Part 1: Teringat

70 21 23
                                    

"Bila hati terluka karena cinta, maka ketika itu sebenarnya Allah menginginkan kita untuk bersikap dewasa"

--Fikrah
                               ***
Fikrah duduk dibangku taman tempat dimana ia berlatih bermain panah juga berkuda. Ia bersandar sembari memejamkan matanya, menikmati lembutnya angin yang menghembus secara perlahan dan membuat hijabnya yang panjang terlambai-lambai sangat tenang.

Dalam hati Fikrah, ia sangat mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan padanya saat ini hingga sampai dimana ia harus meninggalkan dunia yang fana ini di suatu masa depan nanti.

Tetapi dalam pejaman mata yang tenang, pikirannya kembali masuk pada masa silam. Masa dimana ia mengalami keterpurukan dan merasa sangat sulit untuk bangkit dari semua itu.

Flash back on

Barra: "Fik.. Gue mau jujur sama lo"

Fikrah: "Tentang apa Barr?"

Barra: "Tentang perasaan gue ke lo"

Fikrah: ...

Barra: "Gue akuin sama lo, kalo gue suka sama lo.. Tapi rasa suka itu cuma sesaat Fik, dan gue deketin lo bukan karna gue beneran serius sama lo.. Gue cuma penasaran sama sikap asli lo Fik. Dan selama gue bareng sama lo, lo emang gak jauh beda sama perempuan pada umumnya, dan gue bosen sama cewe yang kelakuannya kayak gitu.. Jadi gue minta maaf sama lo Fik, gue gak bisa lanjutin hubungan ini.. Gue harap lo bisa ngerti apa yang gue rasain saat ini Fik"

Setelah mengatakan itu Barra pergi tanpa pamit, meninggalkan Fikrah yang mulai meneteskan airmatanya sembari menatap kepergian Barra.

Fikrah: "Hiks.. Hikss.. Hikss.. Barra, kenapa saat aku udah cinta sama kamu, kamu pergi ninggalin aku?? Kenapa kamu sejahat itu Barr??"

Hari-hari Fikrah terasa sangat kelam untuk dijalani, semuanya terasa sangat menyakitkan. Melupakan Barra adalah hal yang tersulit untuk Fikrah lakukan, ia ragu bila harus membuang perasaannya pada Barra.

5 bulan Fikrah berada di ambang keterpurukan, semuanya sangat mempengaruhi kehidupan Fikrah. Nilainya di sekolah yang mulanya adalah nilai tertinggi, saat ini nilainya merosot.

Eskul karate yang mulanya ia sangat antusias mengikutinya terpaksa harus keluar dari karate itu. Karena ia tak ingin melihat Barra.

Hanya dengan mendengar namanya saja Fikrah merasa ingin menangis sejadi-jadinya karena teringat akan kalimat yang sangat menyakitkan yang diucapkan oleh Barra, apalagi jika harus melihatnya Fikrah tak tahu apa yang akan ia alami jika harus bertemu dengan Barra.

Penurunan nilainya membuat seluruh keluarga mengintrogasi Fikrah, mereka semua kecewa pada Fikrah. Dan Fikrah merasa sangat bersalah dia tak bisa berkata apapun kala ayah dan ibunya memarahinya selain menunduk dan meneteskan airmata.

Perkataan yang dikatakan kedua orangtuanya memanglah benar, hingga akhirnya Fikrah tak kuat untuk mendengarnya lagi, Fikrah berlari ke arah kamarnya dan menangis sejadi-jadinya dalam kamar itu. Menumpahkan segala sakit hatinya, meluapkan amarahnya yang sempat tertunda.

Semua orang sangat heran sekaligus merasa kasihan pada Fikrah yang terus berada dalam keterpurukan yang sangat parah.

Rayyan, kakak Fikrah dengan sigap langsung mengikuti Fikrah dan berniat untuk menghiburnya.

Rayyan melihat Fikrah yang sedang memegang boneka beruang yang besarnya hampir menyamai badan Fikrah.

Rayyan: "Fik.. Udah dong, jangan nangis lagi"

Fikrah: "Hiks.. Hikss.. Hikssss"

Rayyan: "Buat apa sih lo mikirin cowo berengsek itu?"

Fikrah: "Dia baik kok kak hikss.. hiksss.."

Rayyan: "Lo bilang dia baik Fik??"

Nada bicara Rayyan naik beberapa oktaf, hingga Fikrah terdiam sejenak karena terkejut. Beberapa saat kemudian Fikrah menatap tajam kakaknya itu, merasa bahwa Rayyan akan kembali memarahinya layaknya ayah dan ibunya tadi.

Rayyan yang mengetahui pikiran Fikrah segera memeluk Fikrah erat, tak mau jika adik bungsunya merasa sendiri karena tak ada satupun orang yang berpihak padanya. Perlahan tangis Fikrah mulai reda, hatinya mulai tenang. Rayyan pun mempunyai kesempatan untuk berbicara pada Fikrah.

Rayyan: "Maksud kakak tadi, bukan berarti Barra gak baik Fik.. Kakak tau, pada dasarnya manusia memang memiliki sikap baik.. Tapi Fik, kalo emang dia baik dia nggak bakal buat kamu seterpuruk ini ke kamu.. Kalo dia emang sayang sama kamu pasti dia gak akan pernah ngajak kamu buat menjalin cinta yang haram.. Dia pasti gak akan buat kamu terjerumus Fik" ujar Rayyan lembut sembari mengelus puncak kepala Fikrah

Fikrah mencerna perkataan kakaknya, dan hatinya perlahan menerima apa yang dikatakan oleh kakaknya.

Rayyan: "Yaudah, sekarang kamu wudhu terus sholat dua rakaat.. Curhat sama Allah, nangis sama Allah kakak jamin setelah itu kamu ngerasa lebih tenang" hiburnya sembari tersenyum

Rayyan: "Kakak tinggal dulu ya.. Jangan mewek mulu, ntar cantiknya ilang sayangkuu" ucapnya sambil menyubir pipinya, Fikrah merasa jijik melihat tingkah aneh kakaknya itu. Namun, seaneh apapun kakaknya Fikrah sangat menyayanginya, dan Fikrah merasa sangay beruntung memiliki kakak seperti Rayyan.

Rayyan pun berlalu pergi meninggalkan Fikrah dengan senyuman, begitupun sebaliknya.

Fikrah melakukan apa yang disarankan oleh kakaknya, dan ternyata memang benar. Setelah itu, Fikrah merasa lebih tenang karena telah mencurahkan segala isi hatinya pada Allah

Fikrah mulai berpikir jernih, ia tak bisa terus terpuruk seperti ini. Jika Barra bisa mengatakan semua hal menyakitkan itu padanya, kenapa ia tak bisa bangkit dan menunjukan bahwa dia bisa hidup tanpa Barra??

Kenapa harus semenderita itu ditinggalkan oleh seseorang yang belum tentu ia adalah takdir yang tepat untuk hidup Fikrah kedepannya nanti.

Demi mendapat motivasi Fikrah berpikir untuk menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat dan membuat hatinya bahagia tanpa adanya seseorang yang menempati hatinya. Fikrah ingin menikmati hidupnya sendirian, sebelum Allah mendatangkan seseorang yang bisa mentunnya ke jalan Allah. Maka hatinya akan ia kosongkan demi mendapatkan seseorang yang lebih baik lagi.

Flash back off

Lamunannya terbuyarkan karena getaran dan suara handphone-nya. Panggilan masuk dari kakaknya.

Fikrah: "Assalamu'alaikum, halo ada apa kak?"

Rayyan: " Wa'alaikumussalam Fik, cepetan pulang! Ayah sakitnya makin parah, kita mau bawa ayah ke rumah sakit"

Fikrah: "Innalillahi, iya kak.. Fikrah langsung pulang sekarang, Assalamu'alaikum"

Rayyan: "Wa'alaikumussalam"

Hati Fikrah mulai dilanda kecemasan yang mendalam, ia takut ayahnya krnapa napa.

Tetapi, ketika ia hendak berdiri untuk pergi Fikrah tak sengaja menyenggol barang, hingga barang itu terjatuh dan dengan refleks Fikrah melihat barang itu dan menelusuri sekitar, barang kali itu adalah milik seseorang yang tak sengaja tertinggal.

Namun, hasilnya nihil tak ada siapapun disana selain dirinya. Hingga akhirnya Fikrah pun mengambil barang itu dan akan mengembalikannya jika bertemu dengan pemiliknya.

Fikrah pun pergi dari tempat tersebut dan segera pulang untuk mengantarkan ayahnya pergi ke rumah sakit.

Assalamu'alaikum semuanyaa saya update nihh, jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote and comen cerita aku yaa.. Oh iyh doa'in bisa update tiap hari buat bulan ini aja, makasih atas perhatiannya.. Tunggu saya di part selanjutnya yam byee

Setitik RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang