DELAPAN

91 17 0
                                    

Gue bersenandung bahagia setelah tugas gue kelar. Menunggu tugas gue selesai di print, gak ada salahnya buat nyari staples dulu. Eh? Kayaknya dibawa Kak Mingi deh kemarin.

"Trus foto yang lo upload di instagram tu foto mana?"

Pertanyaan itu sukses bikin gue diem di depan pintu.

"Lo inget kan dulu kita ada acara ke Bogor?"

"Yang waktu gue jadi panitia pas demam itu bukan?

"Nah, abis bantu lo ngurus semuanya, dia tiba-tiba ngajak gue foto. Yaudah, akhirnya ada foto gue berdua sama dia. Itu aja gue dikirimin sama dia buat di upload," jelas Kak Yunho di dalem.

Shit! Shit! Shit!

Gue gak tau harus ngapain. Haruskah gue masuk? Haruskah gue balik ke kamar?

Kriet ...

"Lho, Ra, ngapain?" tanya Kak Yunho di depan pintu.

Gue kelagapan nyari alasan. "Ha? Ngg ... anu, mau ngambil staples," jawab gue gugup kemudian cepet-cepet ngambil staples di meja Kak Mingi dan balik ke kamar.

Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kenapa harus ketahuan nguping si?! Eh, tapi gue kan gak sengaja.

"Ra! Nyari makan yuk!" ajak Kak Mingi.

"Sama Kak Yunho?" tanya gue memastikan.

"Nggak, kita doang. Gue dapet gocap dari Kak Seonghwa! Yuk buruan!" serunya.

Kalo nyari makan sama Kak Mingi tuh gak jauh. Cuma ke nasi goreng jagoannya di depan komplek. Sambil nunggu pesenan, gue menyibukkan diri dengan ngebacot di grup yang cuma ada gue, Wooyoung, sama San.

"Heh! Ada gue nih! Masa cogan dianggurin begini," protes Kak Mingi.

"Apaan sih, gue lagi bete," sahut gue.

"Bete mulu, gue panggilin Yunho nih biar gak bete," goda Kak Mingi.

"Bacot Kak!"

"Lo tadi denger kan?" tanya Kak Mingi setelah jeda agak lama.

Gue terdiam. Jadi Kak Mingi tau kalo gue lagi nguping.

"Keliatan kali bayangan lo di depan pintu. Lain kali kalo nguping pinteran dikit kenapa," omel Kak Mingi.

Nasi goreng kita dateng. Gue memilih diem sambil makan. Tapi Kak Mingi terus aja ngebacot.

"Bagus deh kalau lo udah denger. Jadi gue gak perlu jelasin kronologinya gimana bisa ada foto itu."

*

Karena semalem Kak Mingi ngajak nontonin horror, gue jadi susah tidur. Bangun pun mata gue udah kayak panda. Akhirnya gue jadi keburu-buru buat nyiapin buku.

"Kak Mingi!! Buru— lah, kok kosong?"

Gue terpaku mendapati kamar Kak Mingi udah kosong. Gue berakhir jalan ke kamar Kak Seonghwa buat nyari klarifikasi hilangnya Kak Mingi pagi ini.

"Lho, katanya kamu berangkat sama Yunho? Itu udah nunggu di depan," jawab Kak Seonghwa.

Ngerti emot senyum yang titik dua tutup kurung? Ya gitu, mata gue membelalak dengan senyum yang terpaksa dibuat. Asw! Udah tau gue kayak gimana sama Kak Yunho.

"Yaudah deh ... Dira berangkat dulu ya," pamit gue setengah ikhlas. Mending dianterin Kak Seonghwa tapi agak telat dari pada dibonceng Kak Yunho ke sekolah.

"Udah siap? Yuk berangkat!" ajak Kak Yunho kemudian naik motornya.

"Yuk," jawab gue sambil pakai helm. "Oh iya, Jojo berangkat naik apa Kak?"

"Jojo sakit, makanya gue bawa motor."

"Sakit apa?"

"Demam doang kok, jangan khawatir," jawab Kak Yunho kemudian nyuruh gue buat naik ke motor.

Seperti biasanya, Kak Yunho tuh gak pernah ngebut kalau bonceng gue. Tapi ini lagi gawat, bel masuk bakal berdering 10 menit lagi.

"Kak, sorry nih, bisa ngebut gak?" tanya gue.

"Pegangan dulu."

Gue mengeratkan genggaman di jaket Kak Yunho. Tapi sialnya, Kak Yunho narik tangan gue sampai memeluk pinggang dia. "Kalau gini gak bakal jatuh," ucapnya kemudian ngegas kenceng banget.

Asli, kenceng banget. Udah kayak Kak Mingi kalau ngebonceng pas malem. 120km/h itu gak cukup. Selama perjalanan gue cuma bisa istighfar karena horror banget cuy! Sekali jatuh mungkin gue tinggal nama doang. Bahkan selama perjalanan gue gak bisa bedain debaran jantung gue ini karena lagi nyabuk ke Kak Yunho atau karena gue takut mati.

Sampai akhirnya, ban motornya berenti tepat di depan sekolah gue. "Udah sampe," ucap Kak Yunho riang.

"Anjir, jadi pembalap aja lo, Kak," protes gue yang masih shock.

"Katanya suruh cepet," elak Kak Yunho. "Belajar yang rajin ya!" ucapnya sambil ngelus kepala gue kemudian ngelajuin motornya.

Anjir baper!

Setelah naruh helm di motor Wooyoung, gue jalan ke kelas dengan isi kepala gak pada tempatnya. Pikiran gue jadi kemana-mana gara-gara perlakuan Kak Yunho.

"Belajar yang rajin ya!"

Anjir! Bisa-bisa nilai ujian gue pagi ini berantakan cuma gara-gara itu.

"Pagi dugong!!!" sambut San dengan keringet yang ngucur di pelipisnya.

"Masih pagi udah keringetan aja lo, mana bau ketek lagi!" protes gue.

"Sini lo, gue ketekin!" San udah ancang-ancang tapi gue ngehindar duluan. "Jadi, gimana rasanya dianterin Kak Yunho?" goda San kemudian.

"Anjir, kok tau sih?!"

"Lo pikir halaman depan setertutup apa sampai gue gak lihat? Pake dielus segala lagi kepalanya. Cieee!!!" San lari ke kelas.

"Heh! Jangan bikin gosip lo anjir!!"

*

"Yunho!"

Suara itu lagi. Rasanya mau Yunho bungkam aja biar dia gak denger suara itu lagi.

Yunho masih terus jalan ke arah kelas, tanpa berhenti nunggu yang manggil di belakang.

"Eh eh, kok buru-buru sih, mau kemanaa!" protes dia yang dibelakang.

Yunho malah lari ke kelas karena saking gedeknya. Tapi nihil, di depan udah dicegat tiga cowok yang notabenenya coolkids di sekolah ini.

"Mau kemana? Gak denger dipanggil sama Gisel?" tanya ketuanya, Dyata.

"Gak penting."

Langkah Yunho dihalau lagi. Gagal masuk kelas lagi.

"Ada apaan nih?" tanya Mingi yang baru aja kelar main basket.

Dyata malah ketawa kecil kemudian bersikap seolah ngebersihin baju Yunho, "Kotor. Gue cabut dulu ya!"

Mingi sama Yunho ngelihat tiga orang itu dengan tatapan tajem. "Brengsek!" umpat Yunho.

"Kayaknya gak beres nih," prediksi Mingi.

"Udah, jangan diurusin. Awas lo balik lagi kayak dulu," ancam Yunho kemudian ngajak Mingi masuk kelas.

*

"Kejar aja terus. Kalau dia mulai—"

"Gue capek ya kayak gini terus," protes Gisel.

"Kalau lo capek, inget, hutang orang tua lo gak akan terbayar hanya karena lo capek."

[]

PRINCE OF MY CHILDHOOD - JUNG YUNHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang