23. Masa Lalu 1

1.8K 123 10
                                    

"Sekali saja kamu mencoba untuk melakukan sesuatu yang buruk. Maka disitu pula setan telah menemukan kelemahanmu"

💮💮💮

21 Februari 2001

Seorang bocah laki-laki buru-buru mengambil sarung yang telah ibunya siapkan di atas tempat tidur. Ia menggerutu kesal karena terlambat bangun, ia bahkan kalah cepat dengan adik perempuannya.

"Yeh, malam ini aku bangun lebih dulu dari kakak" ucap sang adik kegirangan.

Bocah lelaki itu tak bergeming. Ia menatap datar pada adiknya yang masih memasang senyuman.

"Humph!, baru juga sekali kamu bangun lebih dulu dari kakak, biasanya, kan yang bangunin kamu itu aku" belanya.

"Sudah, sudah sekarang kita sholat" kata sang ibu.

Bocah lelaki itu adalah Ibrahim Hasan Malik dan adik perempuannya Anum Sabria Fazila. Malam ini, tepat pada pukul 02.00 dini hari, keluarga Pak Khardi secara rutin selalu menunaikan ibadah shalat tahajjud secara berjamaah bersama istri dan anak-anaknya.

Kala itu, keluarga kecil yang beranggotakan empat orang, hidup dengan penuh kebahagiaan dan keharmonisan. Ibrahim, sang kakak juga sangat menyayangi adik kecilnya yang masih berusia 8 tahun. Di mata Ibrahim, Anum adalah adik yang sangat ia cintai. Jika ada orang yang berani menyakiti adiknya maka ia tidak akan segan untuk berkelahi dengan orang itu.

Pernah suatu hari Anum baru pulang dari mengaji di masjid yang letaknya tidak jauh dari rumah. Di tengah jalan ada sekelompok anak perempuan yang menghadangnya, mereka mencoba untuk mengambil hadiah yang ia dapatkan dari udztasah karena telah berhasil menghafal 99 Asmaul Husnah.

"Siniin hadiahmu, itu sebenarnya bukan buat kamu" ucap salah satu temannya seraya menarik hadiah itu dari tangan Anum.

"Iih, itu punya aku, ustadzah Rini yang kasih" bela Anum.

Merasa risih dengan pembelaan Anum, salah satu anak perempuan yang tampak seperti ketua diantara mereka mendorong Anum sampai tangannya yang mungil memerah karena terkena bebatuan.

Anum sampai meringis kesakitan, ia berusaha bangkit untuk mengambil sesuatu yang merupakan haknya.

"Nuri! balikin hadiah akuuu" teriak Anum memanggil Nuri dan kawan-kawannya yang sudah kabur.

Sudah tak ada lagi yang bisa diperbuat Anum, hadiah yang tadinya ingin ia tunjukkan pada Ibrahim harus hilang karena direbut paksa oleh Nuri.

Baru saja Anum ingin kembali tiba-tiba sebuah bola melambung di atas kepalanya dan mengenai tepat pada belakang Nuri, "Aww!" ringis Nuri. Ia berbalik ingin melihat siapa orang yang telah berani melemparnya bola.

Mata Nuri membulat sempurna saat seorang bocah lelaki berdiri tegap di hadapannya, "Balikin hadiahnya, nggak?" perintah bocah itu.

"Nn..nggak mau" bantah Nuri.

"B..a..l..i..k..i..n"

Nuri tak menjawab, ia masih teguh pada pendiriaannya untuk tetap memiliki hadiah itu.

"Oke, kalau kamu nggak mau balikin, aku bakalan teriak kalau kamu sudah mencuri barang adik aku" ancamnya.

Nuri dan kawan-kawanna tersentak kaget mendengar ancaman bocah itu, "Nuri, balikin aja, entar kalau dia beneran teriak terus kita dikeruminin, kan bisa gawat. Nanti kalau mami sama papi kamu tau bagaimana?" bisik salah satu temannya, lalu diikuti dengan temannya yang lain. Dengan berat hati Nuri akhirnya mengembalikkan hadiah yang sudah ia sita ke Ibrahim.

Anum (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang