami memamkai seragam putih abu-abu, kami menjadi lebih dekat. Tidak bisa kupungkiri perkataan yaang pernah disampaikan oleh ibu kala itu, tidak salah bahwa aku benar-benar suka kepadanya. Hari-demi hari kami kian dekat, Rizal dan Syahrir sadar betul akan kedekatan kami, seringkali mereka mengejek kami ketika bersama-sama. Kami satu sekolah kembali dan dengan demikian, semenjak Sekolah Dasar hingga kini Sekolah Menengah Akhir kami terus bersama dengan sekolah yang sama.
Selain berangkat dan pulang sekolah bersama, kami juga sering menghabiskan waktu belajar bersama, tepatnya hanya kami berdua. Rizal dan Syahrir memang teman yang baik, sangat mengerti keadaanku.
Ibu masih tetap berjualan di pasar dengan sepeda peninggalan ayah, dia semakin tua, namun raut wajahnya terlihat masih cantik dan awet muda. Dengan diringkusnya preman-preman tidak tahu diri itu, kini ibu bisa berjualan dengan aman dan nyaman.
Belajar, berjualan, dan membangun asmara terus-menerus berjalan selama dua tahun terakhir di masa SMA. Tidak ada yang spesial, selain bertambah dekatnya aku dengan Arum. Singkatnya semua berjalan seperti itu saja hingga menjelang aku lulus SMA.
Sudah teralu lama kita bersama dengan saling menutupi kejujuran rasaKita saling mencintai dalam diam?Atauakah saling diam karena ada cinta?Pada suatu hari, tepat setelah pulang sekolah. Aku mengajak arum untuk tidak pulang terlebih dahulu, kami pergi ke bukit biasa kita berkumpul bersama-sama. Niatnya ingin aku ungkapkan perasaanku selama beberapa tahun ini, memaksa hati yang masih takut. Senda tawa mengiringi perjalanan kami di atas sepada.
Entah mengapa, kala itu langit begitu indah dengan awan-awan yang bertaburan. Matahari terlihat seperti permata dan udara begitu sejuk dan menenangkan suasana.
Tidakkah pernah kalian rasa? Betapa kencangnya detak jantung ketika bersama orang yang kita suka? Begitupun denganku, di atas bukit dan menyaksikan sajian keindahan dari alam semesta seolah-olah dunia hanya milik berdua.
Beruda, duduk bersama di atas ruerumputan yang hijau menghadap gunung-gunung dan hijaunya hutan.
" Tumben sekali kau ajak aku kemari, ada apa? "Tanya arum sembari menikmati suasana alam kala itu." Tidak apa-apa, hanya ada sedikit saja yang perlu aku katakan kepadamu."" Pasti ada hal khusus, hingga hanya ingin menyampaikan sesuatu harus berdua begini."" Hehe, bisa saja kamu. " Jawabku tersipu sembari menggaruk-garuk rambur kriboku." Katakan Lan ! "" Aku boleh minta obat merah?"" Ha? Buat apa?"" Kakiku luka, aku sudah 3 kali terjatuh hari ini."" Loh kok bisa begitu Lan ?"" Aku kacau tanpamu Rum. "" Ahh gimbal ! "" Iya tau rambutku kribo, gimbal "" Eh,, gombal maksudku hehe. " Ujarnya sembari tersipu malu.
Aku sendiri tidak yakin akan diterima, belum pernah sebelumnya aku melakukan hal ini. Sungguh lebih sulit dari ujian matematika, fisika, dan kimia.
" Rum kalau aku tembak kamu, gimana?" Tanyaku dengan jantung yang berdebar kencang." Tak usahlah kau tanya, pasti matilah aku. "" Hehehe.." Senyumku kecut." Maksudnya bagaimana jika aku memintamu untuk jadi pacarku?"" Haa ? Sungguh-sungguh perkataan mu tadi Lan ?" Perkataan yang mana Rum ?" Bagaimana jika aku memintamu untuk jadi pacarku? "" Tentu maulah Rum. " Jawabku singkat." Bukan Lan bukan itu, maksudku kau bersungguh-sungguh dengan perkataanmu itu? "" Aku bersungguh-sungguh." Dia hanya tersenyum manis kepadakku, membuat rasa penasaran saja." Lantas bagaimana Rum? " Tanpa sepatah kata terucap, ia mengangguk tanda mengiyakan keinginanku. Sungguh aku bahagia." Aku tidak bisa berjanji untuk tidak menyakiti, tapi aku berjanji akan selalu bertahan walau aku tersakiti."
Begitu polosnya aku mengungkapkan rasa, tanpa kata cinta tanpa kata sayang. Akan tetapi aku tahu persis, tidak perlu aku katakan hanya perlu aku buktikan. Aku catat peristiwa ini dalam buku kecil kuningku, ini persitiwa penting.
Semngatku kian membara dalam belajar karena Arum, Bagaiman tidak? Setiaphariku selalu bersamanya, menatapnya, dan bercengkrama dengannya.
Kebahagiaanku tidak hanya berhenti sampai di situ. Duduk di kelas akhir Sekolah Menengah Terakhir, aku masih sering mengikuti perlombaan. Jelas, tidak pernah jauh-jauh dari menulis. Aku diminta oleh sekolah untuk mewakili dalam ajang perlombaan karya tulis ilmiah seSMA kabupaten limapuluhkota.
Dengan tema perekonomian, aku menganggkat judul " Pengaruh Kondisi Hidup dengan Prestasi Belajar Siswa" dalam karyaku. Aku merefleksikan diriku sendiri dalam karyaku, besar harap dengan hipotesa bahwa kondisi hidu yang serba kekurangan sepertiku ini sama sekali tidak memmupuskan haraan dan cita-citaku di masa depan dengan selalu belajar.
Benar saja, karyaku mampu menjadi juara pertama lomba karya tulis ilmiah tingkat SMA-se Kabupaten Limapuluhkota dengan hadiah yang cukup, yakni sekitar 3 Juta rupiah.
Dengan uang hasil lombaku, aku meminta kepada ibu agar menyewa kedai untuk warung makan padang di pasar. Itu akan jauh membuatku lebih merasa tenang melihat ibu berjualan dengan tempatnya sendiri dari pada menumpang lapak orang seperti selama ini.Syukur kepada Tuhan, tidak lebih dari satu bulan warung padang ibu resmi dibuka. Antusiasme pelanggan begitu tinggi, tentu saja merupakan hal yang membahagiakan bagi aku dan ibu.Semenjak itu, keuangan kami membaik dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak-anak Pelangi
Fantasy" Aku tidak bisa berjanji untuk tidak menyakiti, tapi aku berjanji akan selalu bertahan walau aku tersakiti" " Dengan situasi seperti itu, mempertahankannya seperti melukis untuk tuna netra. Secara teori indah, tapi itu benar-benar sia-sia." " Bebe...