Ketegangan begitu mendominasi pagi ini di kediaman Mr. Damian Gulliver. Keempat penghuni rumah tersebut seperti telah diserang kelumpuhan menggunakan fungsi lisannya.
Mereka - Damian, Susan, Andrea dan Ricky mengunci rapat mulutnya. Mereka saling memalingkan wajah, membuang pandangan agar tak bertemu tatap. Damian dan Susan, pasangan suami istri yang sudah tak muda itu lagi duduk berjauhan. Kedua bintang utama itu begitu mempertontonkan betapa mereka saling mengasingkan diri. Jika bisa diumpakan, Damian sedang mengasingkan diri ke Gurun Sahara sedangkan Susan sedang berhypotermia di Kutub Utara.
Di tengah konflik tiada akhir itu. Andrea -- sang anak menatap keduanya jengah. Kemana perginya keharmonisan, canda tawa, kehangatan dan pujian-pujian berbunga di setiap paginya yang dulu pernah ada? Melihat kebencian yang begitu kentara di masing-masing pasang manik kedua orang tuanya, membuat hati kecilnya menjerit tak terima. Bisakah Andrea mengharapkan keutuhan itu kembali?
Tsk. Sadarkanlah Andrea bangunkan dia dari mimpinya! Barang yang sudah pecah tak akan pernah utuh seperti semula.
Selaras dengan kemustahilan itu, usahanya bersama Ricky -- suaminya pun berakhir sia-sia. Lupakan petuah mengenai sesudah habis pelurunya, barulah menyerah kalah.
Andrea mengaku kalah.
Ricky menarik Andrea ke dalam pelukannya, mendekap erat tubuh wanita yang sangat dia cintai itu. Entah sudah kesekian kalinya Andrea menangis melihat pertengkaran dan permusuhan antara Damian dan Susan. Bukan tanpa alasan Ricky pulang lebih cepat dari biasanya. Dokter tampan yang berstatus suami Andrea itu takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan terjadi pada anak dan istrinya.
"Sstt! Tenanglah. Percayalah semua akan baik-baik saja." hanya kata-kata itu yang dapat Ricky keluarkan untuk menenangkan Andrea yang sekarang menangis sesenggukan di dalam pelukannya.
"Hiks... Tapi kapan, sayang? Kapan hiks..semuanya akan baik-baik saja? Kapan? hiks..."
Ricky semakin mendekap erat istrinya. Tangisan Andrea begitu menyakitkan untuk ia dengar. Entah apa yang harus ia lakukan untuk mempersatukan mereka kembali seperti dulu, Ricky berada di jalan buntu.
"Aku hiks... Aku ingin ke apartemen Akash hiks... Aku ingin ke sana hiks... hiks..." Ricky mengangguk mengiyakan permintaan istirnya.
••••
Jarak menuju apartemen Akash terasa begitu jauh bagi Ricky. Perjalanan yang seharusnya hanya memakan waktu kurang dari 30 menit lamanya terasa berjalan begitu lambat. Lalu lintas berjalan lancar, tak ada kemacetan sama sekali. Lantas apa yang membuat perjalanan mereka berjalan begitu lambat? Ketahuilah keterdiaman Andrea-lah yang membuatnya demikian.
Wanita hamil yang selalu ceria dan cerewet itu kini benar-benar diam tanpa bersuara, ia terlihat murung.
Hingga tak lama kemudian mobil Ricky memasuki area parkir apartemen Akash. Ricky membantu Andrea keluar dari dalam mobil. Menuntun istrinya dengan hati-hati memasuki lift yang akan membawa mereka ke lantai dimana Akash tinggal.
Andrea masih setia membungkam mulutnya bahkan saat mereka sudah berada di depan pintu apartemen Akash sekalipun. Dengan telaten jari-jarinya yang masih lentik walaupun sedang hamil itu menekan beberapa digit angka hingga terdengar bunyi 'bip' yang artinya pintu di depannya telah terbuka.
"Hati-hati." tangan Ricky saat ini sedang memegang kedua bahu Andrea bermaksud menuntunnya.
Tepat setelah masuk ke dalam, tubuh Andrea kaku dalam seketika. Matanya membulat nyaris keluar. Dia tidak salah lihat bukan?!
"Apa yang kalian lakukan?!" teriaknya marah hingga wajahnya memerah padam.
Ricky merangkul tubuh istrinya, "Tenanglah, sayang. Ingat di dalam perut mu ada anak kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Akash & Elora
ФэнтезиMelihat warna hitam dan putih membuat orang suka menghakimi. Hitam sering diasosiasikan sebagai hal buruk. Sekali lagi, tak selamanya hitam itu buruk. Buang anggapan bahwa Putih tidak selamanya jelas.