***
~4 tahun yang lalu~
Gadis yang masih memakai seragam sebuah sekolah tingkat atas itu tampak berlari melewati lorong bercat putih khas rumah sakit. Tatapan gadis remaja itu sama sekali tidak fokus, ia berlari diantara pengunjung rumah sakit dan tak memperdulikan tatapan aneh maupun hujatan orang-orang yang sesekali ditabraknya. Sebuah fakta yang baru saja didengarnya mampu menciptakan sebuah lubang besar yang begitu dalam dihati dan pikirannya. Bagaimana bisa... Bagaimana bisa Tuhan bertindak tidak adil padanya?? Kenapa tidak makhluk lain saja... Kenapa tidak orang lain saja?? Kenapa harus dia??... Jahat? Egois? Ya! Seorang gadis remaja sepertinya memang sangat jahat dan egois. Ia masih memiliki cita-cita dan keinginan yang banyak, dan seketika semuanya hancur karena hal itu. Tapi siapa yang lebih dulu harus disalahkan atas kondisinya ini?? Bukankah yang menciptakanmu?? Ia benar-benar tak sanggup, ia yakin logikanya sudah menghilang sekarang.
Saat dokter mengatakan vonisnya tadi, hanya Tuhan yang terus disalahkan olehnya. Bahkan saat ia berusaha menghindar dari sesuatu yang disesalinya untuk didengar dan mulai berlari, panggilan orang terdekatnya pun sama sekali tak dihiraukannya. Air mata tak berhenti keluar dari matanya dan terus membasahi wajahnya. Ia sudah 15 tahun dan ia bukanlah anak kecil yang polos dan bodoh, yang tidak tau apa akibat yang akan terjadi untuknya dimasa depannya kelak. Ia butuh tempat untuk menyendiri sekarang, tapi dima--
Bugh!-- tabrakan tiba-tiba itupun tak dapat terelakkan.
"Hatsu-chan?!" ucap seorang pria yang baru saja ditabrak oleh gadis itu. Merasa nama kecilnya dipanggil, ia pun menoleh. Masih dengan wajah memerah, pipi yang basah, mata yang sembab dan suara segukkan kecil, berusaha menahan tangisan besarnya.
"Aku baru saja akan menemuimu..." lanjut pria yang tampak sebaya dengannya itu. "Kenapa kau menangis?? Bagaimana hasilnya??" lanjutnya mulai tampak khawatir.
"Aku... Hhhhh, Aku baik-baik... saja." gadis yang dipanggil Hatsune itu tampak berusaha tenang, tak ingin membuat teman sekelasnya itu khawatir padanya.
"Benarkah??... Atau kalian bertengkar lagi??" Pria itupun berusaha berpikir positif dengan kondisi gadis itu. Memang bukan hal yang baru bagi gadis itu untuk menangis jika sudah bertengkar dengan saudaranya. Meskipun kali ini terlihat kasusnya lebih serius, pikir sang pria.
"Hm." Hatsune pun mengangguk dan terlihat berusaha tersenyum kecil.
"Baiklah kalau begitu... Hatsu-chan, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Tapi..." pria itu terlihat mengedarkan pandangannya ke sekitar mereka. Terlihat banyak orang berlalu lalang, meskipun tidak benar-benar terlihat begitu ramai.
"Katakan saja... Tidak apa-apa." gadis itu mencoba meyakinkan pria ini, jujur ia tidak ingin lama-lama bersama pria ini, tidak dengan kondisinya yang seperti ini.
"Ba-baiklah... Begini, kau tau, kan? Kalau kita sudah berteman lama sejak masih di sekolah menengah pertama dulu... Dan aku merasa... Kau gadis yang sangat baik...--
Sebuah keluarga akan tampak harmonis dengan adanya anak-anak, bukan??...
--meskipun kita selalu bertengkar, tapi aku sangat menyukai saat-saat itu. Kita juga sudah melewati banyak hal bersama...--
Dan hubungan sepasang kekasih yang saling mencintai akan berakhir dalam sebuah pernikahan, bukan??...
--jadi, aku putuskan aku ingin menjadikanmu bukan hanya sebagai teman saling bertengkar, tapi teman spesial yang saling mencintai... Bagaimana?? Kau mau kan menjadi kekasihku??" lelaki itu terlihat tersenyum penuh lembut dan begitu berharap banyak pada gadis yang sejak tadi menunduk dihadapannya ini. Akhirnya ia bisa mengatakan apa yang selama ini dipendamnya meski terlalu cepat rasanya. Tidak! Pria ini yakin ini adalah waktu yang tepat untuk mengatakannya.
YOU ARE READING
Abnormal
RomanceGenre: Slice of life Rating: Mature (16+) Saat keabnormalan membuat hidupmu tak pernah berarti. bahkan kematian pun enggan menerimamu. sepeggal kisah seorang perempuan yang selalu merasa lebih baik tanpa orang lain disekitarnya. cerita fiksi karanga...