[3]

573 112 17
                                    

"Hari itu, kau membawa Blanc pulang ke rumah, aku masih mengingat saat mobil jemputanmu tiba. Wah, kau anak orang kaya ternyata."

Haechan terkekeh di akhir kalimat, tangannya meraih cangkir kedua yang baru tiba kemudian kembali mengalihkan perhatian pada Mark yang masih bungkam.

"Kau tahu, aku sama sekali tidak menduga bahwa aku akan terjerat pada lelaki yang membantuku merawat seekor anjing lucu."

Sudut bibir Mark Lee terangkat, "Aku juga tidak menyangka akan jatuh sedalamnya pada pemuda polos yang kutemui di belakang halte."

***

"Hai! Kita bertemu lagi!" Haechan melambaikan kedua tangan saat melihat sosok pemuda yang kemarin membantunya mengadopsi seekor anjing sedang duduk di halte.

Kakinya melangkah kecil, diiringi senandung yang mengalun dari bibir manisnya.

"Bagaimana kabar anjingnya? Kau memberikannya makan, 'kan?"

Pemuda yang memperkenalkan diri sebagai Mark Lee itu mengangguk kecil seraya bergeser untuk memberi spasi pada anak yang lebih muda.

"Apa kau sudah memberinya nama?"

"Belum." Akhirnya lelaki itu mengeluarkan suara juga yang membuat Haechan menghela napas lega.

"Dia jantan atau betina?"

"Tidak tahu."

"Apa kau mau membawanya ke dokter? Sepertinya dia kurang gizi." Haechan tidak berhenti bertanya sekalipun lelaki di sampingnya tampak enggan untuk menjawab.

"Kira-kira umurnya berapa ya?"

"Bisakah kau diam?"

Haechan mengerjap mendengar nada suara yang lebih pantas disebut bentakan, tubuhnya beringsut mendekat ke tepi bangkus besi saat melihat tatapan Mark yang menajam.

"Kan aku hanya bertanya."

"Kau mengganggu."

Bibir pemuda Lee tercebik, "Ya maaf."

Tidak ada lagi konversasi selanjutnya karena Mark memilih menyumpal telinganya dengan airpods dan Haechan memerhatikan jalan yang semakin ramai menjelang malam hari.

"Aku pulang dulu Kak Mark. Dadah!" pamitnya dengan senyum manis saat bus ke arah rumahnya berhenti.

Mark mengangkat kepala sekilas, membalas dengan anggukan kecil sebelum kembali menekuri ponselnya.

***

"Hari itu sikapmu dingin sekali, aku sampai bertanya-tanya seberat apa hari yang kau lewati sampai bisa seketus itu."

Mark tersenyum kecil, kembali mengingat fragmen kenangan yang menyelinap masuk melalui ingatan kecil yang diberikan Haechan.

"Aku sangat kesal waktu itu, masalah keluarga, sekolah, semuanya membuat suasana hatiku memburuk dan mendengarmu mengoceh bukanlah hal yang bisa menaikkan mood-ku."

Di depannya Haechan mengangguk. "Padahal aku ingin sekali berbicara banyak hal."

Tangan Mark terulur, menepuk pelan kepala bermahkota rambut legam di depannya. "Maaf, harusnya aku lebih peka."

Rona merah dengan kurang ajar muncul di kedua belah pipi pemuda yang lebih muda. "Bagaimana aku bisa melepasmu kak kalau kau masih saja memperlakukanku semanis ini."

Bibir Mark menyunggingkan sepotong senyum patah.

"Kalau begitu, mari untuk tidak berpisah selamanya."

Senyum serupa muncul di wajah manis Lee Haechan. "Mana bisa begitu. Aku dan kau tidak bisa menjadi kita."

***

Let's  RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang