[Still] Disha POV
06.48
Hari ini aku akan pergi ke sekolah baru. Jadi, di jam-jam rawan mata lengket begini aku sudah terbangun.
Harry tampak ricuh dengan berbagai macam hal. Padahal aku yang akan pergi ke sekolah baru, bukan dia.
“Baju rapi, kan? Tadi sarapan udah beneran kenyang? Susu udah diminum? HP udah lo charge? 15 menit sebelum keluar kelas langsung telepon sopir biar enggak nunggu kelamaan. Jangan langsung mau diajak main sama temen yang belum lo kenal. Berproses dulu, jangan ayo-ayo aja!”
Gemes, bawel pengen jambak.
Aku hanya mengacungkan jari tengah sebagai jawaban. Namun, ketika Harry melotot aku langsung menggantinya dengan ibu jari.
“Kebiasaan, hehe,” kataku tak berdosa.
“Lo berangkat sama sopir aja. Ntar masuk sendiri berani, kan?” tanya Harry sambil membenarkan tali sepatunya.
Aku mendengkus tak terima.
“Hari ini gue ada acara talk show.”
“Alesan. Ngomong aja takut ketemu fans,” cibirku yang kemungkinan 100% benar.
Harry menatapku muak. Padahal harusnya aku yang menatapnya begitu. Alasan pekerjaan selalu menghalangi aku untuk menunjukkan pada dunia jika Harry adalah saudara kandungku.
“Gue enggak bohong, Disha. Maunya juga gue bisa nganterin lo. Begini-begini juga gue kerja buat lo. Biar lo enggak—”
“PAK SOPIR, YUK AH BERANGKAT.” Aku sengaja memotong ucapan Harry sebelum kalimat panjangnya menjadi khotbah salat Jumat yang akan membuatku mengantuk.
***
Aku memandangi tiap sudut sekolah nyaris tak terlewat. Bangunannya sangat kokoh, indah, dan megah. Tidak ada bangunan dengan cat tembok berwarna hijau. Setelahnya, dibantu guru berambut hijau neon, aku gegas memasuki ruang kelas.
“Anak-anak, kita kedatangan teman baru. Dia murid pindahan dari London,” ucap Bu Stella memperkenalkan aku di depan teman-teman.
Aku cukup gemetaran sebab di hari pertama ini aku justru terlambat datang. Syukur Bu Stella menyambut aku dengan baik.
Sialan memang. Semoga Harry tidak tahu.
“Disha, silakan perkenalkan diri kamu,” lanjut guru Matematika yang sedang mengajar tersebut. Oh iya, aku masuk kelas XII MIPA.
Anjir, MIPA lagi. STEM lah ya.
Aku lantas memperkenalkan diri pada mereka sebagai Disha Olivia Styles, di mana mereka tidak akan tahu aku siapa. Meski marga ‘Styles’ membuat beberapa diantaranya saling berbisik.
Aku menatap takjub pada teman-temanku sebab mereka sangat-sangat tampan dan cantik. Tidak ada rambut jamet pirang atau lipstik ombre panas dalam. Mereka tampak terurus dan banyak duit.
Aku pun tidak kampungan dan dandananku terbilang sama saja dengan mereka. Namun, tetap rasa canggung membuatku merasa sangat malu.
Beruntung di ujung sana aku melihat Chesa dan Irana, dua teman yang sempat aku cari sebelumnya. Iya, aku satu kelas dengan mereka.
***
Daniel POV
Aku Daniel James Seavey, biasa dikenal Daniel Seavey. Siapa, sih, yang tidak kenal denganku? Cowok ganteng di antara seluruh siswa di sini, termasuk teman-temanku; Jonah, Corbyn, Jack dan Zach.
Siswi-siswi di sekolah ini juga mengenalku dengan baik sebab ketampananku yang memang tidak terelakkan. Aku terkenal baik hati, murah senyum dan ramah. Itu, sih, yang aku dengar dari banyak orang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Don't One Direction?
FanfictionTentang seorang Daniel Seavey, bukan seorang fuckboy atau badboy. Hanya cowok manis dan murah senyum dengan bakat randomnya. "Boro-boro jadi fuckboy, pacar aja ga punya." Daniel Seavey. Dan Disha Olivia Styles, cewek cantik serta lugu yang notabene...