09. Kacau

13 1 0
                                    

Suara serpihan kaca berdenting dengan nyaring beradu dengan teriakan-teriakan yang mengalun dengan indah.

"Kau istri tidak berguna! Semua masalah ini disebabkan olehmu. Sialan! Kenapa kau harus melahirkan anak itu, hah?!" wajahnya yang sudah memerah seperti bata terlihat semakin menyeramkan dipadu dengan bola mata yang ikut memerah karena amarah.

Susan sedari tadi terisak mendengar amukan api amarah yang Damian luapkan kepadanya. Semarah ataupun sekasar apapun pria itu kepadanya, ia tidak pernah mencoba melawan. Ia menjadi lemah karena cinta.

"Stop, dad! Stop please!" mohon Andrea memelas. Wanita hamil itu sedari tadi mencoba meredamkan perseteruan yang terjadi atau lebih tepatnya semburan lahar panas yang dimuntahkan oleh Damian.

"Aku benar-benar tidak mengenali mu, dad. Kemana perginya pria penyayang yang dulu pernah ku kenal?!" sarkas Andrea sambil mengusap pundak Susan yang masih terisak di pelukannya.

"Pria bodoh itu sudah lama mati!"

Jawaban itu datangnya bukan dari Damian ataupun Andrea. Pria tua yang berstatus sebagai suami Susan sekaligus ayah Andrea itu, tampak terkejut melihat keberanian Susan.

"Dia sudah lama membusuk dan terkubur dalam kebencian. Jangan pernah berharap dia akan kembali." Susan mengakhiri isakannya. Ia mengapus dengan kasar lelehan liquid yang mengalir di kedua pipinya.

Darahnya berdesis cepat, jantungnya bergemuru hebat. Kenapa hatinya rasanya tersentil? Damian mencoba mengelak perasaan aneh itu.

"Tutup mulut, Susan! Kau pikir aku begini karena siapa, hah?!"

Dengan kalap, Damian meraih benda apapun yang ada di jangkaunnya. Ia melempar barang-barang tersebut dengan brutal mencoba mengelak kegelisahan yang ia rasa.

Susan membalik tubuh Andrea mencoba melindungi wanita hamil itu, ia tidak mau sesuatu yang tak diinginkan terjadi pada calon cucunya. Cukup Susan yang Damian sakiti, jangan Andrea dan cucunya.

"Mom..." Andrea yang diperlakukan seperti itu semakin erat menggenggam tangan Susan. Ia merasa batinnya begitu tersiska rasanya begitu perih, seolah-olah seseorang sedang mencabik-cabik hatinya.

Mana ada anak di dunia ini yang tega melihat ibu nya terluka demi melindunginya, ia tidak sekejam itu. Tapi mau bagaimana lagi, ada malaikat kecil yang harus ia lindungi. Tuhan tolong ampuni Andrea yang durhaka ini.

Dengan tangan bergetar, Andrea menempelkan benda persegi pada cuping telinganya.

Dering pertama tak ada jawaban, hingga dering ketiga seseorang di seberang sana mengangkatnya.

"...cepatlah."

***

Manik Elora terus memperhatikan gerak gerik Akash yang terlihat panik sekaligus gelisah. Pria itu sedari tadi berbolak balik dengan cemas sembari sesekali mengecek benda berlayar tipis di genggamannya.

Sebuah panggilan masuk.

"...."

"Tapi bannya sudah diganti, bukan?"

"...."

"Saya benar-benar membutuhkan kehadiran bapak secepat mungkin, berapapun bayarannya..."

"..."

"Terima kasih."

Akash menghembuskan napasnya dengan berat. Sudah 20 menit mereka -Akash dan Elora- bertengger di sini tapi taxi yang telah mereka pesan baru saja mengabarinya bahwa ada kendala yang terjadi di tengah perjalanan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akash & EloraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang