☆The Missing Piece☆
•°°•°°•Gemerlap kota Seoul beserta hiruk-pikuknya yang seolah tak pernah redup, dirasa pantas merefleksikan bagaimana suasana sibuk yang belum padam di ruangan berukuran 10×15 meter ini. Kabel yang berserakan di lantai serta lampu-lampu khusus yang berfungsi sebagai lighting itu masih terfokus pada lelaki berahang tegas yang sesekali menyunggingkan senyum tipis, seraya menatap ke arah lensa yang terus membidik posenya.
Terkadang ada beberapa orang yang sibuk membenahi kembali rambut dan riasan wajahnya ketika sang fotografer meminta break sejenak. Tentu saja hal itu juga dimanfaatkan lelaki itu untuk rehat atau setidaknya mengambil napas sebelum kembali berkonsentrasi, karena hal yang paling diinginkannya, hanyalah sesegera mungkin menyelesaikan ini semua.
Entah sudah berapa foto yang telah dihasilkan dan tak terhitung lagi bagaimana fotografer itu tanpa menyerah memberinya arahan agar tampak semakin baik di balik lensa, lelaki itu juga masih memasang senyum terbaik dan tatapan meyakinkan, meskipun keadaan hatinya tidak demikian.
Oh, memang tidak ada yang tahu bagaimana keadaan hatinya kecuali dirinya sendiri atau lebih tepatnya, tidak ada orang lain yang peduli.
"Pemotretan selesai."
Akhirnya kalimat yang ditunggu-tunggu meluncur juga dari bibir sang director yang sedari tadi duduk di balik layar laptop, mengawasi tampilan berbagai hasil bidikan fotografer handal ini. Sontak lelaki itu tersenyum lebar, lega.
Kalimat itu juga langsung disambut tepuk tangan riuh yang tanpa sadar memenuhi ruangan itu. Membuat atmosfer menjadi hangat, semua orang saling membanggakan kinerja tim mereka sehingga target ini akhirnya selesai juga. Lelaki itu juga menunduk berulang kali, berterima kasih kepada semua kru yang telah membantunya.
"수고하혔슴다!" *)
"Raehun-ssi, kerja bagus!" ujar sang fotografer, menjadi orang pertama yang mendekati lelaki itu lalu menepuk pundaknya bersahabat.
Raehun menunduk, tersenyum sampai matanya menyipit. "Terima kasih juga atas kerjasamanya."
Setelah euforia itu berakhir, masing-masing dari mereka mulai berkemas. Tak terkecuali Raehun, setelah berganti baju dan mengemas perlengkapan yang sempat dibawanya, ia bersama manajernya langsung kembali ke mobil. Hari benar-benar sudah larut, meskipun kota Seoul tak pernah tidur.
Ia terdiam ketika menatap kerlap-kerlip lampu papan iklan melalui jendela mobil di sebelah kirinya. Sesekali menghela napas, melihat wajahnya terpampang di papan iklan besar salah satu pusat perbelanjaan terkemuka. Dia tersenyum bahagia di sana, seolah hidupnya benar-benar sempurna tanpa cela.
Sayangnya semua itu palsu.
Melihat bagaimana semua orang mengakui kerja keras dan pencapaiannya di usia muda. Ketika ia dikelilingi penggemar yang tidak pernah lelah meneriaki namanya dan selalu mendukungnya, jauh di dalam hati, lelaki itu justru merasa ada bagian yang hilang dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Big Dream Called 'Normal Life' × 97ℓ
Narrativa generaleKetika berhasil meraih mimpiㅡmemiliki harta dan ketenaran sebagai seorang idol, ia baru sadar bukan itu sumber kebahagiaan sebenarnya. Jelas, ada bagian yang hilang dari hidupnya. Ingin dicari, tapi entah apa. Lalu tercetus pertanyaan, "Bagaimana ji...