A New Life!

1K 153 36
                                    

TYPO HARAP MAKLUM

Lets Vote & Comments

***

Senja baru saja pergi, tinggalkan temaram sang mentari sambut gelap malam. Kinal masih betah berdiam diri, duduk di bangku Taman kota yang mulai sepi.

Seminggu sudah dia selalu datang dan melamun di tempat itu. Tempat yang menyimpan sejuta kenangan dirinya dengan Veranda. Tempat yang sama dan senja yang sama pula, namun dengan perasaan yang tidak lagi sama. Hampa dan hampa tanpa gadis yang ia cinta. Ditinggal pergi, menyisakan lara hati dalam sendiri.

"Hanya duduk melamun takkan mengubah semua yang tlah terjadi. Dia udah pergi, memilih menyerah demi egonya sendiri. Gak ada gunanya kau terus larut dalam duka. Kamu harus bisa bangkit. Buktikan kalo kamu bukan cowok lemah. Buktikan kalo kamu masih hidup meski tanpa dia. Tunjukkan pada semua orang kalo kamu bisa menaklukkan dunia. Bangkit dan mulailah melangkah! Aku yakin kamu pasti bisa."

Kinal tersenyum getir. Kata kata Naomi mudah diucapkan, tapi sangat sulit dilakukan. Ia tidak sedang terpuruk, tapi ia hanya butuh waktu untuk bisa kembali menjalani hari meski dalam sepi.

Set!

"Kamu mau kemana?" Sergah Naomi melihat Kinal beranjak berdiri dari tempat duduknya.

"Pergi." Sahut Kinal singkat.

"Pergi?" Kernyit Naomi.

Kinal menoleh, menatap Naomi tuk beberapa lama sebelum kembali berkata. "Mi, terima kasih atas semua perhatianmu selama ini. Budi baikmu sangat besar dan mungkin seumur hidup aku tidak akan pernah bisa membalas semua kebaikkanmu itu. Tapi,-"

"Aku gak butuh balas budimu. Aku ikhlas melakukannya. Yang aku butuhkan cuma satu, yaitu kamu tidak terlalu larut dalam duka. Aku cuma mau kamu bangkit. Itu aja."

"Aku tahu." Sahut Kinal mengangguk cepat. "Kamu tenang aja. Gak usah terlalu kuatir. Aku tahu apa yang harus aku lakukan." Ujarnya.

"Maaf aku harus pergi. Tolong sampaikan permintaan maafku sama Om dan Tante. Maaf kalo aku udah bikin mereka kecewa atas keputusanku ini." Ucap Kinal lagi.

"Kau mau pergi kemana? Lebih baik ikut aku pulang aja."

Kinal tersenyum getir. Dia sendiri sejatinya tidak tahu hendak pergi kemana, bingung. Tapi ikut Naomi, jelas ia merasa ragu. Keluarga Naomi sudah terlalu banyak ia repotkan dan ia tidak mau semakin menambah repot lagi. Ia harus bisa mandiri, tidak mau hidup tergantung belas kasihan dari orang lain.

"Nal, ikutlah aku pulang. Kamu udah dengerkan gimana kata Mama tadi?"

Kinal menggeleng cepat. "Maaf, aku gak bisa." Ucapnya.

"T-Tapi, Nal?"

"Aku pergi. Sampai bertemu lagi!"

"Nal? Nal, tunggu! Kinal!?"

Seruan Naomi tak dihiraukan Kinal. Laki laki itu berjalan menembus kegelapan malam. Ia terus berjalan mengikuti kemana langkah kakinya akan membawanya pergi. Yang ia tahu hanyalah melangkah dan terus melangkah, hingga kaki kakinya lelah tak lagi sanggup melangkah.

Selamat tinggal masa lalu!

[…]

Puing puing bangunan bekas Panti Kasih Bunda masih terlihat berserakan. Bangunan itu belum lama diratakan dengan tanah. Melihat bangunan dimana ia dirawat dan dibesarkan rata dengan tanah, meninggalkan rasa duka dan bersalah di dalam diri Kinal.

Akibat keegoisannya, banyak orang yang menjadi korban. Panti hancur dan seluruh penghuninya harus rela tercerai berai entah kemana. Semakin lama ia di tempat itu, semakin terkoyak koyak perasaannya.

Rencana Sang SENJATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang