#3 BERSAMAMU

4.1K 288 6
                                    

katakanlah harus dengan apa aku melukis namaku, disana. Dihatimu yang masih percaya akan resah”

-Putri Eka-

Satu minggu setelah obrolan unfaedahku dengan Banun di perpustakaan lorong ke 4 antara rak buku ke 4 dan ke 5. Aneh, mengapa aku selalu mengingat dengan jelas setiap detik bersama Banun. Padahal aku tak berniat untuk mengingat-ingatnya, ah sudah lah aku tidak ingin membahas itu. Tapi yang jelas setelah satu Minggu itu ia kembali bersikap biasa seolah dia tidak pernah mengatakan apa-apa.

Meski aku yang canggung, ia mampu mencairkan suasana yang ku buat canggung.

Seperti hari ini aku, Zahira, Kang Hadyan dan dia tengah berada di taman belakang perpustakaan aku dan Zahira sedang dibimbing kang hadyan menyelesaikan tugas akhir kami. Sementara dia entahlah yang jelas yang dia lakukan dari tadi hanya mengganggu konsentrasi kami.

"Ikhh Banun jorok dehh" teriak Zahira yang merasa jijik saat Banun yang melepar kacang ke udara dengan maksud memakannya namun malah mengenai hidungnya, bukannya dibuang dia malah memakannya

Namun perkataan Zahira tak dihiraukan Banun ia tetap mengulang-ulang tingkah konyol nya

Dia memang terlihat konyol dan mungkin tingkah konyol nya membuat orang yang berada di dekatnya risih tapi entah mengapa aku selalu nyaman didekatnya, tingkah laku nya selalu membuatku tertawa.

"Yasudah untuk sekarang bimbingan nya dicukupkan dulu, lagian gak nyaman dibocah satu ganggu" kata kang hadyan menutup bukunya

"Elahh tu mulut asal ngebuka aja, kalo ane ganggu, ane pergi nih sekarang juga" elaknya sambil berdiri seolah ia akan pergi

Kami menatapnya heran, hanya terdiam kebingungan katanya dia akan pergi namun dia masih berdiri dihadapan kami

"Kok gak ada yang cegah ane?" Celetuknya satu detik ,dua detik masih hening dan saat detik berikutnya kami tertawa bersama melihat tingkah konyolnya seolah ingin dicegah namun tak ada satupun dari kami yang peduli

"Loh kok malah pada ketawa" tanyanya sambil kembali duduk ditempat semula

"Kamu lucu" entah kenapa bibir sialan ini tidak bisa jaga rahasia, sampai kata itu terucap dari mulutku

"Kalau gitu terusin, aku seneng liatnya" seketika tawaku berhenti saat ia sudah berada disampingku dengan senyum khasnya

Lagi lagi aku dibuat gak karuan dia tatap seperti itu, waktu seakan berhenti dan aku, ah mengapa aku terpaku pada satu titik di manik matanya. Mata ku mohon beralihlah jangan pada matanya sungguh getar itu membuatku tak nyaman.

"Hipsya pulang nya akang Anter ya" suara kak Hadyan menghentikan aktivitas tatap-tatapan aku dan Banun.

"Gak usah kang, Hips..."

"Hipsya ane yang Anter" sela Banun, aku dan dia tidak punya janji untuk pulang bareng tapi entah mengapa dia bilang seperti itu kepada kang Hadyan

Kang Hadyan hanya ber'oh" ria lalu pamit meninggalkan kami bertiga, setelah kepergian kang Hadyan Zahira mencubit,memukuli Banun bahkan berkali-kali

"Kamu tuh apa apaan sih? Hipsya itu mau dianterin kang Hadyan kenapa malah mau sama kamu? Emang kamu punya janji? Enggak kan" teriak Zahira. Aku tak mengerti apa yang dimaksud Zahira.

"Emang nya kenapa si kok ente yang ribet" elak Banun, bukannya menjawab Zahira malah pergi tanpa pamit

*
Zahira kini sedang mengikuti rapat komunitas cinta baca, ini adalah rapat sebelum Hipsya ikut dalam komunitas ini.

Selama berjalannya rapat, matanya tak henti menatap objek yang menarik perhatiannya. Objek itu adalah pemimpin rapat yang kini sedang menjelaskan teknis bedah buku yang akan dilaksanakan dalam waktu satu Minggu kedepan. Namanya kang Hadyan objek favorit mata seorang Zahira

Beberapa kali Zahira mengalihkan pandangannya namun selalu terjatuh pada sosok itu.

"Ra sudah dicatat kan apa pembahasan sore ini" tanya kang Hadyan, namun kang Hadyan tak kunjung mendapat jawaban karena yang ditanya sedang sibuk dengan dunianya tentang dirinya

"Ra..Zahira"

"Eh iya kang, kenapa?" Jawab Zahira

"Kamu ini ngelamunin apa si?"

"Eh enggak kang"

"Ngelamunin saya?" Seketika ruang rapat menjadi ramai dengan sorak para peserta yang mengikuti rapat. Sementara Zahira terpaku pada kata kata kang Hadyan yang benar adanya

Sepulang dari rapat hari ini, Zahira tengah menunggu angkutan untuk pulang namun ia tak kunjung menemukan angkutan yang searah ke arah rumahnya

"Mau bareng Ra?" Tanya kang Hadyan yang telah siap dengan motornya

"Gak usah kang" tolak Zahira, padahal kini dihatinya ribuan kupu-kupu beterbangan disana. Harapannya ingin pulang bersama harus ia tahan karena alasan gengsi

"Yaudah akang juga mau tungguin kamu sampe dapet angkot"

Tak dapat menahan lagi ia ikut pulang bersama kang Hadyan, di perjalanan kang Hadyan bercerita banyak tentang pengalaman nya, tentang bagaimana dia bisa mencintai baca. Salah satu yang menarik perhatian Zahira adalah cerita kang Hadyan saat ia menyukai seorang wanita, ia tidak tau bagaimana cara mendekati seorang wanita sampai ia datang ke perpustakaan hanya untuk membaca buku buku tentang wanita, ia membaca buku tentang kisah Fatimah dan Ali dan ia tertarik untuk mengetahui nya lebih lanjut sampai akhirnya membaca menjadi hobinya tidak hanya buku tentang wanita.

Saat itu jika bisa Zahira ingin merentangkan jalan lebih panjang lagi agar lebih lama waktu menuju rumahnya. Ia ingin lebih lama didekat kang Hadyan namun harus berakhir saat ia sampai dirumahnya.

"Mampir dulu kang"

"Iya" kang Hadyan mengikuti langkah Zahira, dan bertemu orang tua Zahira

"Assalamualaikum Bu"

"Waalaikumusalam, siapa ya?"

"Saya Hadyan Bu, temannya Ara"

Ara adalah panggilan Hadyan pada Zahira, berbeda dari teman teman Zahira yang memanggil Zahira, Hira atau langsung Zahira, Hadyan memanggilnya Ara tanpa ia tau Ara adalah panggilan Zahira dalam keluarganya

"Ohh makasih ya nak hadyan, sudah repot-repot antar Ara"

"Iya Bu sama-sama" Tak lama suara adzan berkumandang.

"Nak hadyan sholat Maghrib disini saja ya"

Setelah mengambil air wudhu, Hadyan menuju ruang tengah yang sudah ada Zahira dan adik perempuan nya yang masih tk untuk sholat berjamaah

"Ibu mana?" Tanya hadyan

"Ibu sedang tidak sholat, bapak kerja diluar negeri" jawab Zahira lengkap sebelum Hadyan menanyakan ayahnya.

"Allahuakbar" Hadyan memulai shalatnya, dan saat itu juga setetes air mata Zahira luruh.

Takbir Hadyan, menggetarkan jiwanya. Ingin rasanya ia selalu shalat berjamaah seperti ini namun apa daya jauh dari ayah membuat jarang shalat berjamaah seperti ini. Dia bisa saja shalat di mesjid namun bukankah wanita diutamakan shalat dirumah. Lagipula ia harus bergantian jika shalat karena harus menjaga adiknya.

Maghrib itu terasa berbeda bagi Zahira,
Maghrib itu ia menjadi Ma'mun dari imam impiannya
Maghrib itu semoga terulang lagi,
Dan tidak hanya Maghrib 5 waktu menjadi ma'mumnya

Tolong beritahu aku "sosok Zahira" bagaimana menulis namaku dalam hatimu Hadyan...

🌹🌹
~kuningan, 12 Juli 2019~

Antara Istiqlal & KatedralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang