3

104 11 4
                                    

Harry POV

Hari ini aku memiliki acara show bersama James Corden. Late Late Show, tahu kan?

Sebenarnya aku kasihan pada Disha sebab aku tidak bisa mengantarnya di hari pertama sekolah.

Pasti gadis cerewet se-kabupaten Los Angeles itu sangat kecewa padaku. Namun, mau bagaimana lagi? Jadwal yang padat merayap membuatku sangat sulit membagi waktu untuknya.

Maafin Abang ya, Dek.

Sekarang aku sedang membaca skrip sambil mendengarkan musik. I give a react for Why Don't We song; Come to Brazil.

Mereka boy band baru. Dan aku akui, lagu-lagu mereka sangat bagus dan masuk di pasaran anak muda.

“Harry, 5 menit lagi opening, ya.”

Tiba-tiba aku mendengar teriakan salah satu crew TV. Dan saat itu juga aku langsung mengacungkan jempol tanda setuju.

Detik itu tiba, aku sudah berdiri di stage dengan James yang selalu melontarkan candaan-candaan absurd nya.

Aku tidak gemetaran sebab acara ini sudah cukup sering aku datangi. Dan James, dia sudah seperti merek pasta gigi—teman baikku.

“C'mon, Haz, we have a mistery guess for you,” ucap James begitu semangat.

“For me?”

“Sure.”

Aku mengerutkan dahi sebab acara kejutan tidak tertulis dalam skrip. Di sini jantungku mulai berdebar tak karuan. Takut-takut jika James mengundang salah satu mantanku dan aku harus melakukan segmen Spill Your Guts bersama mantan.

Tidak.

Aku tidak suka bertemu mantan.

Hitungan mundur, sosok yang tidak aku pikirkan sebelumnya melongok dari balik gorden.

“OMG LIAM PAYNE. WHAT THE HELL DUDE?”

Aku berteriak macam kesetanan sebab Payno tiba-tiba muncul. Sosok yang sudah lama tidak aku temui sebab kita memiliki kesibukan macam jalanan ibu kota, padat.

Aku langsung memeluk tubuh kekar Liam sejak aku benar-benar tidak bisa menutupi rasa rindu. Liam yang hangat pun melakukan hal yang sama.

Ia memelukku, lekas mengusap air mata yang membasahi pipiku kemudian menyematkan cincin kawin di jari manis ini.

Kemudian James menangis tersedu-sedu sebab kita sangat romantis.

Ngaco.

Intinya aku dan Liam sama-sama rindu. Kita berpelukan cukup lama seperti keluarga yang berpisah 15 tahun lamanya.

Semua penonton yang didominasi oleh perempuan berteriak histeris menyaksikan adegan yang aku lakukan bersama Liam.

Dari mulai mimisan hingga kesurupan. Mereka benar-benar all out.

Untung kru TV sudah mengundang seorang ustaz untuk berjaga-jaga jika ada kejadian semacam ini. Sehingga si ustaz bisa melakukan ruqyah masal.

“COMEBACK, PLEASEEEE.”

“OMFG MY LIRRY HEART.”

“I DIE HAPPY.”

“I CAN'T BREATHE BOYS.”

Aku dan Liam tentu bisa mendengar teriakan-teriakan mereka. Liam memang dikenal yang paling bersemangat jika membahas soal 1D. Lelaki itu sering meyakinkan para penggemar jika kita akan kembali.

Lain dengan aku yang lebih banyak bungkam. Entah, aku memang tidak bisa memberi janji-janji seperti yang Liam katakan.

Itu sebabnya Liam menjadi sasaran empuk para penggemar soal teror pertanyaan ‘Kapan Comeback?’.

Why Don't One Direction? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang