Pagi-pagi sebelum subuh, ibu sudah berkringat dan sibuk karena serangkaian kegiatanya untuk bersiap berdagang nanti. Dia menjadi alarm setiaku, yang membuatku tidak pernah kehilangan hal yang lebih besar dan berharaga dari dunia dan seisinya, dua raka'at sebelum subuh.
Ketika barang dagangnya telah siap, ia selalu ambilkan satu bungkus nasi untuk sarapanku. Katanya, sarapan itu penting apalagi untukmu supaya berkonsentrasi dalam belajar dan terbebas dari kekurusan. Makan banyak tapi tetap kurus apa perlu makan 6 hari sekali.
Selesai, aku dan ibu berangkat bersama-sama. Ibu selalu mengantarkanku ke sekolah terlebih dahulu dengan sepeda tua peninggalan ayah. Aku mengendarai sementara ibu membonceng dibelakang. Setelahnya ibu mengendarai sepeda itu sendiri untuk berjualan ke pasar.
" Ayo Dahlan cepat keluarkan sepedanya nanti kamu terlambat. " Aku segera keluarkan sepeda dari dalam rumah segera berisap dan berangkat.
" Naiklah mak! ayo kita berangkat."
Seperti biasa, udara begitu segar dan langit begitu indah. Kurang lebih satu kilometer kami tempuh untuk tiba di sekolah dan pasar tempat ibu jualan tidak jauh dari sekolah.
Tiba di halaman gerbang sekolah, ibu ambil alih sepeda dan mengendarai dan berangkat ke pasar.
" Pamit ya mak , hati-hati di jalan"
" Iyo, belajar yang benar kau ya Dahlan supaya jadi orang kaya. "
" Amak duluan ya, Assalamualaikum "
" Walaikumsalam"Tak lama bel sekolah berdiring, tanda pelajaran akan segera dimulai. Anehnya siswa-siswa yang berada diluar terlihat berlari tergesa-gesa menuju sisi gerbang sekolah. Sontak aku berlari menuju sisi gerbang, penasaran ingin mengetahui apa yang senangterjadi. Terlihat krumunan orang di sisi gerbang, aku berlari menembus krumunan orang-orang itu.
" Amak !!" Terlihat ibu dan sepedanya terjungkal di pinggrir jalan serta barang daganganya berceceran. Aku dekati dan berusaha membawanya untuk duduk terlebih dulu.
" Kenapa bisa begini mak ? " Kakinya terlihat lecet dan sedikit berdarah.
Salah satu dari orang yang menyaksikan kejadian memotong dan menjelaskan kepadaku,
" Sepeda motor ugal-ugalan telah menyenggol sepeda amakmu sehingga terjungkal tanpa berhenti."" Dasar keterlaluan!" Seketika emosiku naik mendengar penjelasan itu.
" Sudah-sudah Dahalan, amak tidak apa-apa hanya kaget dan luka kecil saja." Ia usap darah pada lukanya dengan selendang yang terkalung di lehernya.
" Lantas bagaimana dengan barang dagangngan kita mak?"
" Sudah tak apa-apa, masih bisa dijual sebagaian, kan itu tebal pembungkusnya. Lebih baik kamu bantu amak mengambil nasi-nasi itu dan masukan ke keranjang."
" Tapi amak kan terluka"
" Sudah-sudah amak tidak apa-apa. Cepat ambil, lalu segeralah masuk."Dengan dibantu teman-teman yang ada di situ aku mengambil nasi padang bungkus yang berceceran karena sepeda motor kurang ajar itu. Setelah selesai, ibu berdiri dan menghampiri kami, dengan senyum manisnya ia katakan terima kasih kepada teman-temanku dan menyuruh segera masuk.
" Masuklah Lan, belajar yang benar! "
Ia memaksaku masuk ke sekolah karena pagi hampir menjelang siang, aku sangat khawatir dengan kondisinya.Ia mengayuh sepeda dengan rasa sakit, dengan bekas luka perih dan beban yang begitu besar. Kakinya terus mengayuh dengan mulut yang meringgis kesakitan. Dia terus bertahan, mau tidak mau, bisa tidak bisa. Dia terus berjuang
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak-anak Pelangi
Fantasy" Aku tidak bisa berjanji untuk tidak menyakiti, tapi aku berjanji akan selalu bertahan walau aku tersakiti" " Dengan situasi seperti itu, mempertahankannya seperti melukis untuk tuna netra. Secara teori indah, tapi itu benar-benar sia-sia." " Bebe...