"jika namamu Yang bersanding bersamaku. Tolong sabar sejenak untuk Aku bisa melupakan dia"
-Putri Eka-
Bolehku meminta naskah hidupku, inginku rubah takdirku. Ingin ku rubah jalan ceritaku. Inginku bahagia bersama dia yang haram untukku. Inginku lukis takdir untuk sahabatku Zahira biar dia bahagia bersama hadyannya Dan aku bersama banunku.
Bersama dia, dunia seakan meneriakkanku untuk menggelarkan bahwa bumi Dan seisinya tak merestui Kami. Tak menginginkan Kami tak ingin Aku Dan dia.
Bersama dia Kami seperti berdiri Di dua tuas gunting yang berlainan, Yang apabila Kami paksakan, dunia Kami diujung pisau hancur.
Namun Aku Hipsya, gadis Yang pernah jatuh saat memaksa meloncati pagar rumah Karena tak diijinkan main. Aku Hipsya gadis yang pernah memukul teman lelaki dengan penggaris panjang Karena berani mendahuluiku saat mengumpulkan pr. Aku Hipsya gadis Yang pernah mendorong temannya Yang tidak mau berbagi ayunan. Aku Hipsya gadis Yang tidak pernah mengenal kata takut.
Sampai kini ku ingin apa Yang Aku inginkan, Aku ingin Banun
"Maaf lama" kata dia saat sampai Di hadapanku
"Gakpapa nun, kamu darimana?"
"Katedral"
"Oh" sungguh bodohnya aku, Aku seakan menunggu hal Sia sia.
"Kenapa sya?"
"Abah tunggu kamu"
Dia terdiam, seperti aku dia juga bingung harus berbuat apa. Ini terlalu cepat sementara Banun belum menemukan hidayahnya.
"Aku datang"
Aku kaget dengan keputusannya, mengapa dia begitu nekat menemui abah. Bukannya sudahku katakan padanya tentang abah Yang berwatak keras.
"Jangan gila nun"
"Aku tidak gila, Aku Akan datang sya" katanya penuh penekanan. Lalu berlalu pergi.
Sampai Hari itu datang tanpa diundang, detik waktu yang bergerak perlahan namun pasti menghantarkanku pada Hari dimana dia akan datang.
Ketukan pintu Di pukul 17.30 tepat membuat jantungku seakan terhenti. Aku hanya bisa pasrah jika abah tau Yang sebenarnya dan menepikan perahu cintaku pada kang Hadyan sebagai pelabuhan terakhirku.
Hariku seakan berakhir seketika, untuk menangis pun aku sudah tak bisa airmataku sudah mengering kenyataan sudah pasti dihadapanku. Kang hadyan, jika namamu Yang bersanding bersamaku. Tolong sabar sejenak untuk Aku bisa melupakan dia
Abah menyambut kedatangan Banun, begitupun kak Hafsah. Sementara Aku, Aku sudah tak sanggup menatapnya lagi. Bagiku dia datang hanya untuk mengucapkan kata perpisahan.
"Jadi bagaimana nak Banun?"
"Saya belum bisa menjanjikan lebih"
"Maksud kamu?" Tanya abah bingung, Dan aku yang paham dengan alur pembicaraan Banun memilih diam disebelah kak Hafsah Yang menggenggam tanganku cemas.
"Hipsya putri saya sudah ada yang datang untuk melamar namun dia menunggu kamu. Sudah ada lelaki pemberani seperti ha...." Kata kata abah terpotong oleh lanjutan kata kata Banun
"Hadyan... Hadyan yang lebih dulu datang melamar Hipsya sebelum saya."
"Kamu tau?"
"Hadyan sahabat saya" Ada jeda sebelum ia melanjutkan kata katanya, lebih dulu ia menarik nafas panjang "tapi maaf bah saya tidak bisa memberi kepastian secepat hadyan"
"Kenapa?" Abah mulai memasang wajah ketidaksukaannya
"Saya harus menjemput hidayahNya"
Mendengar ucapannya abah langsung berdiri dari posisi duduknya, Mata elang abah menatap Banun seakan ingin menerkam."Kamu....." Banun mengangguk lemah
"Pergi!!" Titah abah Dan Banun hanya mengikuti titah abah
"Beraninya kamu mencintai dia sya" amarah abah meluap padaku bahkan sebelum Banun jauh pergi.
"Bah, jangan salahkan atau sakiti Hipsya dia tidak Salah"
"DIAM KAMU" abah sudah benar benar marah.
"Kalau abah ingin menyalahkan, salahkan Yang memberi Rasa ini pada kami bah. Karena Kami juga tidak ingin seperti ini"
"Berani kamu" Banun hanya dia menghadapi abah.
"Abah egois" mataku membulat dengan berani ia berkata seperti itu kepada abah "abah hanya ingin sesuatu berjalan sesuai skenario abah tanpa mau mengikuti skenario tuhan"
"Atas dasar apa kamu mengatakan saya egois?" Tantang abah tepat dihadapan Banun.
"Abah ingin skenario abah terwujud, Hipsya dengan hadyan. Seperti saat kak Hafsah dengan kak Hilman" Banun memang tau cerita kak Hafsah yang dijodohkan diusia muda dengan kak hilmi seorang tentara Yang gugur saat bertugas. "Tanpa abah mau tau kak Hafsah bahagia atau tidak, sekarang abah Akan melakukan itu lagi pada Hipsya Dan hadyan"
"Saya lakukan itu Karena itu Yang terbaik untuk anak anak saya"
"Apa abah tau kak Hafsah bahagia atau tidak dengan kak hilman Yang selalu bepergian jauh?apa abah merasakan Luka kak Hafsah saat harus berusaha melahirkan Kayla tanpa kak hilman? Sekarang hipsya? Apa ia bahagia dengan hadyan?"
"Seiring waktu Hipsya bisa mencintai hadyan"
"Dan berjalannya waktu saya sedang berusaha menjemput hidayahNya"
Abah diam menatapku Dan mulai mendekatiku
"Kamu mencintainya?" Tanya abah tiba tiba padaku. Aku seakan menemukan setitik cahaya.
"Tapi maaf keputusan abah sudah bulat, untuk menerima Hadyan"
***
Kuningan, 16 Agustus 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Istiqlal & Katedral
Jugendliteraturserumit inikah ketika aku dengan tasbihku dan kamu yang tetap teguh dengan kalung salibmu. mengapa tuhan mempertemukan kita dibalik tembok besar keyakinan yang tak mungkin kita tembus dengan berbagai cara. coba tanyakan pada Tuhan mu bolehkah aku m...