Third••

68 18 58
                                    

☆If It's Just A Dream☆•°°•°°•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☆If It's Just A Dream☆
•°°•°°•

Setelah memutar arah tujuan dan tiba di rumah sakit, Raehun langsung mendatangi ruangan tempat ayahnya di rawat dengan tergopoh-gopoh. Tak lupa masker hitam dan hoodie yang memiliki penutup kepala, masih setia menemaninya menerobos keramaian. Beruntung tidak seorang pun benar-benar menyadari sosoknya, sehingga kondisi rumah sakit tetap kondusif.

 Beruntung tidak seorang pun benar-benar menyadari sosoknya, sehingga kondisi rumah sakit tetap kondusif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketika lelaki itu membuka pintu bertuliskan nomor 4759, dua pasang mata langsung menyambutnya. Salah satu diantaranya melempari Raehun dengan tatapan sendu dan menyambutnya dengan pelukan. Mendadak suasana ini sempat membuat mata Raehun pedih. Tidak menyadari sudah lama ia tidak bertemu orang tuanya.

"Aboeji," panggil Raehun pelan, berusaha keras memukul mundur air matanya sendiri karena ia sangat emosional saat ini.

Perlahan pelukan ibunya mengendur, membiarkan Raehun mendekati ayahnya yang menanggapinya dengan senyuman lemah. "Aku baik-baik saja, Raehun-ah. Kau tidak perlu khawatir, ya?"

Penjelasan ibunya mengalir, menjawab segala pertanyaan yang hendak dilontarkan Raehun. Ayahnya memang sudah lama mengidap penyakit paru-paru, kondisinya yang sedang menurun belakangan membuatnya terpaksa dirawat. Padahal sebelum ini, lelaki ber-hoodie gelap itu tahu ayahnya bukan tipe orang yang lemah dengan penyakit.

Raehun merasa semakin emosional. Ia marah, lebih kepada dirinya sendiri. Merasa miris telah kehilangan banyak waktu kebersamaan dengan keluarganya sedangkan ia hampir lupa orang tuanya semakin menua. Selama ini, Raehun juga merasa tak bisa berbuat banyak selain membantu finansial keluarganya. Lelaki itu semakin tersadar, ia tidak mungkin bisa melepaskan pekerjaannya saat ini, mengingat kondisi orang tuanya yang tidak memungkinkan.

Dia tidak bisa egois.

Setidaknya untuk kali ini.

Meskipun dalam kondisi rumit seperti ini, akan sulit baginya untuk berpikir rasional. Apalagi, membuat keputusan penting. Namun ia telah mengorbankan banyak hal hingga saat iniㅡtermasuk waktu yang tak bisa kembaliㅡsehingga ia tak pantas menyerah begitu saja, bukan?

Crazy Big Dream Called 'Normal Life' × 97ℓTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang