#21 UMI

1.4K 148 4
                                    

Aku masih membeku diruang Kepala sekolah, ini pilihan yang sulit haruskah aku melepas mimpiku demi suatu mimpi yang entah akan berpihak padaku atau tidak. Ballpoint dihadapanku terasa lebih berat dari biasanya dan saat aku tutup mata dengan dawam bismillah yang berulang kali kusebut berharap inilah pilihan terbaik, tanda tanganku sudah tergores rapih diatas materai.

Kepala sekolah dihadapanku menghembuskan nafas. Sebelumnya berulang kali ia membujukku untuk bertahan namun surat pengunduran diri telah aku buat dan telat ditempel materai yang kini sudah lengkap dengan tanda tanganku.

"ya sudahlah sya ini pilihanmu "

Aku berbalik dan tepat saat aku keluar ruangan, aku disambut tangis anak anak didikku. Aku memeluknya satu persatu terbersit perasaan bersalah dalam diriku egoisnya aku meninggalkan mereka hanya untuk mengejar cinta yang haram untukku hingga aku mengabaikan cinta mereka untukku.

Namun ini jalan yang aku pilih apapun hasilnya nanti aku harus menerimanya. Langkahku yang semakin berat melangkah entah mengapa membawaku pada kelas yang dulu ditempati ghea, aku duduk dikursinya dengan tangis yang Tak pernah sanggup aku bendung jika dihadapkan dengan perpisahan.

"ghea bunda dari pamit ya " senyum gadis itu terukir jelas diingatanku bagai memori usang yang kembali diputar aku memilih pergi sebelum aku semakin terhanyut pada masa laluku.

Zahira, ingin sekali aku menemuinya sebelum aku pergi. Namun ia masih tetap marah entah akan kembali membaik atau abadi membenciku. Namun aku hanya ingin kembali bersahabat dengannya seperti dulu lagi.

Kang hadyan ingin rasanya aku menemuinya untuk mengucapkan banyak terimakasih atas suka duka saat dia disisiku maaf aku belum bisa seperti apa yang ia harapkan.

Banun, tunggu aku. Sudah saatnya aku kembali, menemanimu menjemput bahagia yang kita bangun.

*

Setelah sampai rumah aku dikagetkan dengan hadirnya kang hadyan. Namun suasa rumah yang biasanya berwarna saat hadirnya kang hadyan kini mencekam.

Abah diam menunduk sambil mengepalkan tangan, kak hafsah terlihat gelisah memeluk kayla dan aku yang baru datang hanya memasang wajah bingung dengan suasana yang serba aneh ini.

"kang.. " kang hadyan berdiri dari posisi semula dan menyodorkanku sebuah kertas, Undangan.

"akang gak lama, akang cuma mau ngasih ini dateng ya "

Setelah itu kang hadyan berlalu, aku yang saat itu dalam suasana kaget hanya diam mematung dan dalam detik  berikutnya berbalik mengejar kang hadyan.

"kang ini maksudnya apa?? "

"sudah waktunya akang peduli pada yang memperdulikan akang. Akang sudah bukan beban kamu lagi sya, bukan penghambat cintamu dan banun meskipun penghambat kalian sebenernya adalah perbedaan kalian " katanya terkekeh seolah merendahkan. "kamu dan banun itu cocok sya, sama sama egois" katanya berlalu meninggalkanku dengan kata kata anarkisnya.

Brakkkk

Suara yang pertama kali aku dengar ketika masuk rumah, abah benar benar emosi mendengar kang hadyan membatalkan lamarannya. Rasa takutku sudah mati berganti pasrah dengan ketentuan Allah bagaimana Abah akan meluapkan emosinya padaku biar tuhan ikut andil dalam lukaku.

"EGOIS KAMU SYA!! ABAH GAK TAU GIMANA CARANYA DIDIK KAMU"

ku terima kata demi kata yang tak ingin aku jabarkan. Sungguh kata kata abah semakin menusuk.

Ini baru awal dan entah akan seperti apa abah saat tau aku mengundurkan diri dari sekolah tempatku bekerja.

"Bah.." lirihku ketika keberanianku mulai terkumpul "hifsya minta maaf, maaf hifsya tidak bisa jadi apa yang abah mau " untuk melanjutkan kata selanjutnya bahkan aku tidak sanggup namun sebelum aku pergi aku harus mengatakannya.

"bah maaf hifsya gak bisa seperti kak hafsah yang penurut. Makasih bah, makasih abah sudah jadi abah terbaik untuk hifsya meski hifsya gak bisa jadi anak terbaik untuk abah. Bah hifsya pamit semoga abah ridho atas kepergian hifsya " kakiku yang melemah kupaksa berlari menjauh.

Dengan sisa tabungan yang aku punya.  Aku harus mampu bertahan. Jangan tanyakan reaksi abah saat aku pergi karena abah hanya diam membeku ditempat tak seperti kak hafsah dan kayla yang histeris mengejarku.

Dibawah guyuran Air hujan aku dapat menangis tanpa takut ada yang tau dapat menjerit tanpa takut didengar orang. Setelah seperti ini aku baru sadar ini pilihan yang salah. Harusnya ku buang saja semua masalaluku melanjutkan hidup tanpa bayang bayang banun. Sungguh aku benci hidupku.

"dek "

Aku mengerjapkan Mataku perlahan mengatur intensitas cahaya yang terasa menusuk mataku

"adek mau kemana? " aku menatap diriku, penampilanku sudah seperti gembel saja. Mata yang sembab, baju yang masih dingin bekas guyuran hujan semalam

"saya ikut bersih-bersih ya pak, setelah ini saya akan pergi " sekarang aku sedang berada di teras mesjid. Aku bersyukur diperbolehkan merapihkan diriku.

Setelah penampilanku membaik aku mulai pencarianku hanya bermodal celengan dan tabunganku yang tidak seberapa, kebiasaanku menyisihkan uang sekolahku dari mulai masa putih-biru dulu sedikit menyelamatkanku dari masalah yang sedang bertamu pada kehidupanku.

Aku paham modal celengan burung dan tabungan yang tidak seberapa di ATM  secara akal mungkin tak akan cukup memenuhi kebutuhan hidupku di negri orang. Namun aku percaya tuhanku diindonesia dan dinegri orang itu sama. Allah yang memberiku rizki diindonesia dan Allah juga yang akan memberiku rizki di negri orang karena hakikatnya seluruh manusia dibumi ini pemakan rizki bukan pemberi rizki sekalipun seorang Ayah sebagai tulang punggung keluarga.

Modalku kini selain tabungan adalah nekat dan Allah. Kini ku berada dititik terpasrah pada ketentuan Allah. Bagaimana hidupku berakhir, aku percaya Allah tidak akan mengecewakanku.

Umi..
Hifsya pamit maaf hifsya mengecewakan umi.. 
Maaf hifsya tidak menuruti amanah umi dulu untuk menjadi seorang guru yang terus berdakwah sebagai shodaqoh jariyah. .
Doakan hifsya ya umi semoga hifsya bisa kembali dengan membawa kebahagiaan Hifsya..

Sebelum benar benar meninggalkan tanah Air ku sempatkan ziarah ke makam umi. Umi yang aku rindukan, bagiku umi satu-satunya orang dibumi yang mengerti aku, ketika abah yang tidak pernah mengerti jalan pikiranku yang katanya rumit dan kadang tidak masuk akal. Hanya umi yang selalu tau bagaimana caranya mengahadapi aku. Dihari ketika umi pergi adalah hari terburuk dalam hidupku umi tidak hanya pergi dengan sejuta kenangan bersamaku tapi pergi membawa keberkahannya.  Karena berkah seorang anak adalah doa dan keridhoan seorang ibu. Aku telah kehilangan salah satu nikmat tuhan dengan perginya umi.

Umi..
Jika saja kata ini tidak dosa
Hisya ingin sekali mengatakan pada dunia kalau hifsya ingin terus bersama umi, menjadi princess kecil umi.
Hifsya ingin ikut umi, bersama umi dikehidupan lain
Umi..
Benarkan kata itu doa..
Berulang Kali hifsya katakan
Hifsya ingin dengan umi saja..

***

Antara Istiqlal & KatedralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang