45. Cemburu

1.8K 138 3
                                    

"Kalaupun ada hal yang akan memisahkan kita itu adalah kematian"

🌸🌸🌸

Lima bulan sudah Arnan menjabat sebagai kepala dokter bedah di rumah sakit Ibnu Sina milik dokter Arif yang juga merupakan dosennya ketika masih kuliah. Hampir setiap hari ia menghabiskan waktunya di rumah sakit yang membuatnya harus rela meninggalkan Anum sendirian di rumah karena Asiah yang beberapa hari lalu memutuskan untuk melanjutkan sekolahnya di pesantren, sedangkan Ibrahim harus berangkat ke sumatera untuk mengurus sawah dan kerbau-kerbau peninggalan Kakek dan Neneknya.

Sebenarnya Arnan tidak mau meninggalkan Anum, mengingat usia kandungannya sudah memasuki tujuh bulan. Arnan bahkan pernah tidak masuk demi menemani Anum yang tengah dilanda morning sick yang lumayan membuatnya khawatir.

Namun untuk kali ini Arnan akhirnya bisa sedikit bernafas lega karena sekarang ada Maria yang menemani Anum, Maria sendiri yang meminta agar bisa tinggal di apartement milik Arnan karena jarak sekolahnya yang cukup dekat.

Pagi ini Anum berencana untuk pergi menemui Arnan di rumah sakit. Ia berangkat menggunakan mobil yang dulunya selalu mengantar Maria kesekolah. Setibanya di rumah sakit Anum mengambil bekal yang sengaja ia buat untuk Arnan yang sejak kemarin menginap di rumah sakit.

Anum lalu menghampiri petugas di resepsionis, "Assalamualaikum permisi sus, ruangannya dokter Arnan dimana, ya?" Tanya Anum.

Petugas resepsionis itu tak menjawab, ia mengerutkan keningnya sembari terus memandang Anum, "Hmm, ibu mau ketemu dokter Arnan?" Tanyanya

"Iya,"

"Ibu sudah buat janji?"

"Hmm, memangnya harus buat janji dulu baru bisa bertemu dengan dokter Arnan?" Tanya Anum.

"Iya, bu"

Anum tediam sejenak, bagaimana caranya agar dia bertemu dengan Arnan bahkan ia memang segaja datang untuk memberikan kejutan untuk Arnan. "Kalau gitu boleh tidak saya minta tolong sama suster untuk memberikan bekal ini pada dokter Arnan?" pinta Anum, meskipun ia tidak bisa bertemu dengan Arnan tapi setidaknya bekal yang dibuatnya harus sampai ke Arnan.

Namun bukannya menerima permintaan Anum petugas resepsionis itu malah memberikan tatapan tidak sukanya, "Maaf, bu bukannya saya tidak mau menolong tapi memangnya ibu siapa seenaknya ngasih bekal untuk dokter Arnan? Saya tau bu dokter Arnan memang dokter yang baik dan tampan tapi ibu harus tau diri, cara ibu yang seperti ini tidak sepantasnya dilakukan untuk perempuan bercadar seperti ibu. Saya tau kok bu ibu pasti lagi cari perhatian sama dokter Arnan, kan?" Jelas petugas resepsionis itu dengan nada geram.

Anum terkejut dan membulatkan matanya, apa ia tidak salah dengar? Memangnya salah seorang istri membuat bekal untuk suaminya? Ada apa dengan suster ini? Anum hanya bisa diam, ia tidak tau haru berbicara apa.

Tiba-tiba seorang petugas lain datang menghampirinya, "Ada apa, sih Din?" Bisiknya pada petugas resepsionis tadi.

"Ini ada ibu-ibu yang datang minta tolong suruh aku ngasih bekal yang dia buat untuk dokter Arnan," tuturnya.

"Terus?"

"Yah aku nggak mau, lah"

"Loh kenapa?"

"Han, kamu tau sendiri kan hari ini untuk pertama kalinya aku juga buatin bekal untuk doktet Arnan,"

"Ha? tapi kan kamu dengar sendiri berita itu kalau dokter Arnan sudah punya istri gimana sih nanti kamu di sangka pelakor loh"

"Han itu, kan belum pasti kebenarannya"

Suster yang dikenal dengan nama Hana itu menghela nafas pasrah sambil melihat Anum yang juga sejak tadi mendengar pembicaraan mereka. "Terus gimana kalau ternyata ibu yang minta tolong sama kamu itu adalah istrinya dokter Arnan?" Tanya Hana.

Anum (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang