42. Kisah Sebenarnya

1.9K 130 6
                                    

Siang ini panas matahari rasanya menusuk sampai ketulang. Selama beberapa jam pencarianya Arnan belum berhasil menempatkan dirinya di dua rumah sakit yang sudah ia datangi. Rumah sakit pertama ia tidak bisa diterima jadi dokter karena tempat yang ia inginkan baru saja terisi, sedangkan di rumah sakit kedua ia tidak bisa diterima karena jumlah dokter di rumah sakit itu sudah cukup bahkan lebih.

Arnan tidak mau menyerah begitu saja, mungkin bukan di dua rumah sakit itulah rezekinya. Sebelum kembali melanjutkan perjalanannya Arnan singgah disebuah masjid untuk melaksanakan shalat Dhuhur. Dalam doanya ia memohon agar Allah memudahkan langkahnya mencari rezeki.

Selepas sholat Arnan melanjutkan perjalanannya hingga akhirnya ia tiba di sebuah rumah sakit swasta. Dalam hati ia berharap agar di rumah sakit inilah tempat Allah menyiapkan rezekinya. Dengan tanggap Arnan langsung beranjak menuju ruang direktur rumah sakit itu.

"Kamu?" tiba-tiba seseorang menghentikan langkah Arnan.

"Iya?"

"Kamu suaminya Anum, kan? Ngapain disini?" tanya orang itu dengan nada tidak suka.

"Anda kenal dengan istri saya?" tanya Arnan.

"Tentu kenal-lah kalau bukan karena kamu yang merebutnya mungkin aku yang sekarang jadi suaminya,"

Arnan mengerutkan keningnya. Ada apa dengan orang ini? seperti itulah kira-kira pertanyaan yang timbul dari raut wajahnya.

"Maaf, pak saya tidak pernah merebut apapun dari anda. Sejak awalpun istri saya bukan milik siapa-siapa selain Allah," tutur Arnan tegas membuat orang itu kehabisan kata.

"Maaf saya permisi dulu," tutur Arnan lalu kembali beranjak menuju ruangan direktur. Disetiap langkahnya ia kembali memikirkan laki-laki itu. Sebenarnya ada hubungan apa dia dengan Anum? Arnan seperti pernah melihat orang itu tanpi entah dimana.

Tidak mau membuang-buang waktunya hanya untuk memikirkan hal tidak penting membuat Arnan mempercepat langkahnya. Setibanya di depan pintu Arnan merapikan bajunya lalu mengetuk pintu itu pelan.

"Assalamuaikum, permisi," ucap Arnan pelan, untunglah orang yang bersangkutan ada didalam ruangan.

"Iya, masuk" Suara orang dari dalam membuat Arnan segera masuk, "Silahkan duduk," tuturnya.

Selama beberapa detik hanya ada keheningan di dalam ruangan itu. Sosok orang yang ia yakini adalah direktur dari rumah sakit itu tengah sibuk membaca dokumen yang ada ditangannya. Tidak lama kemudian sang direktur meletakkan tumpukan kertas yang tadi ia baca.

"Ada urusan apa, pak?" tanyanya.

"Saya ingin mengajukan diri untuk menjadi dokter di rumah sakit ini, pak" tutur Arnan.

Bukannya membalas ucapan Arnan sang direktur mengerutkan keningnya dan fokus menatap wajah Arnan.

"Mana coba saya liat berkasnya dulu," pinta sang direktur.

Tak!!

Arnan tersentak kaget saat sang direktur meletakkan berkas Arnan dengan keras di atas meja, "Ada apa, pak?" tanya Arnan panik.

"Kenapa kamu baru datang sekarang?" bentaknya.

"Maksud bapak?"

"Oh begitu, setelah menolak ajakan saya sekarang kamu pura-pura nggak ingat juga?"

Arnan mengerutkan keningnya. Ia tidak tau apa maksud dari omong sang direktur.

"Kamu liat itu," pintanya seraya menunjuk sebuah papan nama yang ada di sudut kanan meja,"

dr. Arif Wijayanto, S.ked.,M.kes

Arnan membulatkan mata saat melihat nama itu, "Jadi...dr.Arif direktur rumah sakit ini?" tanya Arnan tidak percaya.

Anum (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang