[5]

508 102 27
                                    

"Jadi namanya Blanc ya."

Haechan mengangguk sembari mengelus bulu-bulu putih bersih yang terasa halus di tangannya. "Artinya putih. Karena sejujurnya aku tidak terlalu jago menamai binatang peliharaan." Senyum yang ditampilkan membuat Mark merasa kupu-kupu sedang beterbangan di dalam perutnya.

"Lalu selanjutnya apa?"

Keduanya melangkahkan kaki keluar dari Pet shop, menyusuri pedestrian yang ramai pejalan kaki. Di hari libur seperti sekarang, pusat perbelanjaan penuh sesak oleh keluarga maupun sekelompok anak muda yang menghabiskan waktu mereka dengan bermain.

"Aku mau pulang. Ini sudah pukul satu siang dan naga di perutku sudah berdemo."

Mark tersenyum kecil, tanpa sadar menepuk kepala Haechan dengan lembut. "Mau makan bersama? Aku traktir."

"Boleh sih," kalimatnya meragu, "Tapi, antar aku pulang agar ibuku percaya kalau aku tidak keluyuran. Bagaimana?"

"Call!" Mark berseru senang, entah kenapa kehadiran lelaki yang lebih muda darinya bisa membuatnya melupakan apapun. Hanya ada Haechan, dia, dan anjing putih dan terlelap dalam gendongannya.

***

"Aku masih ingat sewaktu mengantarmu pulang hari itu." Mark membuka konversasi setelah mereka duduk di antara deret pepohonan yang melambai tertiup angin semilir.

"Jeno yang membuka pintu dengan alis terangkat, seolah kau pulang bersama orang lain adalah keajaiban dunia kesembilan."

Gelak tawa Haechan membahana, "Memang sih, aku jarang sekali bisa dibilang tidak pernah membawa teman berkunjung ke rumah sejak ya kau tahu," suaranya melemah, membuat Mark mengelus punggung tangannya.

Haechan berbalik, memberikan senyum lembut, "Ibu Jeno tidak masalah sebenarnya, tapi aku cukup tahu diri. selain Jaemin, tidak pernah ada satupun orang yang pernah kuajak ke sana. Jadi, melihat Kak Mark berdiri di sampingku dengan senyum konyol membuat Jeno bingung."

Kepala Mark terangguk mengiyakan, ia bahkan masih mengingat reaksi Jeno saat itu.

"Tapi, ibu Jeno baik," ucap Mark pelan.

"Baik sekali. Beliau mematahkan persepsiku tentang ibu tiri."

Mark menolehkan pandangan, membuat Haechan ikut menoleh. Tatapan mereka bertemu dalam satu garis pandang, mengalirkan getaran-getaran yang membuat hati berdesir lembut.

"Aku akan sangat merindukanmu, Hyuck."

Haechan menghembuskan napas panjang mendengar nama aslinya diucap oleh Mark. "Yeah, kurasa memang kau akan sulit melupakan aku, Kak."

"Maaf."

"Ey," yang lebih muda berbalik dengan tatapan mencela, "Sudah kubilang untuk menikmati malam ini, Kak. Jangan ada maaf apalagi penyesalan di antara kita."

"Tapi, Hyuck."

"Kak Mark." Nada dalam nan tegas itu membungkam Mark, tatapannya seketika mengarah ke hamparan luas sungai Han yang masih mengalir deras, seperti perasaannya pada pemuda Lee yang kini memeluk lututnya yang tertekuk.

"Kau tahu bahwa perasaanku tidak pernah berubah."

"Dan akan segera berubah."

"Tidak, Hyuck."

Tangan Haechan menggenggam tangan Mark, mengalirkan kehangatan hingga ke hati pemuda itu. "Akan Kak, saat di mana kau dan dia mengucap sumpah di altar, maka harusnya tak ada Lee Donghyuck dalam setiap aliran darahmu."

Mark menggeleng. Ibu jarinya membelai punggung tangan sang mantan kekasih dengan lembut, meresapi saat-saat terakhir sebelum mereka akhirnya berpisah untuk selamanya.

"Terima kasih atas penerimaan penuh keikhlasan, Hyuck."

Sudut bibir Haechan terangkat sempurna. "Terima kasih juga atas pembelajaran hidup yang Kak Mark berikan. Bersama Kak Mark membuatku mengerti bahwa apa yang kita sayangi belum tentu bisa kita miliki."

Desau angin yang menerbangkan rambut mereka hingga halai-balai tak jadi alasan untuk segera beranjak. Tirai gelap yang turun bersama bergantinya penjaga langit tak lantas jadi alasan agar segera pulang. Justru, kedua tubuh itu semakin beringsut, mencari kehangatan seperti saat mereka masih bisa disebut kita.

***

jadi, ada banyak author yang bersembunyi di akun ini. yang nulis poubelle beda, yang nulis kalopsia beda, yang nulis ta morsure pun beda :')

Let's  RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang